Amerika Serikat di ICJ Bela Pendudukan Israel di Wilayah Palestina
AS mengatakan kepada ICJ bahwa mereka tidak boleh memerintahkan penarikan pasukan Israel tanpa syarat dari wilayah Palestina tanpa jaminan keamanan.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) mengatakan kepada Mahkamah Internasional (ICJ) bahwa mereka tidak boleh memerintahkan penarikan pasukan Israel tanpa syarat dari wilayah Palestina tanpa jaminan keamanan.
Sepanjang minggu ini, ICJ atau Pengadilan Dunia mendengarkan pendapat sekitar 50 negara mengenai argumen mereka terkait konsekuensi hukum yang timbul dari kebijakan dan praktik Israel di Wilayah Pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur.
Dengar pendapat publik dimulai pada hari Senin (19/2/2024) di Den Haag.
Kolombia, Kuba, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat menyampaikan argumen mereka pada sesi pertama hari Rabu (21/2/2024).
Afrika Selatan membawa kasus genosida terhadap Israel ke ICJ pada akhir Desember kemarin dan meminta ICJ mengambil tindakan darurat untuk mengakhiri pertumpahan darah di Gaza, di mana lebih dari 29.000 warga Palestina telah terbunuh sejak 7 Oktober.
Menyusul gugatan Afsel, Pengadilan pada bulan Januari memerintahkan Israel untuk mengambil “semua tindakan sesuai kewenangannya” untuk mencegah tindakan genosida di Gaza namun gagal dalam memerintahkan gencatan senjata.
Para pembicara, termasuk Afrika Selatan (Afsel) dan Arab Saudi, menuntut agar Israel mengakhiri pendudukannya atas wilayah Palestina, yang terjadi setelah kemenangannya dalam perang enam hari Arab-Israel pada tahun 1967.
Namun pada hari Rabu (21/2/2024), penjabat penasihat hukum Departemen Luar Negeri AS, Richard Visek, mengambil pendekatan berbeda.
“Pengadilan seharusnya tidak memutuskan bahwa Israel secara hukum berkewajiban untuk segera menarik diri dari wilayah pendudukan tanpa syarat,” kata Visek, dikutip dari Al Jazeera.
“Setiap gerakan menuju penarikan Israel dari Tepi Barat dan Gaza memerlukan pertimbangan akan kebutuhan keamanan Israel yang sangat nyata.
Visek mencatat bahwa AS lebih bertekad untuk “segera mencapai perdamaian akhir, yang mencakup realisasi penuh penentuan nasib sendiri Palestina,” menyusul permusuhan yang sedang berlangsung dan “penderitaan warga Palestina di Gaza, dan kekerasan di Tepi Barat.”
Baca juga: Kisruh di Parlemen Inggris saat Bahas Gencatan Senjata di Gaza, Ketua Dewan Rakyat Dianggap Memihak
Meskipun mendukung kebutuhan keamanan Israel, Visek juga menekankan perlunya solusi dua negara.
“Krisis yang terjadi saat ini menggambarkan kebutuhan penting untuk mencapai perdamaian ini, perdamaian akhir dengan negara Palestina yang hidup aman dan tenteram bersama Israel yang aman, terintegrasi penuh ke dalam kawasan,” katanya lebih lanjut.
Visek juga mencatat bahwa kekerasan dan tindakan sepihak tidak dapat menyelesaikan konflik ini, dan “negosiasi adalah jalan menuju perdamaian abadi.”
Perwakilan AS meminta ICJ untuk “mengkalibrasi secara hati-hati".
“Tantangan bagi Mahkamah Agung adalah bagaimana memberikan nasihatnya dengan cara yang mendukung kerangka kerja tersebut dan bukannya mengganggu keseimbangan kerangka tersebut, yang berpotensi mempersulit negosiasi," paparnya.
"Oleh karena itu, kami dengan hormat mendorong Pengadilan untuk secara hati-hati mengkalibrasi nasihatnya dalam proses ini, untuk mendukung dan mendorong realisasi akhir perdamaian dan stabilitas dalam kerangka PBB yang ditetapkan dalam resolusi Dewan Keamanan 242 dan 338,” tutupnya.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)