Siap Bikin Gentar Jepang dan Korea, Korut Pamer Rudal Balistik Hwasong Terbaru di Parade Militer
Pyongyang menampilkan rudal balistik berkemampuan nuklir yakni Hwasong-17 dan Hwasong-18 terbaru serta drone serang baru.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, SEOUL – Korea Utara pamer kekuatan militer untuk menggetarkan negara-negara tetangganya seperti Korea Selatan dan Jepang serta negara Barat melalui penyelenggaraan parade militer terbesar di Kota Pyongyang, Kamis (27/7/2023) malam waktu setempat.
Dalam parade militer tersebut, Pyongyang menampilkan rudal balistik berkemampuan nuklir yakni Hwasong-17 dan Hwasong-18 terbaru serta drone serang baru.
“Parade militer tersebut turut dihadiri oleh pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, Delegasi China dan Rusia, termasuk Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu,” kata KCNA.
Menurut kantor berita Pemerintah Korea Utara KCNA, parade militer tersebut diadakan untuk memperingati 70 tahun berakhirnya Perang Korea, yang dirayakan Pyongyang sebagai "Hari Kemenangan".
Peluncuran Rudal Balistik
Parade militer tersebut digelar sepekan pasca Korea Utara menembakkan sejumlah rudal balistik ke arah Laut Kuning yang berada di antara China dan semenanjung Korea.
Menurut Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS), peluncuran terbaru rudal balistik Korea Utara terjadi pada Sabtu (22/7/2023) pagi waktu setempat.
"Otoritas intelijen Korea Selatan dan Amerika Serikat sedang menganalisis peluncuran sembari memantau tanda-tanda kegiatan tambahan," kata JCS.
Baca juga: Luncurkan Rudal Hwasong-18, Korea Utara Pamer Kekuatan Militer Strategis
Sebelumnya, Pyongyang juga telah meluncurkan dua rudal balistik usai berlabuhnya kapal selam Amerika Serikat di Pelabuhan Korea Selatan.
Baca juga: Lagi, Korea Utara Tembakkan Rudal Balistik ke Laut, 3 Hari setelah Luncurkan Hwasong-17
"Kami mengutuk keras peluncuran rudal balistik berturut-turut Korea Utara sebagai tindakan provokatif yang merusak perdamaian dan stabilitas Semenanjung Korea serta masyarakat internasional, dan jelas merupakan pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB," kata JCS.