Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lagu Halo-Halo Bandung Dijiplak Jadi Halo Kuala Lumpur, Ini Respons Pemerintah Indonesia

Pemerintah meminta masyarakat di seluruh dunia, khususnya Malaysia, untuk memahami pentingnya pelindungan hak cipta dan menghargai karya orang lain.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Lagu Halo-Halo Bandung Dijiplak Jadi Halo Kuala Lumpur, Ini Respons Pemerintah Indonesia
IST/Humas DJKI Kemenkumham
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI), Min Usihen. 

Viral Lagu Halo-Halo Bandung Dijiplak Jadi Halo Kuala Lumpur, Ini Respons Pemerintah Indonesia

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lagu berjudul Halo Kuala Lumpur yang diunggah oleh channel YouTube: Lagu Kanak TV, viral di media sosial. 

Lagu tersebut diduga melanggar hak cipta atas karya lagu Halo-Halo Bandung ciptaan Ismail Marzuki.

Pelanggaran hal cipta terjadi karena dianggap telah mengambil musik dan mengubah lirik aslinya.

Perlu diketahui bahwa karya cipta lagu Halo, Halo Bandung pertama kali diumumkan pada tanggal 1 Mei 1946 dan saat ini telah tercatat di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dengan nomor permohonan EC00202106966.

Baca juga: Ini Lirik Lagu Malaysia Helo Kuala Lumpur Nadanya Diduga Jiplak Halo-halo Bandung

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI), Min Usihen, mengatakan menghargai hak cipta dan menghormati karya orang lain adalah prinsip dasar dalam menjaga keberlanjutan ekosistem kreatif, budaya, dan ekonomi. 

BERITA REKOMENDASI

Oleh karena itu, masyarakat di seluruh dunia diingatkan untuk memahami pentingnya pelindungan hak cipta dan menghargai karya orang lain.

“Sebagaimana diketahui, hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu kita tidak bisa mengubah karya milik orang lain tanpa persetujuan pencipta maupun pemegang hak cipta,” tutur Min dalam keterangan tertulis, Kamis (14/9/2023).

“Di dalam karya cipta tersebut ada hak moral dan hak ekonomi milik pencipta maupun pemegang hak cipta yang harus kita ketahui dan hormati,” tambahnya.

Selanjutnya, Min menyampaikan bahwa apabila ingin menggunakan sebagian maupun secara keseluruhan terhadap suatu karya orang lain haruslah meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta maupun pemegang hak cipta. 

Hal ini sebagai wujud untuk menghargai hak moral pencipta atas karya tersebut.

“Jika kita kesulitan menghubungi pencipta maupun pemegang hak cipta untuk meminta izin, setidaknya kita wajib mencantumkan credit atas karya tersebut milik siapa,” kata Min. 

Oleh karena itu, apabila ada orang maupun pihak lain yang mengambil musik atau pun mengubah lirik dari suatu karya lagu tanpa meminta izin dan tidak mencantumkan nama penciptanya, maka hal tersebut patut diduga sebagai bentuk pelanggaran hak cipta atas hak moral. 

Kemudian, apabila lagu tersebut diunggah ke platform digital tentunya tindakan itu juga akan merugikan pencipta dan pemegang hak cipta baik dari sudut pandang hak moral maupun hak ekonomi.

Lalu, bagaimana tindakan maupun upaya hukum untuk dugaan pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh warga negara lain?

Perlindungan Hak Cipta berlaku universal di seluruh negara yang telah meratifikasi Konvensi Bern, termasuk Indonesia yang juga merupakan anggota Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pengesahan Berne Convention For The Protection Of Literary And Artistic Work dan telah diundangkan pada tanggal 7 Mei 1997.

“Mengacu pada ketentuan Pasal 5 Konvensi Bern, maka Karya Cipta lagu Halo, Halo Bandung yang diciptakan Ismail Marzuki secara otomatis dilindungi di seluruh negara anggota Konvensi Bern yang sampai saat ini berjumlah 181 negara termasuk di Malaysia sebagai anggota konvensi Bern atas hak eksklusif yang dimiliki oleh Pencipta/Pemegang Hak Cipta atas lagu tersebut,” lanjut Min.

Kendati demikian, perlu dipahami pula bahwa dalam upaya penegakan hukum pelanggaran hak cipta di negara lain baik untuk hak moral dan/atau hak ekonomi, Konvensi Bern menyebutkan penggunaan azas independence of protection, yang artinya, pelindungan dan penegakan hukum hak cipta mengimplementasikan aturan hukum di negara di mana karya hak cipta tersebut dilanggar.

“Untuk itu, jika pencipta atau pemegang hak cipta Indonesia ingin menegakkan hak cipta di negara lain, maka gugatan dilaksanakan berdasarkan dengan Undang-Undang Hak Cipta di negara tersebut,” jelas Min.

Selanjutnya, Min menerangkan jika pencipta atau pemegang hak ciptanya sudah meninggal dunia maka ahli waris sebagai pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif untuk melarang atau mengizinkan pihak lain dalam melaksanakan hak cipta miliknya.

Namun apabila terjadi dugaan pelanggaran, penegakan hak cipta seharusnya diawali dengan pendekatan alternative dispute resolution (ADR).

Adapun, ADR adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kata sepakat (konsensus) yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa baik tanpa ataupun dengan bantuan para pihak ketiga yang netral. 

DJKI sebagai focal point kekayaan intelektual Indonesia dapat mengambil peran menjadi pihak netral yang menjembatani penyelesaian sengketa tersebut.

Terakhir, Min mengajak seluruh masyarakat dunia yang saling terhubung melalui internet untuk memahami pentingnya pelindungan hak cipta dan menghargai karya orang lain, dengan demikian kita dapat membangun ekosistem kekayaan intelektual yang lebih adil, kreatif, dan berkelanjutan. 

“Mari bersama-sama menjaga dan mendukung ekosistem kreatif yang beragam ini demi kebaikan bersama,” katanya.

Sebagai informasi, di Indonesia pelindungan hak cipta atas karya cipta lagu berlaku selama hidup pencipta ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia (Pasal 58 ayat 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta). 

Pencatatan hak cipta di Indonesia tidak diwajibkan, akan tetapi para kreator didorong untuk mencatatkannya di DJKI sebagai bagian dari upaya defensif apabila suatu ketika terjadi klaim dari pihak lain yang merugikan pencipta atau pemegang hak cipta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas