Hacker Korea Utara Diduga Curi Ratusan Juta Kripto untuk Danai Program Nuklir
Hacker yang terkait dengan Korea Utara dilaporkan mencuri ratusan juta kripto untuk mendanai program senjata nuklir rezim Presiden Kim Jong Un.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Hacker yang terkait dengan Korea Utara dilaporkan mencuri ratusan juta kripto untuk mendanai program senjata nuklir rezim Presiden Kim Jong Un, penelitian mengungkapkan.
Sepanjang tahun ini, dari Januari hingga 18 Agustus 2023, hacker yang berafiliasi dengan Korea Utara mencuri kripto senilai $200 juta atau Rp 3 triliun.
Nilai tersebut terhitung lebih dari 20 persen dari semua kripto yang dicuri tahun ini, menurut perusahaan intelijen blockchain TRM Labs.
“Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan nyata dalam ukuran dan skala serangan siber terhadap bisnis terkait mata uang kripto yang dilakukan oleh Korea Utara," kata TRM Labs dalam diskusi bulan Juni dengan para ahli Korea Utara.
"Hal ini bertepatan dengan percepatan nyata dalam program rudal nuklir dan balistik negara tersebut,” jelas TRM Labs.
Baca juga: Kemajuan Teknologi Blockchain dan Ekosistem Kripto Dorong Pertumbuhan Ekonomi Lokal
TRM Labs menambahkan rezim Kim Jong Un mungkin semakin fokus dengan serangan dunia maya untuk mendanai aktivitas proliferasi senjatanya.
Secara terpisah, perusahaan analisis blockchain Chainalysis juga mengungkapkan temuannya.
Dalam laporan Chainalysis bulan Februari, “sebagian besar ahli setuju bahwa pemerintah Korea Utara menggunakan aset curian ini untuk mendanai program senjata nuklirnya.”
Misi Tetap Korea Utara untuk PBB di New York, sebuah misi diplomatik rezim Korea Utara untuk PBB, tidak menanggapi permintaan komentar CNBC.
"Mereka membutuhkan setiap dolar yang mereka bisa. Dan ini jelas merupakan cara yang lebih efisien bagi Korea Utara untuk menghasilkan uang," kata Analis Intelijen, TRM Labs, Nick Carlsen.
Sanksi PBB
Sejak uji coba nuklir pertama Korea Utara pada tahun 2006, PBB telah menjatuhkan banyak sanksi terhadap Korea Utara atas program nuklir dan rudal balistiknya.
Sanksi tersebut, yang mencakup larangan terhadap jasa keuangan, mineral, logam dan senjata, bertujuan untuk membatasi akses Korea Utara terhadap sumber pendanaan yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan nuklirnya.
Baca juga: Data Sensitif Inggris Bobol, Hacker Sebut Informasi Penangkal Nuklir Didapatkan
Bulan lalu, FBI memperingatkan perusahaan kripto bahwa hacker yang terkait dengan Korea Utara berencana untuk “mencairkan” kripto senilai $40 juta Rp 609 miliar.
Badan tersebut juga mengatakan telah mengidentifikasi dan menghentikan pencurian serta pencucian mata uang virtual yang dilakukan Korea Utara pada bulan Januari.
“Mereka berada di bawah tekanan ekonomi yang cukup serius akibat sanksi internasional," ucap Carlsen.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)