Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sejarah Panjang Konflik Israel-Palestina, Genosida yang Bermula dari Pencurian Tanah

Simak sejarah panjang konflik Israel-Palestina yang berubah menjadi genosida. Bermula dari pencurian tanah saat migrasi Yahudi ke Palestina.

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Sejarah Panjang Konflik Israel-Palestina, Genosida yang Bermula dari Pencurian Tanah
AFP/KENA BETANCUR
Spanduk bertuliskan "Warga Palestina Harus Merdeka" terlihat saat orang-orang berdemonstrasi menyerukan gencatan senjata di tengah perang antara Israel dan Hamas, di Stasiun Grand Central di New York City pada 27 Oktober 2023. 

Mereka hidup di bawah kependudukan militer yang dikontrol ketat selama hampir 20 tahun, sebelum mereka akhirnya diberikan kewarganegaraan Israel.

Mesir kemudian mengambil alih Jalur Gaza, dan pada 1950, Yordania memulai pemerintahan administratifnya atas Tepi Barat.

Pada 1964, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dibentuk, dan setahun kemudian, partai politik Fatah didirikan.

Naksa atau Perang Enam Hari dan pemukimannya

Asap mengepul saat tentara Israel menghancurkan sebuah rumah di kamp Asker untuk pengungsi Palestina di sebelah timur kota Nablus di Tepi Barat yang diduduki, dini hari pada 8 Agustus 2023.
Asap mengepul saat tentara Israel menghancurkan sebuah rumah di kamp Asker untuk pengungsi Palestina di sebelah timur kota Nablus di Tepi Barat yang diduduki, dini hari pada 8 Agustus 2023. (JAAFAR ASHTIYEH / AFP)

Di tanggal 5 Juni 1947, Israel menduduki sisa wilayah bersejarah Palestina, termasuk Jalur Gaza, Tepi Barat, Yerusalem Timur, Dataran Tinggi Golan Suriah, dan Semenanjung Sinai Mesir, selama Perang Enam Hari melawan koalisi tentara Arab.

Bagi sebagian warga Palestina, hal ini menyebabkan perpindahan paksa kedua kalinya.

Kejadian ini dikenal dengan Naksa yang berarti "kemunduran" dalam bahasa Arab.

Pada bulan Desember 1967, Front Populer Marxis-Leninis untuk Pembebasan Palestina dibentuk.

Berita Rekomendasi

Selama dekade berikutnya, serangkaian serangan dan pembajakan pesawat oleh kelompok sayap kiri, menarik perhatian dunia terhadap penderitaan warga Palestina.

Pembangunan pemukiman dimulai di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang diduduki.

Sistem dua tingkat diciptakan, dimana pemukim Yahudi diberikan semua hak dan keistimewaan sebagai warga negara Israel.

Sementara, warga Palestina harus hidup di bawah pendudukan militer yang mendiskriminasi mereka dan melarang segala bentuk ekspresi politik atau sipil.

Intifada pertama (1987-1993)

Warga Palestina bersatu dalam solidaritas di kota Ramallah, Tepi Barat, pada 17 Oktober 2023.
Warga Palestina bersatu dalam solidaritas di kota Ramallah, Tepi Barat, pada 17 Oktober 2023. (Jaafar ASHTIYEH / AFP)

Intifada Palestina pertama meletus di Jalur Gaza pada Desember 1987, setelah empat warga Palestina tewas saat truk Israel bertabrakan dengan dua van yang membawa pekerja Palestina.

Protes menyebar cepat ke Tepi Barat dimana pemuda Palestina melemparkan batu ke tank dan tentara Israel.

Hal ini juga menyebabkan berdirinya gerakan Hamas, sebuah cabang dari Ikhwanul Muslimin yang terlibat dalam perlawanan bersenjata melawan kependudukan Israel.

Respons keras tentara Israel dirangkum dalam kebijakan "Patah Tulang Mereka" yang dianjurkan oleh Menteri Pertahanan saat itu, Yitzhak Rabin.

Aksi ini mencakup pembunuhan mendadak, penutupan universitas, deportasi aktivis, dan penghancuran rumah.

Intifada terutama dilakukan oleh kaum muda dan diarahkan oleh Kepemimpinan Nasional Terpadu Pemberontakan, sebuah koalisi faksi politik Palestina yang berkomitmen mengakhiri pendudukan Israel dan membangun kemerdekaan Palestina.

Pada 1988, Liga Arab mengakui PLO sebagai satu-satunya perwakilan rakyat Palestina.

Intifada ditandai mobilisasi rakyat, protes massal, pembangkangan sipil, pemogokan yang terorganisasi dengan baik, dan kerja sama komunal.

Menurut organisasi hak asasi manusia (HAM) Israelm, B'Tselem, 1.070 warga Palestina dibunuh oleh pasukan Zionis selama Intifada, termasuk 237 anak-anak.

Lebih dari 175.000 warga Palestina ditangkap.

Tahun-tahun Oslo dan Otoritas Palestina

Pengunjuk rasa Palestina bertopeng berlari melalui asap gas air mata selama bentrokan dengan pasukan Israel menyusul protes untuk mengecam
Pengunjuk rasa Palestina bertopeng berlari melalui asap gas air mata selama bentrokan dengan pasukan Israel menyusul protes untuk mengecam "pawai bendera" nasionalis tahunan melalui Yerusalem, dekat pemukiman Beit El di pintu masuk utara ke kota Ramallah di Tepi Barat yang diduduki pada 29 Mei , 2022. - Ribuan orang Israel memulai "pawai bendera" nasionalis tahunan melalui Yerusalem yang secara teratur memicu kemarahan Palestina, setahun setelah ketegangan di Kota Suci yang disengketakan meledak menjadi perang. Sekitar 3.000 polisi dikerahkan untuk acara yang menandai penaklukan Israel tahun 1967 atas Yerusalem timur, rumah kompleks masjid Al-Aqsa yang terletak di tempat yang dipuja orang Yahudi sebagai Temple Mount. (Photo by ABBAS MOMANI / AFP) (AFP/ABBAS MOMANI)

Intifada pertama berakhir dengan penandatanganan Perjanjian Oslo pada 1993, dan pembentukan Otoritas Palestina (PA), sebuah pemerintahan sementara yang diberikan pemerintahan mandiri terbatas di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang diduduki.

PLO mengakui Israel berdasarkan solusi dua negara dan secara efektif menandatangani perjanjian yang memberi Israel kendali atas 60 persen Tepi Barat, serta sebagian besar sumber daya tanah dan air di wilayah tersebut.

PA seharusnya memberikan jalan bagi pemerintah Palestina terpilih pertama yang menjalankan negara merdeka di Tepi Barat dan Jalur Gaza, yang ibu kotanya di Yerusalem Timur, namun hal itu tidak pernah terjadi.

Kritik terhadap PA memandang organisasi tersebut sebagai subkontraktor korup bagi pendudukan Israel yang bekerja sama dengan militer Israel dalam menekan perbedaan pendapat dan aktivisme politik melawan Israel.

Di tahun 1995, Israel membangun pagar elektronik dan tembok beton di sekitar Jalur Gaza, menghentikan interaksi antara wilayah Palestina yang terpecah.

Intifada kedua

Sebuah gambar menunjukkan mesin yang bekerja di landasan bekas bandara Atarot (Bandara Internasional Yerusalem), yang telah ditutup untuk lalu lintas sipil sejak pecahnya intifada (pemberontakan) Palestina kedua pada tahun 2000, dekat desa Qalandia antara kota Tepi Barat Ramallah dan Yerusalem timur yang dicaplok Israel pada 25 November 2021.
Sebuah gambar menunjukkan mesin yang bekerja di landasan bekas bandara Atarot (Bandara Internasional Yerusalem), yang telah ditutup untuk lalu lintas sipil sejak pecahnya intifada (pemberontakan) Palestina kedua pada tahun 2000, dekat desa Qalandia antara kota Tepi Barat Ramallah dan Yerusalem timur yang dicaplok Israel pada 25 November 2021. (AHMAD GHARABLI / AFP)

Intifada kedua dimulai pada 28 September 2000, saat pemimpin oposisi Likud, Ariel Sharon, melakukan kunjungan provokatif ke kompleks Masjidil Al-Aqsa dengan ribuan pasukan keamanan dikerahkan di dalam dan sekitar Kota Tua Yerusalem.

Sebagai informasi, Sharon kemudian menjadi Perdana Menteri Israel periode 2001-2006.

Bentrokan antara pengunjuk rasa Palestina dan pasukan Israel yang berlangsung selama dua hari itu menewaskan lima warga Palestina, juga melukai 200 orang.

Insiden ini memicu pemberontakan bersenjata yang meluas.

Selama Intifada kedua, Israel menyebabkan kerusakan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap perekonomian dan infrastruktur Palestina.

Israel kembali menduduki wilayah yang diperintah oleh Otoritas Palestina, dan memulai pembangunan tembok pemisah, yang seiring maraknya pembangunan pemukiman, menghancurkan mata pencaharian dan komunitas warga Palestina.

Pemukiman ilegal menurut hukum internasional, namun selama bertahun-tahun, ratusan ribu pemukim Yahudi pindah ke koloni yang dibangun di atas tanah Palestina yang dicuri.

Ruang bagi warga Palestina semakin menyempit lantaran jalan-jalan dan infrastruktur yang hanya diperuntukkan bagi pemukim membelah Tepi Barat yang diduduki.

Momen itu memaksa kota-kota Palestina menjadi bantustan, yaitu daerah kantong terisolasi bagi warga kulit hitam Afrika Selatan yang diciptakan oleh rezim apartheid di negara tersebut.

Saat Perjanjian Oslo ditandatangani, lebih dari 110.000 pemukim Yahudi tinggal di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.

Saat ini, jumlahnya mencapai lebih dari 700.000 orang.

Mereka tinggal di lebih dari 100.000 hektar (390 mil persegi) tanah yang dicuri dari Palestina.

Perpecahan Palestina dan blokade Gaza

Tentara Israel melacak pergerakan kendaraan medis di sepanjang jalan dekat kota utara Kiryat Shmona dekat perbatasan dengan Lebanon pada tanggal 31 Oktober 2023 di tengah meningkatnya ketegangan lintas batas antara Hizbullah dan Israel ketika pertempuran berlanjut di selatan dengan militan Hamas di Gaza Mengupas.
Tentara Israel melacak pergerakan kendaraan medis di sepanjang jalan dekat kota utara Kiryat Shmona dekat perbatasan dengan Lebanon pada tanggal 31 Oktober 2023 di tengah meningkatnya ketegangan lintas batas antara Hizbullah dan Israel ketika pertempuran berlanjut di selatan dengan militan Hamas di Gaza Mengupas. (Jalaa MAREY / AFP)

Pemimpin PLO, Yasser Arafat, meninggal pada 2004.

Setahun kemudian, Intifada kedua berakhir, pemukiman Israel di Jalur Gaza dibongkar, dan tentara Israel serta 9.000 pemukim meninggalkan daerah kantong tersebut.

Setahun kemudian, warga Palestina memberikan suara dalam pemilihan umum untuk pertama kalinya.

Hamas memenangkan suara mayoritas. Namun, pecah perang saudara Fatah-Hamas yang berlangsung berbulan-bulan dan mengakibatkan kematian ratusan warga Palestina.

Hamas mengusir Fatah dari Jalur Gaza, dan Fatah – partai utama Otoritas Palestina – kembali menguasai sebagian Tepi Barat.

Pada Juni 2007, Israel memberlakukan blokade darat, udara, dan laut di Jalur Gaza, menuduh Hamas melakukan “terorisme”.

Serangan di Jalur Gaza

Orang-orang berjalan di sepanjang jalan ketika kepulan asap membubung di latar belakang serangan Israel di kamp pengungsi Bureij di Jalur Gaza tengah pada 2 November 2023, ketika pertempuran antara Israel dan gerakan Hamas Palestina terus berlanjut.
Orang-orang berjalan di sepanjang jalan ketika kepulan asap membubung di latar belakang serangan Israel di kamp pengungsi Bureij di Jalur Gaza tengah pada 2 November 2023, ketika pertempuran antara Israel dan gerakan Hamas Palestina terus berlanjut. (MAHMUD HAMS / AFP)

Israel telah melancarkan empat serangan militer berkepanjangan di Gaza, yaitu pada 2008, 2012, 2014, dan 2021.

Ribuan warga Palestina telah terbunuh, termasuk anak-anak, serta puluhan ribu rumah, sekolah, dan gedung perkantoran hancur.

Pembangunan kembali hampir mustahil dilakukan karena pengepungan oleh Israel menghalangi material konstruksi, seperti baja dan semen, untuk mencapai Gaza.

Serangan tahun 2008, melibatkan penggunaan senjata yang dilarang secara internasional seperti gas fosfor.

Pada 2014, dalam kurun waktu 50 hari, Israel membunuh lebih dari 2.100 warga Palestina, termasuk 1.462 warga sipil dan hampir 500 anak-anak.

Selama serangan itu, yang disebut Operasi Pelindung Tepi oleh Israel, 11.000 warga terluka, 20.000 rumah hancur, dan setengah juta orang mengungsi.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas