'Revolusi Warna' Dukungan Barat Gagal Gulingkan Pemimpin Serbia, Ini Peran Penting Rusia
Aksi mereka kemudian berhasil dipatahkan oleh polisi yang membubarkan mereka karena aksinya sudah mulai anarkhis.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Partai oposisi di Serbia gagal menggulingkan para pemimpin negeri tersebut saat terjadi protes massal dan kerusuhan pada Minggu (24/12/2023).
Aksi massa yang disebut sebagai Revolusi Warna tersebut menganggap bahwa pemilu yang digelar di Serbia dipenuhi kecurangan.
Dikutip dari Reuters, Partai Progresif Serbia, atau SNS, yang dipimpin Presiden Aleksandar Vucic mengklaim mendapatkan 47 persen suara, menurut penghitungan suara yang hampir final.
Baca juga: Eks Jurnalis yang Vokal ke Pemerintah Kandas jadi Bacapres, Putin Kian Digdaya di Pilpres Rusia
Sementara partai-partai oposisi yang bernaung di bawah bendera Serbia Melawan Kekerasan (SPN) tertinggal jauh dengan perolehan sekitar 23%.
Namun mereka mengklaim adanya kecurangan pemilu yang menguntungkan pemerintah, dan menyerukan protes.
Lalu pasukan oposisi di Serbia menerobos balai kota Beograd di tengah protes massal pada hari Minggu.
Mereka mengklaim pemilu kota baru-baru ini di ibu kota, yang dimenangkan oleh partai yang berkuasa, telah dicurangi.
Merekka berjumlah ribuan dan mendatangi gedung parlemen pada minggu malam. Mereka melemparkan batu dan berusaha memasuki gedung-gedung pemerintah.
Sejumlah aktivis dikabarkan diamankan dalam aksi protes tersebut.
Aksi mereka kemudian berhasil dipatahkan oleh polisi yang membubarkan mereka karena aksinya sudah mulai anarkhis.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-668, Belanda Kirim Jet F-16 untuk Zelensky
Di sisi lain, Vucic menolak tuduhan tersebut sebagai sebuah “kebohongan,” dan mengklaim bahwa protes tersebut disponsori oleh Barat, yang menginginkan dia dicopot karena hubungannya dengan Rusia dan penolakannya untuk mengabaikan klaim Serbia atas Kosovo.
Rencana Revolusi Diendus Rusia
Kegagalan aksi Revolusi Warna tersebut ternyata ada peran dari pihak Rusia, negara yang selama ini sejalan dengan haluan politik Serbia.
Disebutkan negaranya Vladimir Putin tersebut telah mengendus adanya upaya revolusi yang disebut sebagai Revolusi Warna.
Data-data intelijen Rusia tersebut kemudian diberikan ke pihak Serbia sehingga usaha untuk melengserkan penguasa tersebut bisa digagalkan.