Senior Hamas: AS Bisa Terlibat Perang Israel, Kami Tolak Bebaskan Sandera Militer
Berikut ini hasil wawancara Financial Times dengan senior Hamas di Lebanon, yang menolak bebaskan sandera IDF, sebut AS bisa terlibat perang Israel.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Anggota senior Hamas di Lebanon, Ali Barakeh, mengatakan terkejut dengan reaksi Amerika Serikat (AS) terhadap kekerasan baru-baru ini di Gaza.
Diketahui, AS mengirimkan ribuan tentara dan sepasang kapal induk ke wilayah dekat perairan Gaza.
Menurutnya, ini mengisyaratkan AS dapat ikut berperang di kubu Israel, setelah menyatakan dukungan kepada negara itu untuk menghancurkan Hamas.
"Kami tidak mengharapkan tanggapan sebesar ini dari Amerika Serikat," kata Ali Barakeh dalam wawancara dengan Financial Times, Jumat (27/10/2023).
Hamas, katanya, hanya mengharapkan respon dari Israel yang mereka serang pada Sabtu (7/10/2023) pagi.
“Respon Israel? Ya, kami mengharapkan itu,” katanya.
“Tetapi yang kami lihat sekarang adalah masuknya AS ke dalam pertempuran, dan hal ini tidak kami duga," lanjutnya.
Baca juga: Israel Matikan Internet saat Perluas Operasi di Gaza, Hamas: Zionis Ingin Tutupi Kejahatan
Ali Barakeh mengatakan Hamas memiliki setidaknya 40.000 pejuang di barisannya.
Sebagian besar pasukan Hamas bermarkas di jaringan terowongan luas yang dibangun di bawah Gaza.
“Kami telah bersiap untuk serangan darat,” tambahnya.
Ia menjelaskan kompleks bawah tanah tersebut memiliki persediaan yang cukup untuk berbulan-bulan.
AS Kirim Militer di Dekat Israel
AS mengerahkan dua kelompok penyerang kapal induk ke Mediterania, segera setelah serangan Hamas ke Israel pada Sabtu (7/10/2023)
Selain itu, AS mengirim sebuah kapal serbu amfibi yang membawa 2.000 pelaut dan marinir ke Israel.
Para pejabat AS mengatakan tindakan itu dimaksudkan untuk menghalangi pihak luar, termasuk Iran, agar tidak terlibat perang di Gaza.
Hamas Bahas soal Pembebasan Sandera
Baca juga: AS Diduga Desak Qatar Batasi Berita Al Jazeera soal Perang Israel dan Hamas
Dalam wawancara dengan Financial Times tersebut, anggota senior Hamas, Ali Barakeh, mengatakan serangan Hamas di wilayah Israel pada 7 Oktober lalu adalah tanggapan terhadap kejahatan pendudukan Israel.
Ali Barakeh mengungkapkan tidak ada seorang pun di luar sayap militer Hamas mengetahui rencana serangan itu, termasuk pemimpin politik senior sekalipun.
Lebih lanjut, Hamas siap untuk membebaskan sandera Israel yang mereka tahan sejak serangan dimulai pada Sabtu (7/10/2023), dengan syarat.
Hamas menyandera lebih dari 200 orang termasuk warga sipil, WNA dari AS, Thailand dan Eropa.
Sejauh ini, Hamas telah membebaskan empat orang sandera yang dibantu oleh Qatar.
Baca juga: Serangan Darat Israel ke Gaza Dimulai, Hamas Siap Melawan, Yakin Netanyahu Tak Akan Menangkan Apapun
Qatar berusaha menjamin pembebasan semua sandera, namun Hamas meminta Israel menghentikan pemboman di Gaza agar bahan bakar dan bantuan dapat masuk ke wilayah itu.
"Hamas akan membebaskan sandera asing dengan imbalan gencatan senjata selama lima hari. Untuk membebaskan warga sipil Israel, akan ada syarat tambahan," katanya.
Sementara itu, perwakilan Hamas tersebut mengatakan tidak akan melepaskan satu pun tentara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) yang menjadi sandera.
Sandera tentara Israel hanya akan dibebaskan untuk pertukaran dengan tahanan warga Palestina yang ada di penjara Israel.
Konflik Hamas Palestina vs Israel
Konflik terbaru ini terjadi setelah militan Hamas Palestina menyerang wilayah Israel setelah menerobos perbatasan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10/2023) pagi, yang menewaskan 1.400 warga Israel.
Israel membalas serangan Hamas di Gaza, yang berniat membebaskan 200 warga Israel yang disandera Hamas dan menghancurkan sistem Hamas di sana.
Hingga Jumat (27/10/2023), jumlah korban meninggal mencapai lebih dari 7.326 orang tewas dan lebih dari 18.967 orang terluka sejak pertempuran Hamas-Israel di mulai pada Sabtu (7/10/2023), dikutip dari Al Arabiya.
Selain itu, lebih dari 100 petugas kesehatan tewas dan 15 dari 35 rumah sakit serta 57 layanan kesehatan dasar tidak dapat berfungsi.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.