Gara-gara AS Dukung Israel di Perang Gaza, Joe Biden Bisa Kehilangan Suara di Pilpres 2024
Ada 17 kader kampanye Joe Biden yang memperingatkan ia bisa kehilangan banyak pemilih dalam pemilu Pilpres AS 2024 karena dukungan AS untuk Israel.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, terancam kehilangan banyak suara menjelang pemilihan Presiden AS tahun 2024 ini.
Hal ini disampaikan oleh 17 anggota kampanye Presiden AS Joe Biden melalui surat tanpa tanda tangan.
Mereka mengatakan Joe Biden bisa kehilangan suara karena posisinya dalam menangani perang yang dilancarkan Israel di Jalur Gaza.
“Sebagai karyawan tim Anda, kami percaya bahwa Anda memiliki kewajiban moral dan elektoral untuk secara terbuka menyerukan diakhirinya kekerasan,” bunyi surat itu yang disampaikan oleh perwakilan 17 staf tersebut kepada MEDIUM, Kamis (4/1/2024).
“Keterlibatan AS menyebabkan kematian lebih dari 20.000 warga Palestina, 8.200 di antaranya adalah anak-anak. Hal ini tidak bisa dibenarkan," lanjutnya.
Anggota kampanye Joe Biden tersebut mencatat ada banyak relawan yang mengundurkan diri dan banyak yang ragu untuk memilih Joe Biden, mengingat dukungannya kepada Israel yang mengebom lebih dari 22.438 warga Palestina di Jalur Gaza.
Baca juga: Israel akan Usir Warga Palestina dari Yerusalem Timur dan Jalur Gaza, Hamas: Ini Pembersihan Etnis
“Staf kepresidenan Biden telah melihat banyak sukarelawan yang mengundurkan diri, dan orang-orang yang telah memilih biru (warna Partai Demokrat) selama beberapa dekade merasa tidak yakin untuk melakukan hal tersebut untuk pertama kalinya, karena konflik ini,” kata anggota kampanye itu.
“Setiap menit berlalu. Tanpa gencatan senjata, ada satu nyawa lagi yang hilang, sebuah nyawa yang sebenarnya bisa diselamatkan melalui kerja politik yang Anda lakukan. Sebagai karyawan Anda, kami percaya bahwa adalah kewajiban moral dan elektoral Anda untuk secara terbuka menyerukan dilakukannya gencatan senjata dan mengakhiri kekerasan,” lanjutnya.
Staf juga mendesak Joe Biden untuk mengakhiri bantuan militer tanpa syarat kepada Israel.
Mereka menyerukan agar AS mendorong de-eskalasi di wilayah tersebut, termasuk upaya untuk membebaskan para sandera.
Baca juga: 51 Perempuan Gaza Ditahan oleh Israel, Termasuk Lansia dan Anak-anak
Dalam surat yang dipublikasikan di situs MEDIUM, staf kampanye Biden mengidentifikasi lima poin yang mereka minta agar Joe Biden menerapkan:
1. Secara terbuka menyerukan dan menggunakan pengaruh finansial dan diplomatik untuk mencapai gencatan senjata yang segera dan permanen.
2. Menyerukan diakhirinya eskalasi di kawasan, termasuk menuntut agar Hamas membebaskan seluruh sandera dan Israel membebaskan lebih dari 2.000 warga Palestina yang ditahan secara administratif tanpa dakwaan.
3. Akhiri bantuan militer tanpa syarat kepada Israel.
4. Selidiki apakah tindakan Israel di Gaza melanggar Leahy Act, yang melarang bantuan militer AS mendanai unit militer asing yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang serius.
5. Ambil langkah nyata untuk mengakhiri kondisi apartheid, pendudukan dan pembersihan etnis yang menjadi akar penyebab konflik ini.
Bantuan AS untuk Israel
AS sejauh ini merupakan pemasok bantuan militer terbesar ke Israel, dengan kontribusi sekitar $130 miliar sejak negara itu didirikan.
Israel menerima $3,8 miliar setiap tahun untuk sistem pertahanan militer dan rudalnya, mengacu pada perjanjian yang dicapai di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama.
Saat ini, pemerintahan AS dikabarkan sedang terpecah antara pihak pendukung Joe Biden dengan pihak yang menentang karena dukungannya terhadap Israel dalam perang di Jalur Gaza.
Pada Selasa (2/1/2024), Senator Bernie Sanders menyerukan agar Kongres menolak bantuan militer tanpa syarat senilai $10,1 miliar untuk perang brutal Israel terhadap warga Palestina, seperti diberitakan Axios.
Senator tersebut adalah satu dari sedikitnya pejabat AS yang menolak dukungan AS terhadap Israel.
Baca juga: Perang Israel-Hamas Hari ke-90, ICJ Pastikan Gelar Dengar Pendapat Publik di Den Haag
Hamas Palestina vs Israel
Israel sebelumnya mengindikasikan para petinggi Hamas adalah target selanjutnya setelah Israel meluncurkan operasi darat di Jalur Gaza.
Perang Israel dan Hamas makin memanas setelah Israel melakukan pengeboman besar-besaran untuk menanggapi Hamas yang memulai Operasi Banjir Al-Aqsa dengan menerobos perbatasan Israel dan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10/2023) pagi.
Hamas mengatakan, serangan itu adalah tanggapan atas kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama ini, terutama kekerasan di kompleks Masjid Al Aqsa, seperti diberitakan Al Arabiya.
Kelompok tersebut, menculik 240 orang dari wilayah Israel dan meluncurkan ratusan roket, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di wilayah Israel, yang direvisi menjadi 1.147.
Setelah pertukaran sandera selama 7 hari yang dimulai Jumat (24/11/2023), kurang lebih 138 sandera masih ditahan Hamas di Jalur Gaza.
Sementara itu pembalasan Israel di Jalur Gaza menewaskan lebih dari 22.438 warga Palestina sejak Sabtu (7/10/2023) hingga perhitungan korban pada Jumat (5/1/2024), lebih dari 2,2 juta warga Palestina menjadi pengungsi, dikutip dari Anadolu.
Kekerasan juga meningkat di Tepi Barat, terutama setelah Israel melakukan penyerbuan besar-besaran ke wilayah yang dikuasai Otoritas Pembebasan Palestina (PLO) tersebut.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.