Jatuh ke Tangan Taliban, Afganistan Perlu Waspadai Kerja Sama China
Afganistan jatuh ke tangan Taliban yang saat ini memiliki kedekatan khusus dengan China
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Endra Kurniawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Afganistan jatuh ke tangan Taliban yang saat ini memiliki kedekatan khusus dengan China. Tiongkok melalui perusahaan berbasis di Beijing telah menjalin kontrak dengan Taliban sebesar 10 miliar dollar AS untuk mengelola lithium Afganistan.
Upaya China untuk mengontrol sumber daya mineral Afganistan, terutama cadangan lithiumnya, menjadi bagian dari strategi Beijing sebagai rantai pasokan mineral global.
Melihat hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) mengingatkan agar Afganistan waspada dengan segala bentuk kerja sama eksploitasi sumber daya mineral dengan China.
Pasalnya peneliti CENTRIS, AB Solissa mengatakan ada sejumlah negara yang bekerja sama dengan China terjebak utang yang dibalut lewat sistem kerja sama.
"Hati-hati (Afganistan) dengan China. Lihat saja Srilanka atau negara-negara di Afrika yang tanah airnya terjajah Beijing gegara termakan janji manis negeri tirai bambu," kata AB Solissa kepada wartawan, Sabtu (20/5/2023).
Baca juga: AS Bingung Kirim Gray Eagle Atau Jet F-16, Ukraina Bukan Afganistan, Drone Bakal Jadi Santapan Rusia
AB Solissa menyebut Taliban telah menandatangani kontrak untuk mengumpulkan minyak dari cekungan Amu Darya dengan Perusahaan Minyak dan Gas Asia Tengah Xinjiang pada 6 Januari. Sebanyak 150 juta dolar AS diinvestasikan dalam perjanjian pada tahun pertama, dan 540 juta dolar AS akan diinvestasikan selama tiga tahun ke depan.
"Kami sependapat dengan mantan diplomat Afganistan di Beijing, Sayed Mehdi Munadi, perihal dugaan China secara ilegal mengeksploitasi kekayaan alam Afghanistan melalui penyuapan, penyelundupan, dan cara lainnya, karena tidak sedikit bukti yang terdokumentasi di media," kata AB Solissa.
Terlebih kata dia, Kementerian Pertambangan dan Perminyakan Afganistan Mohammad Rasool Aqab mengklaim bahwa batu-batu yang mengandung hingga 30 persen lithium, dipindahkan secara diam-diam dari Nuristan dan Kunar.
Baca juga: Pengungsi Afganistan Buka Baju Saat Sidang di Pengadilan Negeri Medan: Ini Permasalahannya
"Banyak yang menduga hal ini dilakukan China dengan cepat untuk merespon meningkatnya permintaannya lithium dan kobalt sebagai salah satu bahan baku industri, salah satunya mobil listrik," jelas dia.
Selain di Afganistan, China juga disebut melakukan investasi besar di Amerika Latin termasuk Argentina, Bolivia, Meksiko, dan Chile. Serta di Afrika seperti Zimbabwe, Namibia, dan Kongo untuk aset mineral.
"Beberapa analis mencatat bahwa perusahaan China berinvestasi dalam pasokan litium di Amerika Latin dan Afrika bahkan ketika harga litium rendah sebagai bagian dari rencana jangka panjang mereka untuk memastikan pasokan unsur tanah jarang," ujar AB Solissa.