Saling Mengancam, Hamas Sebut Israel Biadab, Netanyahu Minta Hamas Menyerah: Ini adalah Akhir
Baru-baru ini, Hamas dan Israel saling mengancam satu sama lain. Hamas menyebut Israel biadab, sedangkan Netanyahu mendesak Hamas agar menyerah.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.com - Di tengah situasi Gaza yang semakin memprihatinkan, Hamas dan Israel saling mengancam satu sama lain.
Hamas memberikan peringatan pada Israel dan negara sekutunya, tidak ada sandera yang akan meninggalkan wilayah tersebut hidup-hidup kecuali tuntutan kelompok militan Palestina ini dipenuhi.
Hamas, lewat juru bicaranya, Abu Obeida, menyebut kepemimpnan Benjamin Netanyahu dan negara sekutu Israel arogan.
"Baik musuh fasis dan kepemimpinannya yang arogan, maupun para pendukungnya, tidak dapat mendapatkan sandera mereka hidup-hidup tanpa pertukaran dan negosiasi, serta memenuhi tuntutan perlawanan," kata Obeida dalam siaran televisi, mengacu pada pembebasan tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel, Minggu (10/12/2023), dilansir Al Arabiya.
Lebih lanjut, Obeida mengatakan Hamas akan terus melawan pasukan Israel.
Baca juga: Israel Buat Tim Rahasia, Rancang Tujuan di Jalur Gaza setelah Perangi Hamas
Menurutnya, Hamas tak punya pilihan lain selain melawan penjajah Zionis.
Hamas juga menilai serangan-serangan Israel adalah upaya negara Zionis itu untuk memusnahkan warga Palestina.
"Kami tidak punya pilihan selain melawan penjajah biadab ini di setiap lingkungan, jalan, dan gang," ucap Obeida.
"Pemusnahan yang dilakukan Israel bertujuan untuk mematahkan kekuatan kami, namun kami berperang di tanah kami dalam pertempuran suci," imbuh dia.
Di hari yang sama, Benjamin Netanyahu juga mengeluarkan ancaman, meminta kelompok militan itu menyerah.
Perdana Menteri Israel itu mengatakan akhir dari Hamas sudah dekat.
"Perang masih berlangsung, namun ini adalah awal dari berakhirnya Hamas."
"Saya katakan pada Hamas, ini sudah berakhir. Menyerahlah sekarang," ujar Netanyahu dalam sebuah pernyataan, Minggu, dikutip dari AFP.
"Dalam beberapa hari terakhir, puluhan anggota Hamas telah menyerah pada pasukan kami," sambung dia.
Meski demikian, militer Israel belum merilis bukti tersebut, dan Hamas menolak klaim Netanyahu.
Upaya untuk Gencatan Senjata Masih Berlangsung
Sementara itu, mediator Qatar mengatakan upaya terkait gencatan senjata selanjutnya dan membebaskan lebih banyak sandera sedang berlangsung.
Tapi, kata mediator Qatar, serangan Israel tanpa henti "mempersempit peluang" untuk mencapai hasil yang sukses.
Baca juga: Pakar Militer: Tentara Israel Terkejut dengan Kekuatan Hamas, Mereka Punya Ratusan Ribu Senjata
Sebelumnya, usulan gencatan senjata yang menjadi resolusi Dewan Keamanan PBB, menemui kebuntuan.
Pada Jumat (8/12/2023), Amerika Serikat (AS) menggunakan hak vetonya terkait resolusi itu.
Penggunaan hak veto AS itu mematahkan tuntutan gencatan senjata segera yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, dan negara-negara Arab.
Guterres telah mengadakan pertemuan darurat dengan Dewan Keamanan PBB setelah konflik berminggu-minggu.
"Uni Emirat Arab sangat kecewa," ujar perwakilan UEA yang mensponsori resolusi yang menyerukan gencatan senjata.
"Sayangnya, dewan ini (Dewan Keamanan PBB) tidak dapat menuntut gencatan senjata kemanusiaan."
AS mempertahankan hak vetonya dan menyerang pendukung resolusi itu.
AS mengkritik mereka karena terburu-buru mewujudkannya dan tidak mengubah seruan untuk gencatan senjata tanpa syarat.
“Resolusi ini masih berisi seruan untuk gencatan senjata tanpa syarat."
"Resolusi ini akan membuat Hamas dapat mengulangi apa yang mereka lakukan pada 7 Oktober,” kata Wakil Perwakilan AS di PBB, Robert Wood.
Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan, AS dapat menggunakan hak vetonya terhadap resolusi apapun.
Sementara itu, Inggris, yang juga anggota Dewan Kemanan PBB, abstain dalam pemungutan suara tersebut.
Menjelang pemungutan suara, Guterres mengatakan “kebrutalan yang dilakukan oleh Hamas tidak akan pernah bisa membenarkan hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina.”
Baca juga: Hubungan Antara Vladimir Putin dan Benjamin Netanyahu Retak, Ini Dua Cerita Berbeda Ungkap Keretakan
“Saya dengan tegas mengutuk serangan-serangan itu."
"Saya terkejut dengan laporan kekerasan seksual,” kata Guterres menjelang pemungutan suara.
Guterres menggunakan Pasal 99 Piagam PBB yang jarang digunakan untuk menarik perhatian DK PBB mengenai “masalah apapun yang menurut pendapatnya dapat mengancam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.”
Guterres telah mengupayakan “gencatan senjata kemanusiaan” untuk mencegah “bencana yang berpotensi menimbulkan dampak yang tidak dapat diubah bagi rakyat Palestina” dan seluruh Timur Tengah.
Setelah AS memveto resolusi tersebut, Wood mengatakan resolusi tersebut “berbeda dari kenyataan” dan “tidak akan mengambil tindakan nyata.”
Update Terkini Israel-Hamas
Dilansir AlJazeera, berikut ini update terkini terkait konflik Israel-Hamas per Senin (11/12/2023) pukul 07.00 waktu setempat:
- Rafah dan Khan Younis menjadi sasaran pemboman hebat sejak Senin dini hari, ketika Israel memperluas operasi militernya di selatan.
- Israel melakukan beberapa penggerebekan semalaman terhadap rumah-rumah di kota-kota di Tepi Barat.
- Badan kemanusiaan PBB melaporkan penangkapan ratusan pria Palestina yang mencari perlindungan di Gaza utara oleh tentara Israel pada 9 dan 10 Desember.
- Mesir dan Mauritania menerapkan Resolusi 377 dan Majelis Umum PBB akan mengadakan sesi khusus pada 15.00 waktu New York pada Selasa (12/12/2023), untuk membahas gencatan senjata segera.
- Rapat kabinet Israel berakhir tanpa keputusan mengenai izin kembalinya sebagian pekerja Palestina dari Tepi Barat, untuk bekerja di bidang pertanian dan konstruksi di Israel.
- Serangan militer Israel telah menewaskan hampir 300 warga Palestina dalam 24 jam.
- Brigade al-Quds, kelompok jihad Islam Palestina - telah mengklaim serangan mematikan terhadap pasukan khusus Israel yang menyebabkan lebih dari selusin pasukan komanda terbunuh atau terluka di Gaza.
Israel belum mengomentari dugaan serangan tersebut.
- WHO telah mendesak akses kemanusiaan segera dan tanpa hambatan ke Gaza. Ketua WHO menyebut situasi di Gaza sebagai "bencana".
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)