Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Berkabung untuk Gaza, Warga Betlehem Pilih Rayakan Natal tanpa Gemerlap Lampu dan Pohon Hias

Warga kota Betlehem yang terletak di Tepi Barat memutuskan untuk menggelar perayaan Natal 2023 secara sederhana

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Febri Prasetyo
zoom-in Berkabung untuk Gaza, Warga Betlehem Pilih Rayakan Natal tanpa Gemerlap Lampu dan Pohon Hias
https://www.ft.com/content/cdfe1809-c58a-41c9-86ac-324ca456c4be
Warga kota Betlehem yang terletak di Tepi Barat memutuskan untuk menggelar perayaan Natal 2023 secara sederhana tanpa ada dekorasi patung sinterklas, lonceng gereja, pohon natal dan gemerlap lampu 

TRIBUNNEWS.COM - Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini ribuan warga Kota Betlehem yang berada di kawasan Tepi Barat Palestina memutuskan untuk merayakan Natal 2023 secara sederhana.

Keputusan ini diambil oleh pemuka agama di Betlehem sebagai bentuk solidaritas atas agresi brutal yang dilakukan militer Israel ke Jalur Gaza.

Bethlehem sendiri merupakan sebuah kota yang memegang peran penting dalam sejarah penyebaran agama Kristen lantaran diyakini sebagai tempat kelahiran Yesus Kristus.

Baca juga: Perang Israel-Gaza: Harga perdamaian bagi Israel dan Palestina

Oleh karena itu, banyak orang dari penjuru dunia ramai berdatangan ke Gereja Kelahiran di Bethlehem untuk sekadar berziarah atau merayakan momen besar seperti hari Natal di sana yang diyakini sebagai tempat kelahiran Yesus.

Namun, karena situasi Gaza yang kian memprihatinkan akibat perang, pada momen Natal tahun ini jalan-jalan dan halaman di Betlehem sebagian besar kosong tanpa ada patung sinterklas, lonceng gereja, ataupun gemerlap lampu.

Dekorasi Natal yang dulunya menghiasi lingkungan sekitar telah disingkirkan.

Parade dan perayaan keagamaan juga turut dibatalkan.

Berita Rekomendasi

Tak sampai disitu, Lapangan Manger di Betlehem yang biasanya menjadi lokasi berdirinya pohon cemara setinggi 6 meter kini tampak kosong.

Menurut penduduk setempat, suasana perayaan Natal yang sederhana menjadi bentuk solidaritas terhadap orang-orang yang dilanda perang di Jalur Gaza yang berjarak 74 kilometer dari kota itu.

"Para pemimpin setempat membuat keputusan bulan lalu untuk mengurangi perayaan sebagai bentuk solidaritas terhadap penduduk Palestina, saat pertempuran sengit terjadi antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza," ujar salah Majed Ishaq, seorang anggota komunitas Kristen Palestina, sebagaimana dikutip dari Financial Times.

Pendeta Munther Isaac menyalakan lilin di geraja di Betlehem
Pendeta Munther Isaac menyalakan lilin di gereja di Betlehem sebagai bentuk belasungkawa atas korban di Gaza

Hal serupa juga dilontarkan seorang warga berkebangsaan AS-Palestina bernama Awad.

Dia mengatakan hanya akan merayakan Natal secara sederhana.

Sebelumnya, para pemimpin gereja di Yerusalem mendesak para jemaatnya untuk tidak melakukan kegiatan perayaan yang tidak perlu.

“Awal kami tidak berpikir untuk memasang pohon Natal sampai putri bungsu berdebat ia bertanya mengapa tidak ada pohon Natal tahun ini, saya tidak tahu bagaimana menjelaskannya," ujar Awad.

"Jadi sekarang, sebatang pohon sudah tegak. Di atasnya, di tengah pernak-pernik emas dan merah, ada bendera Palestina berwarna merah, hitam, putih dan hijau,” tambahnya.

Perayaan Natal di Betlehem tidak akan digelar secara meriah seperti tahun sebelumnya.

Namun, sebagai simbolisasi Patriark Latin Yerusalem menuturkan bahwa ia akan datang untuk menyampaikan khotbah tengah malam dengan total jemaat yang dibata'

“Natal kali ini datang ke Betlehem dalam bentuk yang berbeda. Saat ini Betlehem, seperti kota-kota Palestina lainnya, sedang berduka. Kami merasa sedih,” kata Wali Kota Hanna Hanania sambil menyalakan lilin di Lapangan Manger.

Warga Betlehem Kehilangan Pendapatan

Perang yang terjadi di Gaza belakangan juga membuat roda pariwisata di kawasan Betlehem meredup.

Bisnis pariwisata biasanya menyumbang sebagian besar pendapatan daerah tersebut, kata Wali Kota Bethlehem, Hanna Hanania, terutama selama musim liburan.

Akan tetapi setelah perang meletus pada 7 Oktober silam, orang-orang tidak datang ke Betlehem hingga kehidupan ekonomi kini lumpuh.

"Rata-rata, 1,5 juta hingga 2 juta wisatawan asing mengunjungi kota Betlehem setiap tahunnya. Namun sejak perang dimulai, sektor pariwisata terhenti total," kata Hanania.

Rony Fakhouri, seorang pekerja sosial berusia 27 tahun dan manajer di wisma Dar Al Majus, juga mengeluhkan hal serupa.

Ia mengatakan bahwa perusahaannya telah kehilangan pendapatan sekitar 100.000 shekel, atau sekitar 27.000 dolar sejak dimulainya perang.

"Wisma biasanya menerima sedikitnya 200 tamu antara bulan Oktober hingga pertengahan Januari. Tetapi sejak 7 Oktober dan hari ini, kami hanya memiliki 12 orang,” kata Fakhouri.

Fakhouri bukanlah satu–satunya pemilik toko yang terdampak usahanya.

Akibat serangan sejumlah warga Tepi Barat, aktivitas jual–beli di wilayah di sana lumpuh total hingga perekonomian Palestina diperkirakan amblas miliaran dolar AS.

Bahkan, karena serangan tersebut, lebih dari 200.000 pekerja Palestina di Tepi Barat kini kehilangan pekerjaan dan menganggur karena pabrik-pabrik terpaksa menurunkan kapasitas produksinya lantaran tidak dapat mengangkut produknya ke wilayah lain di Tepi Barat.

"Selama lima tahun terakhir, perekonomian Palestina pada dasarnya mengalami stagnasi, dan diperkirakan tidak akan membaik kecuali kebijakan di lapangan diubah," kata Stefan Emblad, Direktur Bank Dunia untuk Tepi Barat dan Gaza dikutip dari Al Jazeera.

(Tribunnews.com / Namira Yunia Lestanti)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas