Melihat Penerbangan Garuda Indonesia-Jepang, Perlu Kemauan Untuk Berubah
Penerbangan Indonesia Jepang oleh Garuda Indonesia mendapat sorotan lagi dari praktisi penerbangan khusus Indonesia Jepang, Lutfi Bakhtiyar
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Penerbangan Indonesia Jepang oleh Garuda Indonesia mendapatkan sorotan lagi dari pengamat dan praktisi penerbangan khusus Indonesia Jepang, Lutfi Bakhtiyar M.
"Bisa jadi saat ini Garuda hanyalah sebuah sisa-sisa dari sebuah proyek mercusuar ataupun cuma pantas disebut sebagai flexing. Tidak menguntungkan dan hanya membenani tetapi masih perlu dipertahankan demi menyelamatkan harga diri bangsa sebagai satu-satunya national flag carrier yang terus disubsidi baik untuk jalur domestik maupun Internasional," ungkap Lutfi khusus kepada Tribunnews.com kemarin (25/4/2023).
Menurutnya lagi, bahkan untuk beberapa rute Internasional masih dimonopoli oleh Garuda, seperti jalur ke Jepang.
"Jadi meskipun Garuda tidak terbang setiap hari, mereka masih bisa mendapatkan pemasukan "rente" dari codeshare partners seperti ANA ataupun JAL terutama untuk jalur langsung Haneda-Jakarta."
Persis seperti apa yang telah Yoshihara Kunio jabarkan tentang kapitalis erzats alias kapitalis semu yang menyatakan bahwa kemajuan ekonomi negara di Asia Tenggara tidak lain lebih banyak disebabkan karena adanya campur tangan pemerintah.
"Jadi kalau kita naik Garuda dari Soeta ke Haneda tetapi nomor pesawatnya bukan 874 atau dari Haneda ke Soeta selain no 875 maka fix itu adalah Garuda rasa ANA atau JAL. Dan nikmat mana lagi yang kau dustakan?" tanyanya.
Masalahnya para petinggi Garuda tidak sadar bahwa sebagian besar keunggulan perusahaannya berasal dari faktor politik, nasionalisme sebagai bangsa Indonesia, lanjutnya lagi.
"Garuda justru terkesan sebagai VOC (Vereenigde Oostindiche Compagnie) atau perusahaan Kompeni Belanda gaya baru yang berdagang dengan memeras."
Orang Indonesia, menurut Lutfi, dipaksa bayar mahal untuk menikmati jalur langsung Jakarta-Jepang, bahkan kadang lebih mahal dibanding kalau naik JAL. Padahal tidak semua orang Indonesia lancar berbahasa Inggris apalagi bahasa Jepang.
Lebih parah lagi kalau kita pergi ke luar Tokyo ataupun selain Jakarta. Garuda berhadapan dengan pesawat-pesawat transit yang siap melahap sexy: Harga murah, transit cepat.
"Dan lagi-lagi Garuda menyiapkan rute mercusuar yang tidak lain dari bunuh diri!" tekannya.
Jalur Manado-Narita tidak lebih dari mengkorup jalur Denpasar-Narita, lanjutnya.
"Seperti halnya seorang customer yang telah membeli tiket Tokyo-Denpasar PP, tetapi ternyata kepulangan Denpasar-Narita yang sedianya GA 880 berangkat jam 00:20 WIT sampai Narita pukul 08:50, harus menerima kenyataan berangkat jam 22:35 karena harus mampir ke Manado dan hanya ganti no pesawat menjadi GA 884. Jadi sebenarnya tidak ada penerbangan asal Manado."