Tembok Tujuh Meter di Rafah dan Perjanjian Rahasia Mesir-Israel-AS Buat Hancurkan Hamas
Ada semacam perjanjian rahasia antara Mesir dan Israel, juga AS, agar Mesir seolah-olah terpaksa menerima gelombang pengungsi Palestina yang eksodus
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
"Pengaturan harus dilakukan sebelum dan sesudah operasi; kerugian manusia harus diperkirakan; dan perpindahan penduduk – sekali lagi – ke pusat atau utara Jalur Gaza sampai serangan berakhir, atau ke Mesir, “sementara”, atau sampai pemberitahuan lebih lanjut," tulis Mahmoud Hassan.
Mahmoud Hassan kemudian mengutip pernyataan Israel Katz, menteri luar negeri Israel, terkait koordinasi negara pendudukan dengan Kairo.
“Kami akan menangani Rafah setelah kami berbicara dengan Mesir mengenai masalah ini,” kata Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz pada hari Jumat.
“Ini akan kami koordinasikan. Kami memiliki perjanjian damai dengan mereka, dan kami akan menemukan tempat yang tidak akan merugikan orang Mesir. Kami akan mengoordinasikan segalanya dan tidak akan merugikan kepentingan mereka,” kata Israel Katz.
Mesir Seolah Terpaksa Menerima Gelombang Pengungsi
Atas pernyataan ini, Hassan menyebutkan beberapa indikasi, termasuk trik Israel agar Hamas melunak di meja perundingan.
Israel belakangan dilaporkan mundur dari kesepakatan gencatan senjata ini, namun meja negosiasi belum tertutup sepenuhnya.
Baca juga: Israel Mundur dari Perjanjian Gencatan Senjata, Hamas: Kawasan Ini Tak Akan Tenang
Namun, indikasi paling kuat dari pernyataan Israel Katz, kata Hassan, adalah adanya semacam perjanjian rahasia antara Mesir dan Israel, juga AS, agar Mesir seolah-olah terpaksa menerima gelombang pengungsi Palestina yang eksodus karena bombardemen Rafah nantinya.
"Pakar politik mengatakan kepada saya kalau serangan tersebut, pada pandangan pertama, tampaknya ditujukan untuk mengurangi batas atas tuntutan yang diajukan oleh Hamas di meja perundingan. Namun hal ini mungkin merupakan kedok untuk meloloskan perjanjian perpindahan (eksodus pengungsi) rahasia, yang dibuat dalam sebuah kesepakatan, sebuah cara yang membuat Mesir tampak seolah-olah terpaksa menerima gelombang besar warga Palestina. Tampaknya ada kesepakatan Israel-AS-Mesir mengenai perlunya melenyapkan Hamas dan merumuskan kembali pemerintahan di Jalur Gaza,' beber Mahmud Hassan.
Dia lalu mengulas betapa Mesir berulang kali membantah menyiapkan semacam buffer zone, zona penyangga di wilayah Mesir bagi pengungsi Palestina di Rafah.
Namun, Mesir juga menyiratkan kesediaannya menampung para pengungsi tersebut.
Menteri Luar Negeri Mesir, Sameh Shoukry mengatakan pada Konferensi Keamanan Munich pada Sabtu bahwa Mesir tidak memiliki rencana untuk menampung warga Palestina yang mungkin mengungsi dari Rafah.
“Kami tidak mempunyai niat untuk menyediakan daerah yang aman bagi para pengungsi, Tetapi jika hal tersebut dipaksakan kepada kami, kami akan menangani situasi ini dan memberikan dukungan kemanusiaan,” kata Shoukry.
Mesir Juga Musuhi Hamas
Bagi Hassan, pernyataan Shoukry ini merupakan indikasi jelas penerimaan Mesir atas konsekuensi serangan darat Israel di Rafah.
"Satu di antara (sebabnya) karena Shukri juga menyerang Hamas, menuntut agar para pendukung dan penyandang dananya bertanggung jawab, dan mengklaim bahwa gerakan tersebut berada di luar konsensus Palestina," kata Hassan.