3 Mahasiswa Keturunan Palestina Ditembak di Vermont AS, Pelaku Serang Korban Tanpa Berkata Apa-apa
Tiga mahasiswa keturunan Palestina ditembak di Vermont, AS. Mereka mengenakan kuffiyah saat seorang pria kulit putih menyerang.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Pravitri Retno W
Keluarga-keluarga korban meminta penegak hukum untuk melakukan penyelidikan menyeluruh, termasuk memperlakukan kasus ini sebagai kejahatan rasial.
“Kami tidak akan merasa tenang sampai pelaku penembakan diadili."
"Kami perlu memastikan bahwa anak-anak kami dilindungi, dan kejahatan keji ini tidak terulang kembali."
“Tidak ada keluarga yang harus menanggung rasa sakit dan penderitaan ini."
"Anak-anak kami adalah siswa berdedikasi yang berhak untuk fokus pada studi dan membangun masa depan mereka.”
Ketiga siswa tersebut masih dirawat di rumah sakit pada hari Minggu.
Dua dalam kondisi stabil, sementara satu orang menderita luka yang jauh lebih serius, menurut polisi.
Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), organisasi advokasi dan hak-hak sipil Muslim terbesar di AS, menawarkan hadiah $10.000 bagi mereka yang memberikan informasi mengenai pelaku.
CAIR juga meminta otoritas penegak hukum negara bagian dan federal di Vermont untuk menyelidiki kemungkinan motif bias dalam penembakan tersebut.
Senator Bernie Sanders, mengeluarkan pernyataan di situs media sosial X, menyebut penembakan itu peristiwa mengejutkan dan sangat mengecewakan.
“Kebencian tidak mempunyai tempat di sini, atau di mana pun,” kata Sanders.
"Saya menantikan penyelidikan penuh. Perhatian saya tertuju pada mereka dan keluarga mereka."
Mengutip meningkatnya jumlah kejahatan kebencian dalam negeri terhadap Muslim, Arab dan Yahudi, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS mengeluarkan peringatan bulan lalu bahwa semakin intensifnya perang antara Israel dan Hamas akan membuat AS berada dalam lingkungan ancaman yang semakin tinggi.
Dalam penilaian intelijen, Departemen Keamanan Dalam Negeri memperingatkan potensi serangan kebencian antisemit dan Islamofobia yang lebih besar di Amerika Serikat.
“Serangan kekerasan yang ditargetkan mungkin meningkat seiring dengan berlanjutnya konflik,” kata departemen tersebut.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)