Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Untuk Pertama Kalinya, Joe Biden Serukan Jeda Terkait Serangan Israel ke Gaza, Begini Penjelasannya

Presiden AS Joe Biden akhirnya menyerukan untuk jeda sesaat terkait serangan Israel ke Gaza.

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
zoom-in Untuk Pertama Kalinya, Joe Biden Serukan Jeda Terkait Serangan Israel ke Gaza, Begini Penjelasannya
MIRIAM ALSTER / KOLAM RENANG / AFP
Presiden AS Joe Biden bergabung dengan Perdana Menteri Israel untuk memulai rapat kabinet perang Israel, di Tel Aviv pada 18 Oktober 2023, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Palestina Hamas. 

TRIBUNNEWS.com - Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, menyerukan jeda terkait serangan Israel ke Gaza untuk pertama kalinya.

Seruan ini disampaikan setelah pidato kampanyenya pada Rabu (1/11/2023), diinterupsi pengunjuk rasa yang menuntut gencatan senjata pada perang Israel vs Hamas.

"Saya pikir kita perlu jeda," ungkap Biden, Rabu, dikutip dari AlJazeera.

Saat ditanya apa maksud dari seruannya itu, Biden menyebut ini adalah "waktunya untuk mengeluarkan para tahanan" - mengacu pada sandera yang ditahan Hamas.

Ia juga mengatakan, selama jeda tersebut, pihaknya mendesak untuk mengevakuasi semua warga Amerika yang terjebak di wilayah Gaza yang terkepung.

Baca juga: Profil Craig Mokhiber, Direktur HAM PBB yang Mundur, Kecewa PBB Tak Bisa Tangani Pembantaian di Gaza

Pernyataan Biden itu menandai perubahan posisi Gedung Putih, yang sebelumnya menyatakan tidak akan mendikte bagaimana Israel melakukan operasi militernya.

Sebelumnya, Juru Bicara Gedung Putih, John Kirby, mengatakan tidak akan membatasi Israel.

BERITA REKOMENDASI

Bahkan, Kirby menyatakan AS akan terus mendukung negara Zionis itu.

"Kami tidak menarik garis merah untuk Israel."

"Kami akan terus mendukung mereka," katanya pekan lalu.

Pada Jumat (27/10/2023), AS adalah satu di antara 14 negara di PBB yang memilih "tidak" terhadap resolusi Majelis Umum yang menyerukan "gencatan senjata".

Sejauh ini, AS adalah sekutu terkuat Israel yang turun mengirimkan bantuan bernilai jutaan dolar setiap tahunnya.

Baru-baru ini, Biden telah meminta Kongres untuk menyetujui paket bantuan militer senilai 14,3 miliar dolar AS kepada Israel.

Biden telah menghadapi tekanan yang semakin besar dari aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), sesama pemimpin dunia, dan bahkan anggota progresif dari Partai Demokrat.

Ia didesak untuk mengendalikan Israel yang menyerang Gaza tanpa henti.

Biden menghadapi reaksi keras dari warga Amerika keturunan Arab, yang merupakan konstituen penting di Partai Demokrat, karena dukungannya kuat terhadap Israel.

Dukungan terhadap Biden dari kalangan Amerika-Arab anjlok hingga 17 persen, menurut survei yang dilakukan oleh lembaga think-tank Arab American Institute (AAI).

Israel Serang Kamp Pengungsi Jabalia

KAMP PENGUNGSI DIBOM- Kamp pengungsi di Jabalia dibom dengan 6 bom buatan Amerika oleh pesawat tempur Israel, masing-masing berbobot satu ton bahan peledak, dan korban dilaporkan lebih dari 400 orang.
KAMP PENGUNGSI DIBOM- Kamp pengungsi di Jabalia dibom dengan 6 bom buatan Amerika oleh pesawat tempur Israel, masing-masing berbobot satu ton bahan peledak, dan korban dilaporkan lebih dari 400 orang. (tangkapan layar/Palestine Info Center)

Baca juga: Sikap Dua Raksasa Asia di Perang Gaza, Jepang Ikut AS Sanksi Hamas, China Hapus Israel di Peta

Di hari yang sama Joe Biden menyerukan jeda, Israel kembali menyerang Jabalia, kamp pengungsi terbesar di Gaza, Rabu.

Serangan tersebut merupakan serangan kedua setelah Israel juga menggempur Jabalia pada Selasa (31/10/2023).

Dalam serangan pada Selasa, Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas mengatakan lebih dari 50 orang tewas.

Sementara itu, Israel mengklaim telah membunuh seorang komandan Hamas dalam serangan itu.

Kamp padat penduduk di utara Gaza yang terkepung itu mencakup area seluas 1,4 kilometer persegi.

Menurut PBB, ada sekitar 116.000 pengungsi terdaftar di kamp Jabalia.

Kepala Kemanusiaan PBB, Martin Griffiths, mengecam serangan yang menargetkan Jabalia, setelah kunjungan dua hari ke Israel dan wilayah pendudukan Palestina.

"Ini hanyalah kekejaman terbaru yang menimpa masyarakat Gaza, di mana pertempuran telah memasuki fase yang lebih mengerikan dengan konsekuensi kemanusiaan yang juga semakin mengerikan," ujar dia dalam sebuah pernyataan, masih dikutip dari AlJazeera.

Ia mengatakan, "Dunia tampaknya tidak mampu, atau tidak mau untuk bertindak.

Griffiths juga menambahkan, "Hal ini tidak dapat dibiarkan terus-menerus. Kami membutuhkan perubahan langkah."

"Kami membutuhkan pihak-pihak yang bertikai untuk sepakat menghentikan sementara pertempuran."

Agar, lanjutnya, bantuan yang sangat dibutuhkan dapat masuk ke Gaza.

Militer Israel kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengatakan jet tempur milik mereka telah menyerang kompleks komando dan kendali Hamas di Jabalia.

Israel mengklaim dalam serangan itu mereka berhasil menewaskan Kepala Unit Rudal Anti-tank Hamas, Muhammad A'sar.

Baca juga: Rudal Jelajah Buatan Iran yang Ditembakkan Kelompok Houthi ke Israel Justru Dijatuhkan Yordania

"Hamas sengaja membangun infrastruktur di bawah, di sekitar, dan di dalam gedung-gedung sipil, dengan sengaja membahayakan warga sipil di Gaza," kata pernyataan itu.

Sejak serangan 7 Oktober 2023 lalu, setidaknya 8.796 warga Palestina tewas, sedangkan dari sisi Israel berjumlah lebih dari 1.400.

Selain korban tewas, infrastruktur dan fasilitas lainnya di Gaza mengalami kerusakan, bahkan ditutup, karena gempuran Israel.

Di bawah ini merupakan daftar infrastruktur dan fasilitas di Gaza yang hancur per 28 Oktober 2023:

- 183.000 perumahan warga rusak, dimana 28.500 di antaranya hancur;

- 221 gedung sekolah rusak;

- 36 rumah sakit diserang;

- 50 ambulans rusak;

- 11 fasilitas sanitasi air hancur.

Direktur HAM PBB Mengundurkan Diri

Direktur Kantor Komisaris Tinggi HAM di New York, Craig Mokhiber.
Direktur Kantor Komisaris Tinggi HAM di New York, Craig Mokhiber. (Dok. PBB)

Pada Sabtu (28/10/2023), Direktur Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, Craig Mokhiber, menulis surat pengunduran diri yang ditujukan kepada Komisaris Tinggi PBB di Jenewa, Volker Truk.

Dalam surat itu, ia mengatakan, "Ini akan menjadi komunikasi terakhir saya kepada Anda" dalam perannya sebagai Direktur Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM di New York, AS.

Dikutip dari The Guardian, Mokhiber yang mundur setelah mencapai usia pensiun, menulis, "Sekali lagi, kita melihat genosida terjadi di depan mata kita dan organisasi tempat kita bekerja tampaknya tidak berdaya untuk menghentikannya."

Ia mengatakan PBB telah gagal mencegah genosida sebelumnya terhadap Tutsi di Rwanda, Muslim di Bosnia, Yazidi di Kurdistan Irak, hingga Rohingya di Myanmar.

Baca juga: 8 Unit Pasukan Khusus Elite Israel yang Dikerahkan ke Gaza, Analis AS: Siap-siap Ditonjok di Muka

Di suratnya kepada Truk itu, Mokhiber juga menulis, "Komisaris Tinggi kami gagal lagi."

"Pembantaian besar-besaran terhadap rakyat Palestina saat ini, yang berakar pada ideologi pemukim kolonial etno-nasionalis, merupakan kelanjutan dari penganiayaan dan pembersihan sistematis yang telah berlangsung selama beberapa dekade."

Ia juga mengatakan AS, Inggris, dan sebagian besar negara di Eropa tidak hanya "menolak untuk memenuhi kewajiban perjanjian mereka" berdasarkan Konvensi Jenewa, "tetapi juga mempersenjatai serangan Israel dan memberikan perlindungan politik dan diplomatik terhadap konflik tersebut."

Surat pengunduran diri Mokhiber itu tidak menyebutkan serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan.

Mokhiber hanya bicara soal serangan Israel dan menyerukan agar negara Israel diakhiri secara efektif.

"Kita harus mendukung pembentukan negara sekuler yang demokratis dan tunggal di wilayah Palestina yang bersejarah, dengan hak yang sama bagi umat Kristen, Muslim, dan Yahudi," ujar dia.

"Dan oleh karena itu, penghapusan kelompok-kelompok yang sangat rasis, pemukim - proyek kolonial dan mengakhiri apartheid di seluruh negeri," imbuh dia.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas