Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Nyata Pemagang Jepang Dapat Makian Kasar dari CEO Jepang

Pemerintah Jepang mulai membuka kenyataan saat ini.  Tidak sedikit pemagang asing di Jepang yang mendapat perlakuan tidak benar di perusahaan Jepang.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Kisah Nyata Pemagang Jepang Dapat Makian Kasar dari CEO Jepang
Ist
Farid Wajdi kelahiran Medan 23 Juni 1981 berada di dekat stasiun Umeda Osaka tanggal 3 Januari 2007 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Pemerintah Jepang mulai membuka kenyataan saat ini.  Tidak sedikit pemagang asing di Jepang yang mendapat perlakuan tidak benar di perusahaan Jepang

Salah satunya ternyata mantan pemagang Farid Wajdi kelahiran Medan 23 Juni 1981 yang sempat mendapat makian kasar dari CEO sebuah perusahaan di Jepang. Kini Farid sudah kembali ke kampung halamannya di Medan.

"Saya  kenshu (pemagang) dari IMM  saat itu tahun keberangkatan 2005 bulan Agustus," kata Farid khusus kepada Tribunnews.com hari Jumat (1/9/2023).

Perjanjian dari Indonesia jenis kerjanya tobi atau mendirikan perancah bangunan gedung bertingkat. Namun  sampai Jepang, tepatnya di Kumamoto jenis kerjanya 'boringgu mashin' (pengeboran lereng gunung agar tidak longsor) - pengeboran daikoken/air panas untuk onsen.

"Namanya juga  masih kenshusei takut ya sama peraturan yang ada. Lalu setelah   naik jadi jisshu pada tahun ke.2, dan   sudah jadi senpai bagi adik-adik  kenshu yang baru datang, saya  protes ke perusahaan - kenapa yang masih kenshu sudah di haruskan ikut lembur, padahal peraturan bagi kenshu yang belum setahun datang  dilarang lembur."

Perlu diketahui, perusahaan saya saat itu memakai anak dari "IMM dan JIAEC".

Berita Rekomendasi

"Saat   protes ada  anak JIAEC statusnya senpai  (senior)  dan saya  masih kohai (yunior). Mereka ada 3 orang."

Sewaktu   protes itu, kohai   ada 6 orang (yang 3 orang statusnya  baru datang sekitar 4 bulan ke Jepang dan yang 3 orang lagi sudah jadi jisshusei. 

"Saya  sebagai senpai dan yang seangkatan   di perusahaan ada 3 termasuk  saya."

"Saat protes tersebut, anak IMM melarang berangkat kerja. Karena kalaipun kerja, lemburan anak kenshu tidak  bakal di terima, alasan lain ini mengikuti peraturan, (masih kenshu dilarang ikut lembur) dan lemburan kami yang sebagai jisshusei tidak penuh kami terima. Hitungan lembur selama 1 bulan bisa mencapai 60 jam, tapi yang diterima sekitar 30 jam saja."

Akhirnya datang lah utusan dari  IMM dan rekannya.

"Di tempat kami tinggal, saya  disidang atas kelakuan ya. Katanya, saya nanti  dipulangkan kalau mengulanginya lagi."

"Karena jawaban nya tidak memuaskan, akhirnya kami dari anak IMM menyurati dirjen ketenagakerjaan yang ada di Indonesia tentang perlakuan perusahaan dan jenis kerja yang tidak sesuai tersebut."

Entah apa yang terjadi, selama 2 minggu kami merasa nyaman kerja, "Tidak ada anak yang masih kenshu ikut lembur, dan dijanjikan perusahaan, lemburan kami yang sudah jisshu akan dibayar sesuai jam kerja.

Tapi hal itu ternyata berlaku cuma 2 minggu saja. Nyatanya riida (leader) kami di lapangan ternyata tidak mengikuti peraturan yang ada, tetap saja polanya begitu tidak berubah.

"Yang biasanya saya kerja dengan  riida lainnya dan anak shaco (CEO) akhirnya saya  di oper kerja dengan  shacou yang terkenal kibishi (keras)."

"Selama itu ya saya sering di maki-maki  sacho (CEO) tersbeut dengan  bahasa kasar dialek Kumamoto. Padahal kadang tidak mengerti kesalahan saya apa."

Kejadian itu sekitar bulan Februari   2007.

"Saya sering dicari kesalahan. Lalu di awal bulan Juli  saya di jemput IMM  untuk di pulangkan ke indonesia, dengan negosiasi entah bagaimana tetap saya akan dipulangkan hari itu juga."

"Saat itu saya minta bantuan seseorang di Tokyo untuk penjelasan status saya kenapa   dipulangkan."

"Tetapi tetap saja dari  IMM    harus pulang. Katanya saya  di perusahaan jadi provokator, dan membahayakan bagi kohaitachi (yunior) bahkan membahayakan status perusahaan."

Dari siang hingga malam negosiasi tidak dapat  dilakukan. Jam sudah pukul 10 malam karena dari kota kecil pinggiran Kumamoto menuju Fukuoka makan waktu.

"Akhirnya saya di bawa ke ryoukan (tempat penginapan) milik perusahaan untuk di inapkan di ryoukan tersebut menunggu pagi esok untuk berangkat ke bandara Fukuoka."

"Karena niat di Jepang saya  belum berhasil, akhirnya malam itu juga saya  kabur, dari ryoukan menuju stasiun Kumamoto."

Esok paginya     naik densha (lereta api) menuju stasiun Fukuoka . Sampai Fukuoka   naik Shinkansen  menuju Tokyo, "Dan saya kabur serta bekerja  di peternakan ayam. Tapi akhirnya kerja ke Anjo - Aichiken."

"Saya pulang lapor ke imigrasi Nagoya bulan Februari  2009."

"Bulan  Agustus 2016   kembali ke Jepang rencana mau ryouko  (jalan-jalan) saja di ongkosin kawan yang sudah menikah dengan orang Jepang."

Tapi kemudian malah dapat tawaran kerja senban di koujo (pabrik), dan saat itu bertahan cuma 10 bulan, karena gaji nya banyak potongan dari broker kawan sendiri, "Lalu saya pulang juga lapor ke imigrasi Nagoya tahun 2017 bulan Mei."

Zaryu card saat di bandara di minta pihak imigrasi. Sempat ditanya, "Kira-kira kapan mau ke Jepang lagi?"

"Saya men jawab kalau  ada pekerjaan, saya bersedia ke Jepang lagi untuk bekerja," papar Farid mengakhiri wawancara dengan Tribunnews.com.

Sementara itu bagi para pecinta Jepang dapat bergabung gratis ke dalam whatsapp group Pecinta Jepang dengan mengirimkan email ke: info@sekolah.biz  Subject: WAG Pecinta Jepang. Tuliskan Nama dan alamat serta nomor whatsappnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas