Di Balik Gusarnya Macron Terhadap Putin di Ukraina, Ternyata Ada Kekalahan di Afrika
Prancis mulai jor-joran membantu Ukraina dalam mengadakan persenjataan dan tentara untuk mengusir Rusia.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Prancis mulai jor-joran membantu Ukraina dalam mengadakan persenjataan dan tentara untuk mengusir Rusia.
Selain persenjataan yang dikirimkan secara resmi, Paris dikabarkan secara diam-diam mengirimkan tentara bayarannya berjuang untuk Kiev.
Hal itu tadinya dibantah. Akan tetapi akhirnya tudingan tersebut jadi nyata, ketika Rusia secara sengaja mengincar dan menghancurkan sebuah bangunann berisi ratusan orang yang diduga tentara bayaran.
Baca juga: 800.000 Warga Ukraina Kabur Hindari Wajib Militer, Mereka Harus Berjuang di Garis Depan
Usai pengeboman yang diperkirakan menewaskan 60-an orang tentara bayaran tersebut, Presiden Prancis Emmanuel Macron langsung mencak-mencak.
Ia mengatakan Rusia harus dikalahkan, "Barat tidak boleh membiarkan Rusia menang,” ujar Macron.
Prancis pun menyatakan segera mengirim sejumlah besar perlengkapan tempur dan misil paling canggihnya untuk memerangi Vladimir Putin.
Namun dibalik gusarnya Macron terhadap Rusia, ternyata bukan hanya karena masalah Ukraina saja.
Dr. Stevan Gajic dari Institut Studi Eropa di Beograd mengatakan, kemarahan Prancis kepada Rusia banyak disebabkan oleh dukungan Rusia terhadap negara-negara di Afrika.
"Rusia telah membantu banyak negara bekas jajahannya di Afrika untuk melepaskan diri dari belenggu neo-kolonial," kata Gajic kepada Russia Today pada Kamis lalu.
Menurutnya, Perancis “sangat frustrasi” karena Rusia telah membantu beberapa negara Afrika membebaskan diri dari kekuasaan dan eksploitasi neo-kolonial Prancis.
“Jadi saya pikir itu adalah motif lain dari dukungan besar-besaran terhadap perjuangan Ukraina, dan perjuangan NATO melawan Rusia,” tambah Gajic.
Baca juga: Markas Legiun Asing Prancis di Ukraina Hancur! Apa Artinya?
Prancis dan Rusia memang sedang berlomba mencari ppengaruh di Afrika. Dalam lomba tersebut tampaknya Moskowlah yang menjadi pemenangnya.
Republik Afrika Tengah, Mali, Burkina Faso, dan Niger semuanya menolak pengawasan Paris dalam beberapa tahun terakhir dan mencapai perjanjian keamanan dengan Moskow.
Tanggapan resmi Kementerian Luar Negeri Prancis terhadap serangan di Kharkov berisi tuduhan terselubung bahwa “tentara bayaran” Rusia. Akan tetapi kenyataannya Grup Wagner yang sekarang sudah tidak ada lagi di Ukraina karena beroperasi di Afrika.