Pembunuhan Keluarga Jurnalis Al Jazeera, Wael al-Dahdouh: Mereka Balas Dendam Lewat Anak-anak Kami
Kepala Biro Bahasa Arab Al Jazeera, Wael Al-Dahdouh kehilangan istri, putra dan putrinya dalam serangan udara Israel.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Garudea Prabawati
Banyak media memuji pekerjaannya dan mengungkapkan kesedihan mendalam untuk Dahdouh, pria yang terbiasa meliput tragedi dan kini harus menghadapi tragedinya sendiri.
Baca juga: Nasib Al Jazeera, Sekjen PBB versus Sikap AS yang Melanggengkan Konflik
Kabar kematian anggota keluarga Dahdouh menyebar dengan cepat di media sosial.
Pengguna media sosial membagikan gambar Dahdouh yang putus asa atau klip jurnalis Al Jazeera itu menahan air mata saat menyampaikan berita.
Bahkan orang-orang yang belum mengetahui namanya, mengatakan bahwa pembunuhan keluarga jurnalis Al Jazeera tersebut sudah menjadi buah bibir semua orang.
Setidaknya 24 jurnalis tewas dalam perang Israel-Hamas, termasuk 20 warga Palestina, tiga warga Israel, dan Abdallah dari Lebanon.
Amerika Sempat Minta Emir Qatar agar Liputan Perang di Gaza Dikurangi
Serangan terhadap keluarga jurnalis Al Jazeera ini terjadi hanya beberapa minggu setelah Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken meminta emir Qatar untuk mengurangi liputan Al Jazeera Arab tentang perang di Gaza.
Penghormatan dan simpati mengalir untuk Dahdouh atas terbunuhnya anggota keluarganya.
"Anak-anak, perempuan dan orang tua kami dibunuh ketika mereka sedang duduk," kata Ali, jurnalis WAFA.
Baca juga: Mossad Turun Tangan, Israel Segera Blokir Liputan Al Jazeera di Gaza dan Palestina
Seorang jurnalis dan penulis Palestina yang tinggal di Gaza mengatakan kepada Al Jazeera, ia melihat Wael sebagai mercusuar pemberitaan yang berani.
"Saya sedang mendengarkan siaran langsung ketika dia menerima berita pembunuhan anggota keluarganya. Itu mengejutkan saya melihat dia terdiam di layar," imbuhnya.
"Serangan ini tidak hanya menimpa Wael dan keluarganya saja, tapi seluruh warga Gaza," kata Ahmed al-Yazil, seorang mahasiswa media dan komunikasi massa di Gaza.
"Israel berusaha untuk membungkam suara Wael dan setiap warga Palestina yang mencoba melaporkan realitas kehidupan di bawah pendudukan dan perang. Tapi itu tidak akan berhasil, bahkan jika kita kehilangan orang yang kita cintai," ucapnya.
"Instagram saya dipenuhi orang-orang yang membagikannya sejak kemarin," Aya Mhanna (38), seorang psikolog klinis Lebanon yang sekarang tinggal di Istanbul, mengatakan kepada Al Jazeera.
"Ini adalah berita yang mengejutkan," kata Maan Al-Haj Ali, seorang jurnalis yang bekerja untuk Kantor Berita WAFA Palestina.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)