Asal-usul Black Friday, Istilah yang Digunakan setelah Perayaan Thanksgiving
Black Friday merupakan istilah yang muncul setelah perayaan Thanksgiving dirayakan. Berikut asal-usul istilah Black Friday.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Sehari setelah perayaan Thanksgiving, terdapat istilah Black Friday.
Black Friday merupakan istilah yang paling populer di Amerika Serikat (AS) yang sering dianggap sebagai hari pertama musim belanja liburan.
Di AS, Black Friday merupakan hari di mana masyarakat menjadi sangat sibuk untuk berbelanja.
Black Friday biasanya dilakukan pada hari Jumat keempat di bulan November.
Pada tahun 2023, Black Friday jatuh pada tanggal 24 November hari ini.
Nama Black Friday juga digunakan untuk merujuk pada tanggal 24 September 1869, tanggal terjadinya kepanikan finansial di AS yang dipicu oleh spekulan emas.
Baca juga: Sejarah Black Friday: Berawal dari Peristiwa Krisis Keuangan Jadi Perayaan Hari Berbelanja
Lantas, bagaimana asal-usul istilah Black Friday?
Dikutip dari Dictionary.com, banyak orang percaya bahwa istilah Black Friday berakar pada arti hitam yang menunjukkan keuntungan.
Secara historis, warna hitam diasosiasikan dengan hari-hari tekanan ekonomi dibandingkan dengan hari-hari kesuksesan komersial yang pesat.
Black Friday pertama terjadi pada tahun 1869 setelah pemodal Jay Gould dan pengusaha kereta api James Fisk berusaha menyudutkan pasar emas, yang pada akhirnya mengakibatkan kepanikan finansial dan jatuhnya pasar.
Kurang lebih 60 tahun kemudian, pada tanggal 29 Oktober 1929, jatuhnya pasar saham lainnya yang disebut sebagai Black Tuesday menandai dimulainya Great Depression atau Depresi Hebat.
Baca juga: Apa Itu Thanksgiving? Perayaan yang Diperingati Setiap Kamis Akhir Bulan November
Asal muasal Black Friday pasca Thanksgiving terletak pada pengertian hitam yang berarti "ditandai dengan bencana atau kemalangan".
Pada tahun 1950-an, para manajer pabrik pertama kali menyebut hari Jumat setelah Thanksgiving sebagai Black Friday karena begitu banyak pekerja mereka yang memutuskan untuk tidak masuk kerja, sehingga memperpanjang liburan akhir pekan.
Sekitar 10 tahun kemudian, Black Friday digunakan oleh polisi lalu lintas Philadelphia untuk menggambarkan hari setelah Thanksgiving, karena mereka harus bekerja dalam shift 12 jam dalam lalu lintas yang buruk.
Pengunjung berbondong-bondong ke kota untuk memulai belanja liburan mereka, dan terkadang hari belanja populer ini bertepatan dengan pertandingan sepak bola tahunan Angkatan Darat-Angkatan Laut AS.
Istilah ini populer di kalangan pembeli dan pedagang di Philadelphia, dan dari sana istilah ini menyebar ke seluruh negeri.
Baca juga: Chuseok, Perayaan Thanksgiving Day Ala Orang Korea, Seperti Apa Kemeriahannya?
Tahun 1980-an membawa mitologi Black Friday seperti yang kita kenal sekarang.
Meskipun frasa berwarna hitam dan merah digunakan dalam dunia bisnis untuk menggambarkan untung dan rugi, penjelasan tentang salah satu hari belanja tersibuk dalam setahun ini baru muncul pada tahun 1980-an, sekitar 20 tahun setelah frasa Black Friday muncul.
Kepanikan Pasar Sekuritas
Dalam sejarah AS, Black Friday merupakan kepanikan pasar sekuritas yang terjadi pada 24 September 1896 akibat anjloknya harga saham dan harga emas.
Dikutip dari Britannica, kecelakaan itu merupakan konsekuensi dari upaya pemodal Jay Gould dan raja kereta api James Fisk untuk memojokkan pasar emas dan menaikkan harga.
Baca juga: Fakta-fakta Hari Thanksgiving: dari Sejarah, Tradisi hingga Kontroversinya
Skema ini bergantung pada upaya untuk menjauhkan emas dari pasar, yang diatur oleh para manipulator melalui pengaruh politik.
Ketika Presiden AS Ulysses S. Grant akhirnya menyadari skema tersebut, dia memesan emas pemerintah senilai $4.000.000 untuk dijual di pasar.
Hal ini memecahkan masalah dan harga emas anjlok, mengakibatkan kepanikan yang juga menyeret jatuhnya pasar saham.
Black Friday secara signifikan merugikan perekonomian AS dan reputasi pemerintahan Grant.
(Tribunnews.com/Whiesa)