Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Israel Desak Warga Palestina Mengungsi Lebih Jauh ke Selatan, PBB: Padahal Wilayah Itu Juga Diserang

Perintah Israel yang mendesak warga Palestina mengungsi lebih jauh ke selatan, dikecam PBB.

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Israel Desak Warga Palestina Mengungsi Lebih Jauh ke Selatan, PBB: Padahal Wilayah Itu Juga Diserang
GIL COHEN-MAGEN / AFP
Gambar ini diambil pada 19 Desember 2023, menunjukkan tank-tank Israel meluncur melewati bangunan-bangunan yang rusak selama operasi militer di utara Jalur Gaza di tengah pertempuran yang terus berlanjut antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas. 

TRIBUNNEWS.com - Badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA, mengecam sikap Israel yang mendesak warga Palestina mengungsi ke Kota Deir al-Balah, lebih jauh ke selatan Gaza.

Padahal, menurut Direktur UNRWA, Thomas White, wilayah yang disarankan Israel itu justru menjadi target serangan udara.

Diketahui, dalam perintah evakuasi yang dikeluarkan Israel pada Jumat (22/12/2023), Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mendesak warga di kamp pengungsi Bureij dan sekitarnya untuk "segera pergi demi keamanan mereka sendiri."

Menanggapi desakan Israel itu, White mengatakan warga Gaza sudah berulang kali mengungsi.

Menurut White, Israel hanya memerintahkan warga Gaza menuju wilayah yang sudah ditargetkan.

Baca juga: Roket Hizbullah Meradang, Tewaskan IDF Muda Usia 19 Tahun, Tentara Israel Lainnya Luka Parah

"Tentara Israel hanya memerintahkan orang-orang untuk pindah ke daerag di mana serangan udara sedang berlangsung."

"Tidak ada tempat yang aman di Gaza, tidak ada tempat untuk pergi," cuit White di X (dulu Twitter), Sabtu (23/12/2023), dikutip dari Al Arabiya.

BERITA REKOMENDASI

Setelah muncul perintah untuk evakuasi, ribuan warga Palestina telah meninggalkan Jalur Gaza tengah menuju selatan.

UNRWA mengatakan desakan Israel itu akan berdampak pada lebih dari 150 ribu orang.

Selain soal desakan Israel, White juga mengomentari resolusi Dewan Keamanan PBB.

Ia menilai resolusi itu "tidak memenuhi apa yang kita butuhkan di Gaza."

"Kami memerlukan gencatan senjata untuk menghentikan pembunuhan warga sipil dan penghancuran infrastruktur sipil di Gaza."

"Tapi, yang paling penting, untuk memungkinkan kondisi di lapangan, sehingga kami secara efektif memberikan bantuan kepada masyarakat Gaza," urai White kepada AlJazeera.

Karena tidak ada “akses yang aman dan terjamin bagi pekerja bantuan,” UNRWA tidak dapat memberikan bantuan kepada sebagian besar masyarakat, katanya.

White juga menambahkan pekerja bantuan UNRWA selalu berada dalam risiko.

“Ada salah satu staf kami yang terkena tembakan tank. Dia beroperasi di tempat pembuangan sampah beberapa hari yang lalu."

"Di perbatasan Rafah, kami mengalami tiga serangan drone dalam beberapa hari terakhir," tandasnya.

Resolusi DK PBB yang Terbaru Dianggap Tak Berarti

Dewan Keamanan PBB bertemu mengenai situasi di Timur Tengah, termasuk masalah Palestina, di markas besar PBB di New York pada tanggal 22 Desember 2023.
Dewan Keamanan PBB bertemu mengenai situasi di Timur Tengah, termasuk masalah Palestina, di markas besar PBB di New York pada tanggal 22 Desember 2023. (CHARLY TRIBALLEAU / AFP)

Baca juga: Satu-satunya yang Selamat saat Disergap Hamas, Tentara Israel: Itu adalah Mimpi Buruk

Diketahui, resolusi Dewan Keamanan PBB yang tertunda selama beberapa hari, menyerukan bantuan lebih banyak untuk Gaza.

Resolusi itu memicu reaksi sejumlah pihak di mana beberapa menggambarkannya "sangat tidak mencukupi", "hampir tidak cukup", bahkan "tak berarti."

Dikutip dari AlJazeera, resolusi itu hanya menyerukan langkah-langkah "untuk menciptakan kondisi bagi penghentian peperangan yang berkelanjutan."

Sebanyak 13 anggota Dewan Keamanan PBB mendukungnya, dengan Amerika Serikat (AS) dan Rusia abstain.

Selain soal lebih banyak bantuan, resolusi itu juga menuntut semua pihak "memfasilitasi dan memungkinkan penyaluran bantuan kemanusiaan dalam skala besar, cepat, aman, dan tanpa hambatan."

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan dalam sebuah postingan di X, ia berharap resolusi tersebut dapat meningkatkan penyaluran bantuan.

Namun, menurutnya “gencatan senjata kemanusiaan adalah satu-satunya cara untuk mulai memenuhi kebutuhan mendesak masyarakat di Gaza dan mengakhiri mimpi buruk mereka yang sedang berlangsung."

Hal senada juga disampaikan Ketua Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, yang menegaskan kembali perlunya “gencatan senjata segera”.

Scott Paul dari Oxfam America menekankan kepada AlJazeera bantuan ke Gaza “tidak dapat berfungsi ketika bom berjatuhan dan menghancurkan rumah, pabrik, peternakan, pabrik, dan toko roti”.

“Tidak ada gunanya membawa tepung jika Anda tidak bisa membuat roti dengan tepung itu. Jadi fokusnya salah total,” kata Paul.

Hamas Tolak Usulan Israel untuk Gencatan Senjata

Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh melambai saat tiba untuk pertemuan dengan perwakilan faksi Palestina lainnya di kedutaan Palestina di ibu kota Lebanon, Beirut pada 3 September 2020
Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh melambai saat tiba untuk pertemuan dengan perwakilan faksi Palestina lainnya di kedutaan Palestina di ibu kota Lebanon, Beirut pada 3 September 2020 (ANWAR AMRO / AFP)

Sementara itu, sebelumnya, menurut sebuah laporan pada Rabu (20/12/2023), Hamas menolak usulan Israel untuk melakukan gencatan senjata selama seminggu di Jalur Gaza.

Diketahui, proposal itu juga termasuk imbalan pembebasan sekitar 40 sandera, termasuk semua wanita dan anak-anak yang masih ditahan oleh Hamas.

Mengutip para pejabat Mesir, Wall Street Journal melaporkan, di proposal tersebut Hamas diminta membebaskan sandera pria lanjut usia (lansia) yang membutuhkan perawatan medis segera.

Baca juga: Takut Serangan 7 Oktober Terulang, Israel akan Bangun Garis Militer di Dekat Gaza

Sebagai gantinya, Israel akan menghentikan serangan udara dan darat di Gaza selama seminggu.

Selain itu, Israel juga akan mengizinkan tambahan bantuan ke wilayah Israel.

Tetapi, Hamas dan Jihad Islam dilaporkan mengatakan kepada mediator di Mesir, bahwa Israel harus menghentikan serangannya di Gaza sebelum membahas kesepakatan apapun.

Kendati demikian, laporan itu menyebut Jihad Islam menuntut Israel membebaskan semua tahanan Palestina dan semua sandera yang tersisa, dimana jumlahnya diperkirakan sekitar 100 orang.

"Kami ingin menghentikan agresi, perang di Gaza. Ini adalah prioritas kami."

"Ada sebagian orang yang ingin jeda kecil (gencatan senjata), jeda di sana-sini selama satu minggu, dua minggu, tiga minggu."

"Tapi, saya pikir keputusan kami sudah sangat jelas," kata pejabat senior Hamas, Ghazi Hamad, Rabu, dikutip dari Times of Israel.

Para pejabat Mesir mengatakan penolakan Hamas terhadap proposal itu tidak boleh dilihat kegagalan dalam negosiasi.

Karena itu, para pejabat Mesir mendiskusikan tawaran itu dengan Pimpinan Hamas, Ismail Haniyeh, yang tiba di Kairo pada Rabu.

Kunjungan Haniyeh adalah yang kedua ke Mesir sejak serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.

Para pemimpin Hamas secara terbuka mengatakan mereka hanya akan membebaskan sandera sebagai imbalan atas gencatan senjata permanen.

Meski begitu, laporan dalam beberapa hari terakhir mengindikasikan pembicaraan mengenai gencatan senjata jangka pendek untuk membebaskan lebih banyak sandera mungkin sedang berjalan.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas