Krisis Tentara Israel Kian Parah, Setengah Batalion Brigade Hashomer Tak Mau Masuk Gaza
Jumlah desersi tentara IDF bukan lagi puluhan melainkan sudah ratusan merujuk pada informasi yang menyebut hampir setengah batalion ogah ke Gaza
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Krisis Tentara Israel Kian Parah, Setengah Batalion Brigade Hashomer Tak Mau Masuk Gaza, Ada IDF Tak Kebagian Seragam
TRIBUNNEWS.COM - Krisis di ketentaraan Israel (IDF) dilaporkan semakin parah seiring terus berlanjutnya perang di Jalur Gaza melawan milisi pembebasan Palestina yang sudah berlangsung lebih dari 100 hari.
Krisis di IDF itu disebutkan bukan cuma karena kerasnya milisi Perlawanan Palestina di Gaza, namun juga karena fakta bahwa banyak tentara Israel menolak untuk dikirim ke medan perang.
Sebenarnya, fenomena desersi di IDF ini sudah dimulai pada akhir November silam saat puluhan tentara menolak berperang lantaran mundurnya dua komandan mereka dari unit tempur di Gaza.
Baca juga: Setengah Kompi Unit Tempur IDF Tolak Kembali Bertempur di Gaza, Tentara Israel Didera Perpecahan
Baca juga: Tipu-tipu Tentara Israel Agar Pemukim Utara Gak Ngamuk: Ngaku Menyusup ke Lebanon Padahal Kagak
Kali ini, jumlah desersi tentara IDF bukan lagi puluhan melainkan sudah ratusan merujuk pada informasi yang menyebut hampir setengah dari batalion yang baru dibentuk menolak pergi ke Gaza dengan alasan kurangnya pelatihan.
Informasi itu dilansir saluran televisi Israel, KAN dalam program acara ‘Hazet Hayom’, Rabu (17/1/2024).
Brigade yang Kurang Pelatihan
Disebutkan, IDF merekrut tentara cadangan dari warga sipil lewat program wajib militer atau program lain untuk sewaktu-waktu bertugas dengan menjalani pelatihan dulu sebelum dikirim bertempur.
Seiring laju Perang Gaza yang tak kunjung menurun, Israel disebutkan mulai beralih ke taktik shifting pasukan, menarik sejumlah unit lama dengan yang baru dengan terlebih dulu melatih pasukan cadangan sebagai pengganti.
Baca juga: Gaza Utara Kembali Berkobar: Taktik Tipuan, Tank-Tank Israel Balik Lagi, Hamas Melawan Sengit
Satu di antara pasukan cadangan yang akan bertugas di Gaza dalam shifting ini adalah Brigade Hashomer.
Hanya, mereka yang ikut pelatihan mengaku tidak mendapat cukup pengetahuan dan keahlian untuk dikirim ke medan perang.
“Tentara cadangan yang dipanggil untuk berlatih sebelum pembentukan Brigade 'Hashomer' (…) mengkritik keras kesenjangan serius dalam peralatan, profesionalisme, kurangnya tenaga kerja dan terutama fakta bahwa di tengah pelatihan mereka diberitahu bahwa mereka memasuki Jalur Gaza tanpa pelatihan yang diperlukan,” kata laporan itu.
“Yang membuat para pejuang terkaget-kaget, Mayor Jenderal (pasukan cadangan IDF) mengumumkan kalau telah diputuskan untuk membawa batalion (…) jauh ke dalam Jalur Gaza ‘tanpa persiapan’,” tambahnya.
"Banyak relawan dan wajib militer dilaporkan meninggalkan pelatihan tersebut dengan alasan kurangnya kepercayaan dan peralatan," menurut laporan KAN.
"Kami belum siap untuk bertugas dan mengambil tanggung jawab,” kata mereka sebelum pergi desersi.
Ketergesaan Israel dalam menyiapkan personel ini dikaitkan dengan dugaan tingginya jumlah korban IDF dalam Perang Gaza.
Tentara Israel mengklaim, sebanyak 593 tentaranya telah terbunuh dan lebih dari 3.000 orang terluka sejak dimulainya perang.
Namun, perkiraan medis yang dipublikasikan di surat kabar Israel menunjukkan kalau jumlah tentara IDF yang menjadi korban tewas, luka-luka permanen, dan cacat, jauh lebih tinggi.
Menurut laporan yang diterbitkan oleh situs berita Israel Walla, 4.000 tentara Israel menjadi cacat sejak awal perang dan perkiraan menunjukkan bahwa jumlahnya bisa meningkat menjadi 30.000.
Prajurit Tak Kebagian Seragam
Hal yang menarik dari Brigade Hashomer adalah, menurut juru bicara militer Israel, yang dikutip oleh KAN, pasukan ini adalah brigade cadangan yang dibentuk sekitar sebulan yang lalu di bawah intensitas tinggi peperang.
Artinya, brigade ini dibentuk sebagai respons terhadap kebutuhan operasional IDF akan personel.
”Misi utama brigade ini adalah untuk menangani mengenali kesenjangan logistik dan medis bagi pasukan tempur,” tulis laporan tersebut.
Karena infrastruktur personel militer, sebuah brigade tidak dapat berfungsi tanpa separuh pasukannya, karena setiap prajurit menjalankan fungsi tertentu di setiap unit.
"Hal ini menunjukkan bahwa militer Israel, yang menderita kerugian besar pada tanggal 7 Oktober di tangan Perlawanan Palestina, masih belum mampu mengatasi akar permasalahannya yang berujung pada kekalahan awal tersebut," tulis laporan merujuk pada miskoordinasi yang maish terus terjadi di tubuh IDF merujuk pada desersinya ratusan prajurit ini.
Pun menurut laporan tersebut, masalah IDF kini juga lebih besar dari soal miskoordinasi dan rantai komando, yaitu kekurangan logistik militer, termasuk seragam.
“Ada tentara yang hingga satu setengah hari sebelum masuk (gabung batalyon) tidak mendapatkan seragam atau sepatu (militer),” kata seorang tentara cadangan Israel bernama D kepada KAN.
“Tidak ada petugas medis, tidak ada rompi, para prajurit tidak saling kenal. Tidak dapat dipahami bagaimana mereka ingin memasukkan kekuatan seperti itu ke Jalur Gaza – tidak memenuhi syarat dalam arti sebenarnya,” tambah tentara tersebut.
(oln/wlla/kan/pc/*))