Jepang Buang Air Limbah Nuklir ke Laut, Warga Korea Selatan Gelar Aksi Protes, 16 Orang Ditangkap
Korea Selatan menangkap pengunjuk rasa kedutaan saat Jepang melepaskan air limbah nuklir Fukushima.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Setidaknya 16 orang di Seoiul Korea Selatan ditangkap atas aksi protes terhadap pelepasan air limbah radioaktif dari fasilitas nuklir Fukushima di Jepang.
Mengutip Independent, Jepang mulai melepaskan satu juta metrik ton air radioaktif ke Samudera Pasifik pada hari Kamis (24/8/2023).
Puluhan orang berkumpul di luar kedutaan Jepang di Seoul untuk mengungkapkan kemarahan atas pembuangan air limbah itu, meski sudah dinyatakan aman.
Mereka yang ditangkap diduga mencoba menerobos masuk gedung kedutaan.
Pemerintah China telah menyuarakan penolakan keras terhadap rencana pembuangan air tersebut.
Pada hari Kamis, China mengumumkan larangan baru impor makanan laut dari Jepang sebagai tanggapannya.
Baca juga: Dunia Hari Ini: Jepang Mulai Buang Air Bekas Radiasi Nuklir ke Lautan
Langkah ini bertujuan untuk mencegah risiko kontaminasi radioaktif terhadap pangan yang disebabkan oleh pembuangan air yang terkontaminasi nuklir di Fukushima Jepang, dan untuk melindungi kesehatan konsumen China, ungkap departemen bea cukai China dalam sebuah pernyataan.
Kementerian luar negeri China dengan tegas menentang rencana tersebut.
Kementerian itu mengatakan bahwa pembuangan air yang terkontaminasi merupakan masalah keselamatan nuklir yang besar, menambahkan bahwa hal tersebut “bukanlah urusan pribadi Jepang saja”.
Tokyo Electric Power Company Holdings (Tepco), operator pembangkit listrik, memulai pelepasan air pada pukul 13.03 waktu setempat.
Media lokal mengatakan bahwa operasi pelepasan awal berjalan lancar tanpa adanya anomali yang dilaporkan.
Selama sekitar 17 hari ke depan, Tepco akan melepaskan sekitar 7.800 ton air olahan ke laut.
Pemerintah Jepang bersikukuh bahwa tindakan tersebut diperlukan yang bertujuan untuk menonaktifkan fasilitas nuklir Fukushima sepenuhnya.
Meskipun ada jaminan dari Jepang dan persetujuan dari penyelidikan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) selama dua tahun yang menganggap air tersebut aman untuk dilepaskan, beberapa negara tetangga masih was-was terhadap rencana tersebut, dan China menjadi kritikus terbesar.