Presiden Korea Selatan Peringatkan Rusia soal Kerja Sama Persenjataan dengan Korea Utara
Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol menghadiri sidang Majelis Umum PBB di New York pada Rabu (20/9/2023).
Penulis: Farrah Putri Affifah
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol menghadiri sidang Majelis Umum PBB di New York pada Rabu (20/9/2023).
Yoon Suk Yeol juga terlihat berpidato di depan Majelis Umum PBB dan para pemimpin dunia.
Dalam pidatonya, ia memperingatkan kepada para pemimpin dunia mengenai kemungkinan kerja sama antara Korea Utara dan Rusia.
Hal tersebut merujuk pada kunjungan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un ke Rusia pada pekan lalu.
Kunjungan Kim adalah untuk bertemu dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Dalam pertemuan tersebut, keduanya mengatakan akan bekerja sama dalam masalah pertahanan.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari ke-575: Polandia Tidak akan Lagi Mempersenjatai Ukraina
Namun mereka tidak menjelaskan secara spesifik.
Hal tersebut tentunya membuat Korea Selatan dan sekutunya termasuk Amerika Serikat merasa tidak nyaman.
Diketahui, Rusia merupakan salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Oleh karena itu, Yoon Suk Yeol mengatakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB harus lebih memperhatikan apapun yang dilakukan untuk menghindari norma-norma internasional yang berbahaya.
“Adalah sebuah paradoks jika seorang anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yang dipercaya sebagai penjaga utama perdamaian dunia, akan berperang dengan menyerang negara berdaulat lainnya dan menerima senjata dan amunisi dari rezim yang secara terang-terangan melanggar resolusi Dewan Keamanan,” kata Yoon, dikutip dari Yahoo News.
Baca juga: Bertemu Wakil Gubernur Gyeongsangbuk-do Korea Selatan, Ketua MPR RI Puji Gerakan Desa Membangun
Menurutnya, pertukaran informasi dan persenjataan antara Korea Utara dan Rusia ini juga tidak dapat diterima karena akan menjadi provokasi langsung.
“Kesepakatan antara Rusia dan DPRK (akronim nama resmi Korea Utara, Republik Demokratik Rakyat Korea) akan menjadi provokasi langsung yang mengancam perdamaian dan keamanan tidak hanya Ukraina tetapi juga Republik Korea,” katanya.
Menurut para ahli asing, Rusia dan Korea Utara berusaha mencapai kesepakatan transfer senjata yang melanggar resolusi Dewan Keamanan.
Kedua negara berada dalam perselisihan besar dengan Barat, dan keduanya berada di bawah sanksi internasional.
Kerja sama Rusia dan Korea Utara ini membuat Korea Selatan gelisah.
Pasalnya, transfer teknologi senjata canggih Rusia akan membantu Korea Utara memperoleh satelit mata-mata yang berfungsi, yaitu kapal selam bertenaga nuklir dan rudal yang lebih kuat.
Selama bertahun-tahun, Korea Utara telah meningkatkan persenjataan nuklir.
Tentunya hal tersebut meningkatkan ketagangan.
Ketika menghadapi konflik, Korea Utara mengacam akan menggunakan senjata nuklir.
Pada tahun lalu Korea Utara juga telah melalukan uji coba rudal.
Menurut Yoon, program nuklir dan rudal ini sangat mengancam perdamaian Republik Korea.
“Program nuklir dan rudal Republik Rakyat Demokratik Korea tidak hanya menimbulkan ancaman langsung dan nyata terhadap perdamaian Republik Korea, namun juga merupakan tantangan serius terhadap perdamaian di kawasan Indo-Pasifik dan di seluruh dunia,” kata Yoon.
Sementara Korea Selatan telah menyatakan akan mendukung Ukraina dalam perang ini.
Pada KTT G20 di India awal bulan ini, Yoon mengatakan Seoul akan menyumbang 300 juta dollar atau sekitar Rp 4,6 T ke Ukraina tahun depan.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.