Mitos Kehebatan Buatan Barat Telah Runtuh, 14.000 Lapis Baja NATO Hancur di Ukraina
Pemimpin Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa kendaraan tempur buatan nagara-nagara anggota NATO hanya mitos saja
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Pemimpin Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa kendaraan tempur buatan nagara-nagara anggota NATO hanya mitos saja.
Dan kini mitos tersebut telah runtuh seiring kehancuran senjata-senjata lapis baja kiriman anggota NATO di medan perang Ukraina.
“Mitos mengenai kekebalan peralatan militer Barat telah runtuh,” kata Putin dikutip dari Russia Today, Rabu (20/12/2023).
Baca juga: Vladimir Putin Isyaratkan Mulai Melunak Terhadap Ukraina: Siap Berdialog, Termasuk dengan AS
Ribuan tank andalan produksi negara Barat kini hancur jadi sasaran senjata Rusia yang tak kenal ampun.
Jerman dan sejumlah negara yang menyumbangkan tank Leopard 2 harus mengakui kendaraan perang mereka hangus oleh artileri dan drone tentara Moskow.
Bahkan Inggris akhirnya membatalkan pengiriman tank Challenger yang mereka banggakan, karena beberapa tank yang sama hancur duluan oleh drone Rusia.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu mengatakan sebanyak 14.000 tank dan kendaraan sumbangan Barat di Ukraina hancur jadi makanan empuk mulai dari rudal hingga ranjau Rusia.
Sepanjang konflik Ukraina, negara-negara seperti AS, Jerman, Perancis, dan Inggris telah memasok ribuan peralatan militer berat canggih buatan Barat ke Kiev seperti tank Leopard 2, Abrams dan Challenger, infanteri Bradley.
Namun, pasukan Rusia telah berulang kali melaporkan adanya penghancuran atau penyitaan perangkat keras ini, yang sering disebut-sebut di media Barat lebih unggul dari apa pun yang ditawarkan Rusia.
Baca juga: Dugaan Ada Mata-mata, Panglima Ukraina Temukan Alat Penyadap di Kantornya
Awal bulan ini, tentara Rusia di Ukraina dilaporkan menyita sejumlah alat berat buatan AS dan Jerman.
Dalam video yang diposting oleh jurnalis Rusia Vladimir Soloviev, pasukan Rusia terlihat mendekati tank Leopard 2A4, yang tampaknya telah ditinggalkan oleh operator Ukraina karena tidak ada tanda-tanda kerusakan pada tank tersebut.
Pada bulan Agustus, Kementerian Pertahanan Rusia bahkan menyelenggarakan pameran persenjataan Barat yang direbut di dekat Moskow, memamerkan segala sesuatu mulai dari pengangkut personel lapis baja M-113 Amerika dan CV90-40 Swedia hingga tank AMX-10RCR beroda Prancis dan kendaraan lapis baja Bushmaster Australia.
Secara total, pameran tersebut menampilkan lebih dari 870 jenis persenjataan yang disita oleh pasukan Rusia, termasuk contoh peralatan buatan Soviet dan Ukraina.
Pada bulan Juli, Presiden Putin juga menyatakan bahwa persenjataan Barat yang dirampas akan “direkayasa ulang” untuk mengadopsi teknologi apa pun yang mungkin berguna bagi pasukan Rusia.
Kembangkan Senjata Sendiri
Saat ini Moskow sedang mengembangkan senjata menggunakan “prinsip fisik baru” untuk menjamin keamanan dalam perspektif sejarah.
“Jika kita melihat ke dalam bidang keamanan, prinsip-prinsip fisik senjata yang baru akan menjamin keamanan negara mana pun dalam perspektif sejarah. Kami memahami hal ini dengan sangat baik dan sedang berupaya mengatasinya,” kata Putin dalam pertemuan dengan moderator sesi-sesi penting di Forum Ekonomi Timur (EEF) ke-8 lalu.
Mengembangkan senjata berdasarkan prinsip fisik baru melibatkan penggunaan teknologi dan prinsip tindakan baru. Senjata-senjata tersebut termasuk laser, ultrasonik, senjata frekuensi radio dan lain-lain, kantor berita negara TASS melaporkan.
Bulan lalu Putin mengatakan bahwa Rusia menawarkan kepada mitranya berbagai pilihan persenjataan canggih di hampir semua kategori.
“Kami menawarkan kepada mitra kami beragam pilihan senjata canggih dari hampir semua jenis, termasuk sistem kendali dan pengintaian canggih, senjata presisi tinggi, dan robotika,” tegas Putin seperti dikutip TASS.
Dia menyoroti bahwa fokus prioritas Rusia adalah drone. “Kawasan ini saat ini sedang aktif dikembangkan baik di sektor militer maupun sipil. Faktanya, hal ini adalah tentang pembentukan sektor industri baru yang mandiri, intensif penelitian, dan berteknologi tinggi.” (Russia Today/TASS)