Menteri Israel Lakukan Blunder, Sebut Sandera Bukan Hal Penting, Picu Amarah Keluarga
Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich telah melakukan blunder dengan menyebut sandera di Gaza bukanlah hal yang penting.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Amarah dan protes tengah terjadi di Tel Aviv, Israel pada Selasa (20/2/2024).
Protes ini muncul setelah Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich melakukan blunder.
Dalam sebuah wawancara, Smotrich diminta pandangannya tentang pemulangan 134 tawanan yang ditahan oleh Hamas di Jalur Gaza adalah tujuan yang paling penting.
Mengejutkannya, menteri sayap kanan Israel tersebut malah menyebut pemulangan sandera bukanlah hal yang penting.
"Tidak. Itu bukan hal yang paling penting," kata Smotrich, dikutip dari Times of Israel.
"Mengapa menjadikannya sebuah kompetisi? Mengapa hal itu begitu penting saat ini?" tanya dia.
Saat ini, kata Smotrich, melenyapkan Hamas merupakan tujuan utama dari pemerintah Israel.
"Kita perlu menghancurkan Hamas. Itu sangat penting," tegas Smotrich.
Smotrich juga mengecam mereka yang menyerukan kesepakatan yang akan memulangkan para sandera "dengan harga berapa pun".
"'Dengan harga berapa pun' adalah sebuah masalah. Kami harus mengembalikan para sandera dan kami harus memberikan tekanan pada Hamas," ujar Smotrich.
Ucapan Smotrich ini langsung mendapat tanggapan dari keluarga para sandera.
Baca juga: Perang Habis-habisan Lawan Hizbullah Bisa Bikin 60 Persen Wilayah Israel Gelap Gulita Tanpa Listrik
Para keluarga sandera melakukan aksi protes dengan memblokir beberapa jalan utama di luar Kementerian Pertahanan Israel di Tel Aviv.
Mereka menyerukan kepada masyarakat umum untuk datang dan bergabung dengan mereka dalam "protes kemarahan" terhadap pemerintah.
"Smotrich, biarkan mereka mengambil anak-anakmu dan saya akan berdiri di jalan dan berteriak, 'Itu bukan hal yang paling penting'," kata Eli Albag, yang putrinya masih disandera oleh Hamas.
"Saya katakan kepada orang-orang Israel, siapa pun yang menganggap sandera tidak penting, biarkan mereka menyandera anak-anak Anda, baru Anda dapat berbicara."
"Karena kami telah menderita selama 137 hari, setiap hari, setiap menit. Kami tidak tidur di malam hari," teriaknya.
Ancaman Israel ke Hamas
Seorang anggota kabinet perang Israel mengancam akan melakukan serangan ke Rafah bila Hamas tidak melepaskan sandera yang tersisa pada awal bulan Ramadhan.
"Dunia harus tahu, dan para pemimpin Hamas harus tahu – jika pada bulan Ramadhan para sandera kita tidak ada di rumah, pertempuran akan berlanjut di mana-mana, termasuk wilayah Rafah," kata Menteri Kabinet Perang Israel, Benny Gantz, dikutip dari The Guardian.
Baca juga: Anggota Parlemen AS Yakin Jeda Kemanusiaan Perang Israel-Hamas Akan Disepakati sebelum Ramadan
Ancaman Gantz bahwa Israel tidak akan memperlambat atau menghentikan operasinya di Gaza muncul di tengah terhentinya perundingan yang bertujuan untuk gencatan senjata dan pertukaran tahanan dan sandera.
Serangan besar-besaran di Rafah, yang dikhawatirkan oleh para pemimpin dunia dapat menyebabkan bencana kemanusiaan, selama bulan Ramadhan juga dapat menjadi pemicu kekerasan lebih lanjut di Israel, wilayah pendudukan Palestina, dan wilayah yang lebih luas.
Milisi yang didukung Iran di Irak, Suriah dan Lebanon telah terlibat dalam konflik tersebut.
Masa puasa seringkali menegangkan di Yerusalem.
Bentrokan di bulan Ramadhan mengenai akses ke Temple Mount, atau al-Haram al-Sherif, situs tersuci dalam Yudaisme dan tersuci ketiga dalam Islam, telah turut memicu perang di masa lalu.
Baca juga: Brasil Balas Tanggapan Israel Anggap Komentar Presiden Lula Keterlaluan, Israel Sama dengan Hitler
Para pemimpin agama dan politik Arab pada hari Senin bereaksi dengan kemarahan terhadap berita bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah menerima rekomendasi dari menteri keamanan nasional sayap kanan, Itamar Ben-Gvir, untuk membatasi akses ke tempat suci bagi warga Palestina selama Ramadhan.
Tidak seperti biasanya, pembatasan tahun ini juga akan meluas ke minoritas Muslim Israel, yang berjumlah sekitar 18 persen dari populasi.
"Keputusan Netanyahu (merupakan) pukulan telak terhadap kebebasan beragama. Pria tersebut ditawan oleh terpidana teroris Ben-Gvir atas keruntuhan 7 Oktober," kata pemimpin partai Arab Taal yang beraliran kiri di Knesset, Ahmad Tibi.
"Ini adalah pemerintahan para pyromaniac. Waktunya telah tiba bagi Presiden Biden untuk menjatuhkan sanksi terhadap Ben-Gvir," tambahnya.
(Tribunnews.com/Whiesa)