Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Brigade al-Qassam Bersumpah Israel Pasti Gagal Musnahkan Hamas, Beri Peringatan soal Nyawa Sandera

Brigade al-Qassam bersumpah Israel tidak akan bisa memusnahkan Hamas. Kelompok sayap militer ini juga memberi peringatan jika Israel terus menyerang.

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Brigade al-Qassam Bersumpah Israel Pasti Gagal Musnahkan Hamas, Beri Peringatan soal Nyawa Sandera
AFP/SAID KHATIB
(FILE) Abu Ubaida (tengah), juru bicara Brigade Ezzedine al-Qassam, sayap militer gerakan Islam Palestina Hamas, berbicara dalam peringatan di kota Rafah di Jalur Gaza selatan pada 31 Januari 2017. - Pada Kamis (21/12/2023), Brigade al-Qassam bersumpah Israel tidak akan bisa memusnahkan Hamas. Kelompok sayap militer ini juga memberi peringatan jika Israel terus menyerang. 

TRIBUNNEWS.com - Kelompok sayap militer Hamas, Brigade al-Qassam, bersumpah tujuan Israel untuk melenyapkan mereka di Gaza "pasti gagal".

Juru Bicara Brigade al-Qassa, Abu Ubaida, juga mengatakan pembebasan sandera lebih lanjut yang ditahan di Gaza bergantung pada "penghentian serangan".

Baik serangan lanjutan Israel maupun "operasi militer langsung", tidak akan membuat para sandera dibebaskan, kata Ubaida dalam sebuah rekaman audio, Kamis (21/12/2023), dikutip dari Al Arabiya.

"Tidak mungkin membebaskan tawanan hidup-hidup kecuali melalui perundingan," lanjut dia.

Ubaida menambahkan "tidak ada alternatif" selain negosiasi, dan memperingatkan tembakan Israel dapat menyebabkan kematian lebih banyak sandera.

Baca juga: Hamas Bersedia Gabung PLO, Mau Akhiri Perang, Dirikan Negara Palestina di Gaza-Tepi Barat-Yerusalem

Tak lama setelah rekaman itu dirilis, Brigade al-Qassam juga merilis sebuah video yang memperlihatkan tiga sandera warga Israel.

Brigade al-Qassam mengklaim ketiga sandera itu terbunuh dalam serangan Israel.

BERITA REKOMENDASI

Sebelumnya, faksi-faksi Palestina juga menolak pembicaraan apapun mengenai pertukaran tahanan sampai serangan Israel berakhir.

Pernyataan itu dirilis Hamas di hari yang sama saat Brigade al-Qassam merilis rekaman audio.

"Ada keputusan yang diambil Palestina secara nasional, tidak boleh ada pembicaraan tentang tahanan atau kesepakatan pertukaran kecuali setelah agresi dihentikan sepenuhnya," bunyi pernyataan itu.

Selain Hamas, Jihad Islam, kelompok militan Palestina yang lebih kecil juga menyandera warga Israel di Gaza.

Diketahui, gencatan senjata pada bulan lalu membawa hasil baik dengan pembebasan lebih dari 100 sandera, termasuk 80 warga Israel yang dibebaskan dengan imbalan 240 warga Palestina yang ditahan di penjara Israel.

Menurut pihak berwenang Israel, saat ini masih ada 129 sandera yang kini ditahan di Gaza.

Hamas Tolak Usulan Israel untuk Gencatan Senjata

Kepala sayap politik Hamas, Ismail Haniyeh
Kepala sayap politik Hamas, Ismail Haniyeh (Times of Israel)

Menurut sebuah laporan pada Rabu (20/12/2023), Hamas menolak usulan Israel untuk melakukan gencatan senjata selama seminggu di Jalur Gaza.

Diketahui, proposal itu juga termasuk imbalan pembebasan sekitar 40 sandera, termasuk semua wanita dan anak-anak yang masih ditahan oleh Hamas.

Mengutip para pejabat Mesir, Wall Street Journal melaporkan, di proposal tersebut Hamas diminta membebaskan sandera pria lanjut usia (lansia) yang membutuhkan perawatan medis segera.

Sebagai gantinya, Israel akan menghentikan serangan udara dan darat di Gaza selama seminggu.

Baca juga: Memohon Dibebaskan, Warga Israel yang Disandera Hamas Takut Jadi Korban IDF: Kami Tak Ingin Mati

Selain itu, Israel juga akan mengizinkan tambahan bantuan ke wilayah Israel.

Tetapi, Hamas dan Jihad Islam dilaporkan mengatakan kepada mediator di Mesir, bahwa Israel harus menghentikan serangannya di Gaza sebelum membahas kesepakatan apapun.

Kendati demikian, laporan itu menyebut Jihad Islam menuntut Israel membebaskan semua tahanan Palestina dan semua sandera yang tersisa, dimana jumlahnya diperkirakan sekitar 100 orang.

"Kami ingin menghentikan agresi, perang di Gaza. Ini adalah prioritas kami."

"Ada sebagian orang yang ingin jeda kecil (gencatan senjata), jeda di sana-sini selama satu minggu, dua minggu, tiga minggu."

"Tapi, saya pikir keputusan kami sudah sangat jelas," kata pejabat senior Hamas, Ghazi Hamad, Rabu, dikutip dari Times of Israel.

Para pejabat Mesir mengatakan penolakan Hamas terhadap proposal itu tidak boleh dilihat kegagalan dalam negosiasi.

Karena itu, para pejabat Mesir mendiskusikan tawaran itu dengan Pimpinan Hamas, Ismail Haniyeh, yang tiba di Kairo pada Rabu.

Kunjungan Haniyeh adalah yang kedua ke Mesir sejak serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.

Para pemimpin Hamas secara terbuka mengatakan mereka hanya akan membebaskan sandera sebagai imbalan atas gencatan senjata permanen.

Meski begitu, laporan dalam beberapa hari terakhir mengindikasikan pembicaraan mengenai gencatan senjata jangka pendek untuk membebaskan lebih banyak sandera mungkin sedang berjalan.

Dewan Keamanan PBB Tunda Pemungutan Suara

Pertemuan Dewan Keamanan PBB membahas proposal Rusia untuk mengatasi situasi di Gaza, Selasa (17/10/2023). Dewan Keamanan PBB tidak mengadopsi proposal itu karena gagal memperoleh jumlah suara setuju yang diperlukan.
Pertemuan Dewan Keamanan PBB membahas proposal Rusia untuk mengatasi situasi di Gaza, Selasa (17/10/2023). Dewan Keamanan PBB tidak mengadopsi proposal itu karena gagal memperoleh jumlah suara setuju yang diperlukan. (Twitter Dewan Keamanan PBB @UN_News_Centre)

Sementara itu, Dewan Keamanan PBB kembali menunda pemungutan suara untuk resolusi perang antara Hamas dan Israel, kata sumber diplomatik, Kamis.

Penundaan hingga Jumat (22/12/2023) terjadi bahkan saat Amerika Serikat (AS) menyatakan siap mendukung resolusi tersebut.

Baca juga: Sosok Penting di Balik Terowongan Hamas Terbesar di Gaza, Mohamed Sinwar, Masuk Daftar Buron IDF

Padahal, sebelumnya AS menentang sejumlah usulan selama penyusunan resolusi.

Setelah tertunda selama berhari-hari, rancangan resolusi terbaru menyerukan "langkah-langkah mendesak untuk segera memungkinkan akses kemanusiaan yang aman dan tanpa hambatan."

Resolusi itu juga mendesak "untuk menciptakan kondisi bagi penghentian konflik yang berkelanjutan."

Namun, resolusi itu tidak menyerukan agar pertempuran diakhiri secepatnya.

Duta Besar Washington untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, mengatakan kepada wartawan “jika resolusi tersebut diajukan sebagaimana adanya, maka kami dapat mendukungnya.”

Ia membantah rancangan resolusi tersebut telah dipermudah.

“Rancangan resolusi tersebut merupakan resolusi yang sangat kuat dan didukung penuh oleh kelompok Arab,” ujarnya.

Perselisihan diplomatik di markas besar PBB di Manhattan – yang menyebabkan pemungutan suara ditunda beberapa kali minggu ini – terjadi di tengah memburuknya kondisi di Gaza dan meningkatnya jumlah korban jiwa.

“Sepertinya AS telah memanfaatkan sepenuhnya keinginan anggota Dewan lainnya untuk menghindari veto."

"Namun, resolusi yang dihasilkan mulai terlihat sangat lemah di banyak bagian,” kata analis International Crisis Group, Richard Gowan.

Uni Emirat Arab mensponsori resolusi konflik yang telah diubah di beberapa bidang utama untuk menjamin kompromi, menurut versi rancangan yang dilihat oleh AFP.

Resolusi ini menuntut semua pihak “mengizinkan dan memfasilitasi penggunaan semua rute menuju dan di seluruh Jalur Gaza, termasuk penyeberangan perbatasan untuk penyediaan bantuan kemanusiaan.”

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas