Irak: Konflik Regional akan Meluas Jika Perang Israel-Hamas Terus Berlanjut
Irak melihat adanya potensi pecahnya konflik regional jika gencatan senjata antara Israel dengan kelompok militan Palestina Hamas
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, BAGHDAD – Irak melihat adanya potensi pecahnya konflik regional jika gencatan senjata antara Israel dengan kelompok militan Palestina Hamas tidak diubah menjadi gencatan senjata permanen.
“Seluruh kawasan berada di ambang konflik dahsyat yang mungkin melibatkan semua orang, dan sejauh mana perluasannya atau bagaimana mengendalikan dan menghentikannya tidak diketahui,” kata Farhad Alaadin, penasehat urusan luar negeri Irak.
“Oleh karena itu, kami melihat gencatan senjata apa pun dalam konflik ini bermanfaat dan penting pada tahap ini, pertama-tama, bagi rakyat Palestina dan Gaza, dan bagi semua negara di kawasan, termasuk Irak,” sambungnya.
Baca juga: Kementerian Kesehatan Gaza Berhasil Buka Kembali Instalasi Dialisis di RS Al-Shifa
Pemboman dahsyat Israel di Gaza sebagai respons terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 telah menarik kelompok-kelompok bersenjata yang bersekutu dengan Iran di wilayah tersebut, termasuk Hizbullah Lebanon dan beberapa faksi Irak, yang hampir setiap hari melakukan serangan terhadap pasukan Israel dan Amerika Serikat (AS).
Hingga saat ini, belum ada laporan serangan terhadap pasukan AS di Irak atau Suriah sejak Israel dan Hamas memulai gencatan senjata pada Jumat (24/11/2023).
Patuhi Aturan Gencatan Senjata
Beberapa faksi bersenjata utama Irak yang berada di balik serangan baru-baru ini, termasuk Kataib Sayyid al-Shuhada dan Kataeb Hezbollah telah mengumumkan akan mematuhi gencatan senjata di Gaza, tetapi juga mengindikasikan bahwa mereka akan melanjutkan serangan jika gencatan senjata tersebut berakhir.
Kataeb Hezbollah adalah bagian dari Pasukan Mobilisasi Populer (PMF) Irak, sebuah kelompok yang sebagian besar terdiri dari kelompok bersenjata Muslim Syiah yang dibentuk untuk melawan ISIS pada 2014 dan menjadi badan keamanan resmi di bawah komando perdana menteri.
Meskipun secara teknis merupakan bagian dari negara, beberapa faksi PMF yang paling kuat dan didukung Iran seringkali bertindak di luar rantai komando.