Investigasi Sebut Tembakan Tank Israel Tewaskan Jurnalis Reuters Issam Abdallah di Lebanon
Sebuah investigasi menyebutkan tewasnya jurnalis Reuters, Issam Abdallah di Lebanon akibat dari tembakan tank Israel pada 13 Oktober 2023 lalu.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Investigasi yang dilakukan oleh organisasi berita dan kelompok hak asasi manusia menunjukkan fakta terkait tewasnya jurnalis Reuters, Issam Abdallah, di Lebanon pada 13 Oktober 2023 lalu.
Seperti diketahui, tank Israel telah menewaskan Issam Abdallah dan melukai enam reporter di Lebanon pada 13 Oktober 2023 lalu.
Dikutip dari Reuters, tank Israel itu menembakkan dua peluru secara berurutan dari Israel ketika para jurnalis tengah merekam penembakan lintas batas.
Akibat dari tembakan tersebut, Issam Abdallah tewas dan seorang fotografer AFP, Christina Assi, terluka parah.
Para jurnalis ini berada di sekitar satu kilometer dari perbatasan Israel dekat Desa Alma al-Chaab di Lebanon.
Pihak Reuters pun telah berbicara dengan lebih dari 30 pejabat pemerintah dan keamanan, pakar militer, penyelidik forensik, pengacara, petugas medis, dan saksi untuk mengumpulkan rincian mengenai insiden tersebut.
Baca juga: Israel Kena Gempur Brigade Al-Qassam: 3 Tank Meledak, 70 Persen Pasukan Mundur dari Medan Perang
Reuters meninjau rekaman video berjam-jam dari delapan media di wilayah tersebut pada saat kejadian dan ratusan foto dari sebelum dan sesudah insiden serangan tank Israel, termasuk gambar satelit resolusi tinggi.
Sebagai bagian dari penyelidikannya, Reuters juga mengumpulkan dan memperoleh bukti dari lokasi kejadian termasuk pecahan peluru di tanah.
Organisasi Penelitian Ilmiah Terapan Belanda (TNO) telah memeriksa materi tersebut untuk Reuters di laboratoriumnya di Den Haag.
Temuan utama TNO adalah potongan logam besar tersebut adalah sirip ekor dari peluru tank kaliber 120 mm yang ditembakkan dengan senjata tank smoothbore yang diposisikan 1,34 km dari wartawan, di seberang perbatasan Lebanon.
Kelompok yang terdiri dari tujuh reporter dari AFP, Al Jazeera, dan Reuters semuanya mengenakan jaket antipeluru dan helm berwarna biru, sebagian besar bertuliskan "PRESS" dengan huruf putih.
Baca juga: Israel Telanjangi Pengungsi Gaza Utara: Diarak ke Jalan Lalu Diangkut Truk dengan Tangan Terikat
Ada jurnalis dari setidaknya tujuh media lain di dalam dan sekitar Alma al-Chaab hari itu.
"Bukti yang kami miliki sekarang, dan telah diterbitkan hari ini, menunjukkan bahwa awak tank Israel membunuh rekan kami Issam Abdallah," kata Pemimpin Redaksi Reuters, Alessandra Galloni.
"Kami mengutuk pembunuhan Issam. Kami menyerukan kepada Israel untuk menjelaskan bagaimana hal ini bisa terjadi dan meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas kematian dan cederanya Christina Assi dari AFP, rekan kami Thaier Al-Sudani dan Maher Nazeh, serta tiga jurnalis lainnya," katanya.
"Issam adalah jurnalis yang brilian dan bersemangat, yang sangat dicintai di Reuters," pungkasnya.
Reuters menyampaikan temuannya kepada Pasukan Pertahanan Israel (IDF) peluru tank ditembakkan dari dalam wilayah Israel.
Mereka pun mengajukan pertanyaan tambahan yang rinci, termasuk apakah pasukan Israel mengetahui mereka menembaki jurnalis.
Baca juga: Bombardir Gaza, Perluasan Hunian Israel Jalan Terus, Bakal Bangun 1.738 Unit Permukiman di Yerusalem
Tanggapan IDF
CNN telah meminta Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk mengomentari tuduhan tersebut.
Eylon Levy, juru bicara pemerintah Israel, mengatakan pada Kamis (7/12/2023), dia "tidak akrab" dengan laporan baru tersebut.
"Prinsip panduan dalam kampanye Israel melawan Hamas adalah kami menjunjung tinggi prinsip hukum internasional mengenai proporsionalitas, kebutuhan, perbedaan," kata Levy.
Baca juga: Foto Kedekatan Petinggi Hamas dengan Keluarga Nelson Mandela Bikin Panas Pendukung Zionis Israel
"Kami menargetkan Hamas, kami tidak menargetkan warga sipil," lanjutnya.
Juru bicara IDF, Richard Hecht, pada tanggal 14 Oktober menyebut kematian Abdallah sebagai "suatu hal yang tragis", tanpa menyebutkan namanya secara langsung atau mengakui keterlibatan Israel.
"Sebuah laporan diterima bahwa selama insiden tersebut, jurnalis terluka di daerah tersebut. Insiden ini sedang ditinjau," tulis IDF pada hari yang sama.
AFP dan HRW mengklaim dalam laporan mereka bahwa serangan tersebut adalah serangan yang "disengaja" dan ditargetkan oleh Israel terhadap para jurnalis.
"Kami tidak menargetkan jurnalis," ucap Hecht kepada Reuters saat dimintai pernyataan.
Baca juga: Teman Makan Teman, Netanyahu Gasak Biden dan Salahkan AS Saat Israel Gagal Lawan Hamas di Gaza
Dia tidak memberikan komentar lebih lanjut, kantor berita melaporkan.
Al Jazeera menuduh militer Israel "sengaja menargetkan jurnalis untuk membungkam media", dan mengatakan bahwa serangan tersebut adalah bagian dari "pola 'kekejaman berulang' terhadap jurnalis".
Investigasi Amnesty International tidak menemukan "indikasi adanya pejuang atau sasaran militer di lokasi serangan".
Sumber keamanan Lebanon mengatakan kepada CNN pada tanggal 13 Oktober, sebuah helikopter Apache Israel terlihat di lokasi serangan.
"Pasukan Israel mengerahkan menara observasi, elemen darat, dan aset udara untuk memantau perbatasan dengan cermat."
"Semua ini seharusnya memberikan informasi yang cukup kepada pasukan Israel bahwa mereka adalah jurnalis dan warga sipil dan bukan target militer," kata Amnesty dalam laporannya.
Baca juga: Jumlah Tentara dan Perwira Israel yang Tewas di Gaza Tinggi, tapi Dirahasiakan kata Pakar Militer
Wakil Direktur Regional Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Aya Majzoub, mengatakan penyelidikan terhadap insiden ini telah mengungkap bukti yang mengerikan.
Majzoub menambahkan, serangan langsung terhadap warga sipil dan serangan tanpa pandang bulu sangat dilarang oleh hukum kemanusiaan internasional.
"Dapat dianggap sebagai kejahatan perang," kata Majzoub.
Sementara itu, AFP dalam laporannya mengatakan bahwa serangan tank Israel pada insiden 13 Oktober adalah disengaja.
"Serangan itu ditargetkan," kata AFP.
Baca juga: AS-Israel Rebutan Balas Serang Ansarallah, Washington Desak Tel Aviv Tak Respons Rudal Houthi Yaman
Direktur berita global AFP, Phil Chetwynd, mengatakan dalam laporannya, pihaknya telah mengambil semua jalur hukum untuk insiden pada 13 Oktober itu.
"Memastikan bahwa kami bisa mendapatkan keadilan bagi Christina dan Issam," kata Chetwynd.
Berbicara pada hari Kamis di Washington, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan kematian Abdallah harus diselidiki.
Blinken mengatakan, berdasarkan pemahamannya bahwa Israel telah memulai penyelidikan semacam itu dan menekankan pentingnya menyelesaikannya.
Seorang juru bicara Pentagon mengatakan sebelumnya, badan tersebut tidak melakukan penilaian sendiri atas kematian Abdallah.
Namun, pihaknya terus mendesak Israel untuk melindungi warga sipil yang tidak bersalah, termasuk anggota pers.
(Tribunnews.com/Whiesa)