Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Israel Sebut Hamas Sudah Tercerai-berai di Gaza Utara, Perlawanan Lain Bakal Muncul Menggantikannya

IDF Israel seperti memakan buah simalakama saat fokus memerangi Hamas di Gaza Selatan dan Tengah.

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Israel Sebut Hamas Sudah Tercerai-berai di Gaza Utara, Perlawanan Lain Bakal Muncul Menggantikannya
AFP/-
Kepulan asap mengepul di atas Khan Yunis dari Rafah di jalur Gaza selatan selama pemboman Israel pada, Senin (8 Januari 2024) di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Pejuang Rakyat Palestina (Hamas). (Foto oleh AFP) 

Israel Sebut Hamas Sudah Tercerai-berai di Gaza Utara, Perlawanan Lain Bakal Muncul Menggantikannya

TRIBUNNEWS.COM - Juru bicara militer Israel (IDF) Laksamana Muda Daniel Hagari pada Senin pekan ini mengatakan, milisi Hamas tidak lagi berfungsi sebagai “kerangka militer terorganisir” di utara.

Atas kondisi itu, dia menegaskan kalau IDF beroperasi secara berbeda di sana.

IDF mengklaim, Perang Gaza kini dalam proses peralihan ke fase ketiga.

"Fokus utama saat ini adalah Gaza tengah dan selatan, terutama daerah sekitar kota Khan Younis, kata Laksamana Muda Daniel Hagari dalam sebuah pengarahan," seraya menambahkan bahwa pertempuran akan terus berlanjut.

Baca juga: Israel Nyaris Sepenuhnya Tarik Mundur Pasukan dari Gaza Utara,  Al-Qassam Kepung IDF di Bani Suhaila

Soal rencana Israel memfokuskan serangan ke Gaza Tengah dan Selatan, Mayjen Charlie Herbert, mantan perwira di tentara Inggris menilai, Israel perlu berperang dengan intensitas yang sama di selatan Gaza seperti yang mereka lakukan di utara jika berharap untuk menurunkan kemampuan Hamas dan mencapai tujuannya.

Herbert, mantan perwira tentara Inggris yang menyelesaikan beberapa tur di Afghanistan dan menjabat sebagai penasihat senior NATO di kementerian dalam negeri negara itu, mengatakan hal ini seperti buah simalakama bagi IDF.

Berita Rekomendasi

"Kekuatan dan daya tembak IDF yang luar biasa penting untuk mencapai tujuannya, tetapi juga merupakan pemicu semakin besarnya tekanan untuk mengurangi skala peperangan," kata Herbert.

Baca juga: Mayjen Inggris: Israel Kini Hadapi No-Win Situation Seusai Berbulan Perang Habis-habisan Lawan Hamas

Herbert menembahkan, meskipun sangat mungkin Israel dapat mengalahkan sayap militer Hamas, Brigade al-Qassam, kecil kemungkinannya kalau IDF dapat benar-benar melenyapkan Hamas sebagai organisasi politik atau membatalkan pendiriannya kembali.

Pendekatan yang lebih efektif, menurutnya, akan melibatkan upaya diplomatik dan ekonomi dibandingkan hanya melibatkan unsur militer.

Jika Hamas hancur, kata analisis Herbert, kelompok milisi lain dengan cara pandang yang mirip Hamas - membebaskan Palestina dari pendudukan- akan muncul mengisi kekosongan perlawanan.

"Dan bahkan jika Israel berhasil memberantas Hamas sepenuhnya, yang merupakan hasil yang tidak mungkin terjadi, hal ini masih membuka pintu bagi kelompok alternatif untuk mengisi kekosongan tersebut di masa depan," kata dia.

Gambar yang diambil pada 9 Januari 2024 dari perbatasan Israel dengan Jalur Gaza ini menunjukkan tank tentara Israel (kiri) dan pengangkut personel lapis baja (APC) di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok militan Hamas. (Menahem KAHANA/AFP)
Gambar yang diambil pada 9 Januari 2024 dari perbatasan Israel dengan Jalur Gaza ini menunjukkan tank tentara Israel (kiri) dan pengangkut personel lapis baja (APC) di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok militan Hamas. (Menahem KAHANA/AFP) (AFP/MENAHEM KAHANA)

Rencana Israel Pasca-Perang Gaza

Sejumllah pertanyaan juga muncul soal bagaimana Israel merencanakan pembangunan Gaza pascaperang atas klaim IDF kalau Hamas saat ini sudah melemah.

Beberapa pihak khawatir, IDF akan kembali menduduki daerah kantong tersebut, sesuatu yang belum pernah mereka lakukan selama hampir dua dekade dan dapat memicu terjadinya perlawanan dengan kekerasan lebih besar.

Pihak lain menyuarakan kekhawatiran, Israel mungkin mengulangi kesalahan AS setelah invasi ke Irak pada tahun 2003.

Kesalahan itu adalah kegagalan membuat rencana pasca-konflik yang solid, yang menyebabkan serangkaian konsekuensi seperti perluasan kekuatan Iran di wilayah tersebut dan pemberontakan yang berkepanjangan.

Dalam sebuah dokumen yang dirilis pekan lalu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menguraikan visinya untuk transisi peralihan fase perang tersebut.

Gaza Utara, tulisnya, akan menghadapi “pendekatan tempur baru” yang mencakup aksi penyerbuan, serangan udara dan darat yang mendadak, operasi khusus, dan penghancuran jaringan luas terowongan Hamas yang selama ini dipakai gerakan milisi untuk mendukung taktik hit and run.

Gallant mengatakan upaya di wilayah selatan akan fokus pada 'pemenggalan' kepemimpinan Hamas, yang masih buron di Gaza dan sekitarnya, dan memulangkan lebih dari 100 sandera yang masih disandera oleh milisi pembebasan Palestina.

"Ini adalah upaya lintas tahap. Ini akan terus berlanjut selama dianggap perlu," tulisnya, seraya menambahkan kalau perang akan terus berlanjut sampai Israel mencapai tujuannya.

Apa tujuan Israel dalam fase ketiga perang Gaza ini?

"Memulangkan semua sandera, melenyapkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas, dan demiliterisasi Gaza," tambahnya.

Fase Keempat: IDF Bebas Beroperasi di Gaza

Dalam dokumen Gallant yang menguraikan rencana Israel pasca-perang itu, ada fase keempat yang dijuluki “The day After", atau "hari setelahnya”.

Rencana fase keempat ini dipecah menjadi visi keamanan dan kehidupan sipil: Hamas tidak akan menjadi ancaman bagi Israel, Gaza akan sepenuhnya diperintah oleh warga sipil Palestina tanpa hubungan dengan kelompok militan, dan IDF akan memiliki kebebasan operasional untuk bertindak di sana.

Di antara rincian lainnya, Gallant juga menginginkan satuan tugas multinasional yang bertugas melakukan “rehabilitasi” dan “restorasi” aktif di daerah kantong tersebut.

Rencana Gallant dilaporkan mendapat ketidaksetujuan dari beberapa anggota parlemen sayap kanan Israel, beberapa di antaranya telah menerima kecaman internasional atas rencana mereka sendiri.

"Namun hal ini menyentuh sebagian – meski tidak semua – harapan pemerintahan AS di bawah Joe Biden di wilayah tersebut ketika perang usai," tulis ulasan Insider.

Berbicara kepada wartawan pada hari Senin di tengah perjalanan terakhirnya untuk bertemu dengan para pemimpin Timur Tengah, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan ada “kesepakatan luas” mengenai beberapa tujuan untuk masa depan kawasan.

Hal ini mencakup bahwa Israel dapat hidup tanpa rasa takut akan serangan teror, persatuan antara Tepi Barat dan Gaza di bawah pemerintahan lokal, dan pembentukan negara Palestina yang merdeka.

“Tidak ada yang mengira sesuatu akan terjadi dalam semalam,” kata Blinken.

“Tetapi kami sepakat untuk bekerja sama dan mengoordinasikan upaya kami untuk membantu stabilisasi dan pemulihan Gaza, untuk memetakan jalur politik ke depan bagi rakyat Palestina, dan untuk bekerja menuju perdamaian, keamanan, dan stabilitas jangka panjang di wilayah tersebut secara keseluruhan.”

(oln/BI/*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas