Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Faksi-faksi Palestina Bersatu, Hamas, Fatah dan Lainnya Berkumpul di Moskow Rusia

Rusia jadi tuan rumah pertemuan sejumlah faksi-faksi politik Palestina di Moskow.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Nuryanti
zoom-in Faksi-faksi Palestina Bersatu, Hamas, Fatah dan Lainnya Berkumpul di Moskow Rusia
ED JONES / AFP
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menjawab pertanyaan dalam konferensi pers setelah pidatonya di Majelis Umum PBB ke-78 di markas besar PBB di New York City pada tanggal 23 September 2023. Rusia jadi tuan rumah pertemuan sejumlah faksi-faksi politik Palestina di Moskow. 

TRIBUNNEWS.COM - Perwakilan dari sejumlah faksi politik Palestina, termasuk Hamas dan Fatah, bertemu di ibu kota Rusia, Moskow, untuk membahas pembentukan pemerintahan Palestina yang bersatu.

Yulia Shapovalova dari Al Jazeera, melaporkan dari Moskow, mengatakan pada Kamis (29/2/2024) bahwa meskipun ada banyak ketidakpastian, pertemuan tersebut diperkirakan akan berlangsung selama tiga hari, dari 29 Februari hingga 2 Maret 2024.

“Rusia sebelumnya telah mengadakan pertemuan serupa, jadi kita tahu bahwa kali ini, ini adalah pertemuan keempat, dan jelas mereka akan mencoba membantu mencapai rekonsiliasi antara semua faksi Palestina,” kata Shapovalova.

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov mengatakan kepada TASS bahwa perwakilan dari sekitar 14 organisasi Palestina telah diundang dari berbagai negara Timur Tengah, termasuk Suriah dan Lebanon.

Berbicara dari Moskow, Mustafa Barghouti, sekretaris jenderal Inisiatif Nasional Palestina, mengatakan bahwa dia belum pernah melihat suasana persatuan yang begitu dekat seperti saat ini.

"Orang-orang pasti merasa bertanggung jawab setelah semua pembantaian yang dialami rakyat kami," ujarnya.

Pemimpin gerakan Hamas Palestina Ismail Haniyeh berbicara di rapat umum selama kunjungannya ke kota Saida di Lebanon selatan, pada 26 Juni 2022.
Pemimpin gerakan Hamas Palestina Ismail Haniyeh berbicara di rapat umum selama kunjungannya ke kota Saida di Lebanon selatan, pada 26 Juni 2022. (MAHMOUD ZAYYAT / AFP)

Barghouti mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pembicaraan tersebut akan berfokus pada pemerintahan konsensus nasional di masa depan.

BERITA REKOMENDASI

"Pemerintah akan mencurahkan perhatian dan pekerjaannya terutama untuk meringankan penderitaan orang-orang di Gaza dan mencegah upaya Israel untuk memaksakan pembersihan etnis pada masyarakat Gaza."

“Ada rasa tanggung jawab secara umum di sini,” kata Barghouti.

“Kami tidak berbicara tentang sesuatu yang akan berakhir dalam dua hari, kami berbicara tentang inisiasi dari sebuah proses yang diharapkan pada akhirnya akan mengarah pada persatuan penuh dalam jajaran kepemimpinan Palestina yang bersatu.”

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan kepada para delegasi bahwa Moskow ingin Palestina bersatu sehingga mereka dapat bernegosiasi dengan Israel.

Baca juga: Rusia: Inggris Terlibat Perang Ukraina, Kirim Panglima untuk Susun Strategi Militer

“Orang-orang yang skeptis berpendapat bahwa tidak mungkin bernegosiasi jika seseorang tidak tahu siapa yang berbicara mewakili Palestina,” kata Lavrov.

“Yesus Kristus lahir di Palestina. Salah satu perkataannya adalah: ‘Rumah yang terpecah-belah tidak akan bertahan.’ Kristus dihormati baik oleh umat Islam maupun umat Kristiani."

"Saya pikir kutipan tersebut mencerminkan tantangan memulihkan persatuan Palestina."

"Hal ini tidak bergantung pada siapa pun kecuali rakyat Palestina sendiri.”

Sebelum pertemuan tersebut, Menteri Luar Negeri Palestina Riad Malki mengatakan pada hari Rabu bahwa dia tidak mengharapkan adanya keajaiban dari pertemuan tersebut.

“Kami berharap ada hasil yang baik dalam hal saling pengertian antar semua faksi tentang perlunya mendukung pemerintahan teknokratis yang akan muncul,” kata Malki.

“Tentu saja, kami tidak mengharapkan keajaiban terjadi hanya dalam pertemuan sederhana di Moskow, namun saya yakin pertemuan di Moskow harus segera diikuti dengan pertemuan lain di kawasan ini.”

PM Palestina mengundurkan diri

Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh memimpin rapat kabinet di kota Ramallah di Tepi Barat yang diduduki pada 29 Januari 2024, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas di Gaza.
Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh memimpin rapat kabinet di kota Ramallah di Tepi Barat yang diduduki pada 29 Januari 2024, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas di Gaza. (JAAFAR ASHTIYEH / AFP)

Pertemuan ini terjadi beberapa hari setelah Perdana Menteri Otoritas Palestina (PA) Mohammad Shtayyeh mengumumkan pengunduran diri pemerintahannya, yang sebelumnya memerintah sebagian Tepi Barat yang diduduki.

Shtayyeh menyebut meningkatnya kekerasan di wilayah pendudukan dan perang di Gaza sebagai alasan di balik pengunduran dirinya.

“Saya melihat bahwa tahap selanjutnya dan tantangan-tantangannya memerlukan pengaturan pemerintahan dan politik baru yang mempertimbangkan realitas baru di Gaza dan perlunya konsensus Palestina, Palestina berdasarkan persatuan Palestina dan perluasan kesatuan otoritas atas tanah Palestina,” katanya, Senin (26/2/2024).

Shtayyeh, yang akan tetap menjabat sampai perdana menteri baru diumumkan, mengatakan pemerintahan baru perlu mempertimbangkan kenyataan yang muncul di Gaza setelah lima bulan pemboman intensif Israel.

Otoritas Palestina, yang dibentuk 30 tahun lalu sebagai bagian dari Perjanjian Damai Oslo, mendapat kritik luas mengenai perannya.

Para pemimpinnya pun hanya mempunyai sedikit kekuatan praktis.

PA sangat tidak populer di kalangan warga Palestina.

Baca juga: Respons AS usai PM Palestina Mohammad Shtayyeh Mundur, Sebut Bagian dari Langkah Reformasi

Namun Malki, yang berbicara di sela-sela Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa, mengatakan pengunduran diri pemerintah dirancang untuk mencegah mitra internasional mengatakan bahwa Otoritas Palestina tidak bekerja sama.

“Kami ingin menunjukkan kesiapan kami untuk terlibat dan bersiap, hanya agar tidak dianggap sebagai hambatan dalam penerapan proses apa pun yang harus dilakukan lebih jauh,” katanya.

Israel sebelumnya mengatakan mereka tidak akan menerima Otoritas Palestina untuk memerintah Gaza setelah perang.

Israel berjanji untuk “menghancurkan” Hamas setelah serangannya pada 7 Oktober, yang menewaskan 1.139 warga Israel.

Dalam lima bulan perang, sekitar 30.000 warga Palestina telah terbunuh dalam respons Israel terhadap serangan tersebut, menurut Kementerian Kesehatan di Gaza.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas