DPR Turki Boikot Coca-cola dan Produk Nestle dari Menu di Kafe dan Resto: Dianggap Dukung Israel
Pernyataan parlemen Turki itu mengumumkan kalau produk coca-cola akan disingkirkan dari menu yang dijual di kantin, kafe, dan resto lembaga tersebut.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Parlemen Turki Coret Coca-cola dan Produk Nestle dari Menu di Kantin, Kafe, dan Resto
TRIBUNNEWS.COM - Parlemen Turki dilaporkan memboikot produk Coca-Cola dan Nestle dari restoran-restoran di area gedungnya karena dugaan dukungan produsen produk tersebut terhadap Israel.
Pernyataan parlemen Turki mengumumkan, produk-produk itu akan disingkirkan dari menu yang dijual di kantin, kafe, dan resto lembaga tersebut.
“Diputuskan bahwa produk perusahaan yang mendukung Israel tidak akan dijual di restoran, kafetaria, dan kedai teh di kampus parlemen,” tulis pernyataan tersebut, Selasa (7/11/2023).
Baca juga: Damprat Rusia, Iran, dan Korut, Zelensky Sebut Israel Bisa Bertindak di Luar Hukum Internasional
Ketua Parlemen, Numan Kurtulmus disebutkan menjadi sosok yang mengambil keputusan tersebut.
Namun begitu pernyataan parlemen Turki tersebut tidak mengidentifikasi secara khusus perusahaan-perusahaan mana yang dinilai mendukung Israel.
Sebuah sumber mengatakan, dilansir Reuters, kalau minuman Coca-Cola dan kopi instan Nestle adalah satu-satunya merek yang dicoret dari menu.
"Keputusan ini diambil karena permintaan masyarakat," bunyi laporan tersebut.
Di media sosial, para aktivis menyerukan masyarakat untuk memboikot barang-barang Israel dan perusahaan-perusahaan Barat yang mendukung serangan mereka terhadap Gaza.
Turki Tarik Diplomat Tapi Belum Putus Hubungan Diplomatik dengan Israel
Turki diketahui telah menarik Duta Besarnya untuk Israel serta menghapuskan nama Benjamin Netanyahu sebagai pihak yang bisa diajak berkomunikasi.
Turki pada Sabtu mengatakan pihaknya menarik duta besarnya untuk Israel dan memutuskan hubungan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Langkah Turki itu dilakukan sebagai protes atas pembantaian warga sipil di Gaza.
Ankara mengumumkan keputusan tersebut menjelang kunjungan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken ke Turki.
Sekutu Palestina, Turki, sebelumnya pada bulan lalu telah memperbaiki hubungan yang rusak dengan Israel.
Namun kini hubungan mereka telah kembali rusak.
Ankara memperkeras sikapnya terhadap Israel dan para pendukungnya di Barat – khususnya Amerika Serikat – ketika pertempuran meningkat dan jumlah korban tewas di kalangan warga sipil Palestina melonjak.
Kementerian luar negeri Turki mengatakan duta besar Sakir Ozkan Torunlar dipanggil kembali ke Turki.
Penarikan duta besar ini terkait dengan tragedi kemanusiaan yang terjadi di Gaza yang disebabkan oleh serangan terus-menerus oleh Israel terhadap warga sipil, dan penolakan Perdana Menteri Israel untuk menerima gencatan senjata".
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel Lior Haiat menyebut langkah tersebut sebagai langkah lain dari presiden Turki yang berpihak pada Hamas.
Namun Hamas mengeluarkan pernyataan yang memuji keputusan tersebut dan mendesak Turki untuk memberikan tekanan pada Presiden (Joe) Biden dan pemerintahannya.
Sehingga bantuan kemanusiaan dan medis dapat menjangkau orang-orang yang terkepung di Jalur Gaza.
Pasukan Israel telah membobardir kota terbesar di Gaza ketika mencoba untuk menyerang Hamas sebagai pembalasan atas serangan tanggal 7 Oktober ke Israel.
Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza mengatakan sekitar 9.500 orang – sebagian besar perempuan dan anak-anak – telah tewas dalam serangan Israel dan serangan darat yang semakin intensif.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan kepada wartawan bahwa dia menganggap Netanyahu secara pribadi bertanggung jawab atas meningkatnya jumlah korban warga sipil di Jalur Gaza.
“Netanyahu bukan lagi seseorang yang dapat kami ajak bicara. Kami telah mengabaikannya,” media Turki mengutip pernyataan Erdogan.
Kementerian luar negeri Israel akhir pekan lalu mengatakan pihaknya mengevaluasi kembali hubungan dengan Ankara karena retorika Turki yang semakin memanas mengenai perang Israel-Hamas.
Sebelumnya mereka telah menarik semua diplomat dari Turki dan negara-negara regional lainnya sebagai tindakan pencegahan keamanan.
Erdogan mengatakan pada hari Sabtu bahwa Turki tidak mampu sepenuhnya memutuskan kontak diplomatik antara kedua pihak.
“Memutus hubungan sama sekali tidak mungkin dilakukan, terutama dalam diplomasi internasional,” kata Erdogan.
Dia mengatakan kepala badan intelijen MIT Ibrahim Kalin mempelopori upaya Turki untuk mencoba menengahi diakhirinya perang.
“Ibrahim Kalin sedang berbicara dengan pihak Israel. Tentu saja dia juga sedang bernegosiasi dengan Palestina dan Hamas,” kata Erdogan.
Namun dia mengatakan Netanyahu memikul tanggung jawab utama atas kekerasan tersebut dan telah kehilangan dukungan dari warganya sendiri.
“Yang perlu dia lakukan adalah mengambil langkah mundur dan menghentikan hal ini,” kata Erdogan.
Pemimpin Turki telah mengambil sikap yang jauh lebih hati-hati pada hari-hari pertama perang.
Israel dan Turki baru tahun lalu setuju untuk mengangkat kembali duta besar mereka setelah satu dekade kedua negara tidak menjalin hubungan baik.
Mereka juga melanjutkan diskusi mengenai proyek pipa gas alam yang didukung AS yang dapat menjadi landasan bagi kerja sama yang lebih jangka panjang di tahun-tahun mendatang.
Erdogan mengatakan pemerintah Israel berperilaku seperti Penjahat Perang.
Erdogan memimpin unjuk rasa besar-besaran di Istanbul akhir pekan lalu dan menuduh pemerintah Israel berperilaku seperti “penjahat perang” dan berusaha “membasmi” warga Palestina.
(oln/mbarir/aljzr/rtrs/*)