Keluarga Sandera Israel Puji Hamas, Sebut Lebih Baik Dibanding Kabinet Netanyahu
Keluarga sandera Israel memuji sikap Hamas yang disebutnya lebih baik dibandingkan Kabinet Benjamin Netanyahu.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.com - Seorang kerabat tahanan Israel menggambarkan bagaimana Hamas jauh lebih baik dalam memperlakukan keluarga mereka yang ditahan dibanding kabinet Benjamin Netanyahu.
Dalam rekaman penangkapan yang dipublikasikan pada Selasa (23/1/2024), seorang pemukim Israel memuji betapa Hamas lebih baik dibandingkan kabinet yang berkuasa di Israel.
Bahkan, ia meyakini kehidupan mereka akan lebih baik bersama Hamas.
Diketahui, pada Senin (22/1/2024), sejumlah keluarga tahanan Israel memasuki Knesset dan membuat pertemuan kabinet tertunda.
Dikutip dari IRNA, ketegangan sempat timbul di pertemuan tersebut.
Para keluarga tahanan Israel memasuki ruang pertemuan Knesset dan berteriak, "Anda duduk di sini dan para tahanan di Gaza sedang sekarat."
"Tinggalkan tempat duduk Anda! Apakah Anda sengaja mengadakan pertemuan seolah-olah tidak terjadi apa-apa?" teriak keluarga tahanan Israel seperti diberitakan surat kabar Yedioth Ahronoth.
Mereka menuduh kabinet Netanyahu mengabaikan para tahanan di Gaza dan menolak menyetujui usulan Hamas untuk membebaskan sandera.
Diketahui, Israel melanjutkan serangan mereka setelah sempat menjalani gencatan senjata kemanusiaan selama seminggu pada akhir November 2023.
Selama gencatan senjata itu, pertukaran sandera antara Hamas dan Israel dilakukan.
Hamas telah membebaskan 110 tahanan Israel, termasuk wanita dan anak-anak, sebagai imbalan atas pembebasan ratusan tahanan Palestina.
Baca juga: Bongkar Kebohongan Israel, Hamas Ungkap Tuduhan Palsu soal Serangan 7 Oktober
Sementara itu, hingga saat ini, rezim Israel mengklaim masih ada 136 tahanan Israel di Jalur Gaza.
Menlu Palestina dan Dubes Israel untuk PBB Berselisih
Pada Selasa, Menteri Luar Negeri Palestina, Riyadh al-Maliki, berseteru dengan Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, mengenai seruan gencatan senjata.
Perseteruan itu terjadi saat Erdan menuding Iran terlibat dengan Hamas.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres, terus menyerukan pembbeasan sandera yang ditahan di Gaza segera dan tanpa syarat.
"Hanya ada dua jalan ke depan: jalan yang dimulai dengan kebebasan Palestina dan mengarah pada perdamaian serta keamanan bersama di kawasan kita (Palestina), atau jalan yang terus mengabaikan kebebasan ini dan membuat kawasan kita mengalami pertumpahan darah lebih lanjut dan konflik tanpa akhir," urai al-Maliki kepada Dewan Keamanan PBB, Selasa, dikutip dari Associated Press.
"Israel seharusnya tidak lagi berkhayal, (seolah-olah) mereka memiliki jalan ketiga yang bisa digunakan untuk melanjutkan pendudukan, kolonialisme, dan apartheid."
"Itu bukan jalan yang layak dan bukan jalan yang sah," lanjut al-Maliki.
Guterres juga berbicara kepada anggota Dewan di New York saat pertempuran di Gaza semakin intensif.
Sebelumnya, militer Israel mengumumkan 21 pasukan mereka tewas dalam serangan paling mematikan sejak agresi meningkat pada 7 Oktober 2023.
Tewasnya tentara Israel itu bisa menambah seruan gencatan senjata dan kritik terhadap cara Benjamin Netanyahu menangani perang tersebut.
Baca juga: 10 Poin Penjelasan Hamas soal Operasi Banjir Al-Aqsa 7 Oktober 2023, Bongkar Kebohongan Israel
Netanyahu telah bersumpah untuk terus berupaya menumpas Hamas dan kelompok militan lainnya di Palestina.
Sementara, pejabat Israel menuding para pemimpin Hamas mungkin beroperasi dari terowongan di bawah Khan Younis.
Saat berpidato di depan Dewan Keamanan PBB, Erdan menuding Iran "karena mensponsori 90 persen anggaran Hamas, serta mempersenjatai dan melatih mereka."
Komentar itu muncul saat Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian, mengunjungi PBB.
"Jika Dewan terus fokus hanya pada pemberian bantuan ke Gaza - yang memang penting - namun mengabaikan pusat ancaman yang mengerikan Timur Tengah dan dunia, yaitu Iran, maka masa depan kita akan sangat gelap dan radikal," ujar Erdan.
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) terus menyerukan perlindungan warga sipil dan personel darurat di Gaza.
Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan lebih dari 25.000 warga Palestina telah terbunuh sejak serangan 7 Oktober.
Perang tersebut telah menyebabkan kematian dan kehancuran yang luas, mengakibatkan sekitar 85 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi dan seperempatnya menghadapi kelaparan.
“Saya tahu hal ini mungkin sulit dibayangkan pada saat yang sulit ini, namun Presiden Biden memiliki keyakinan kuat bahwa dua negara – dengan jaminan keamanan Israel – adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian yang langgeng, serta satu-satunya penjamin Israel yang aman dan demokratis."
"Satu-satunya penjamin aspirasi sah warga Palestina untuk hidup bernegara, dan satu-satunya cara untuk mengakhiri kekerasan ini untuk selamanya,” kata Uzra Zeya, Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Keamanan Sipil, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia (HAM).
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)