Israel Krisis Tentara di Gaza, Butuh 7.000 Pasukan Tambahan, Perwira IDF: Uang Saja Tidak Cukup
Israel butuh 7.000 pasukan tambahan di Gaza untuk melanjutkan serangan mereka terhadap Hamas dan warga sipil.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Sri Juliati
Dikutip dari The Arab News, Ketua Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Knesset, Yuli Edelstein menggambarkan transfer bantuan dari AS ke Israel sebagai hal yang mendesak.
"Ini adalah kebutuhan mendesak, bantuan (dari AS) bukan untuk sesuatu yang kita gunakan dalam beberapa tahun ke depan," ujar Edelstein beberapa waktu lalu.
Serangan Israel di Gaza Hari ke-147
Memasuki hari ke-147 serangan Israel di Gaza, berikut perkembangan terkini per Jumat, dikutip dari AlJazeera:
- Pada Kamis (29/2/2024), pasukan Israel menembaki kerumunan warga Palestina yang sedang mengantre bantuan makanan di Gaza.
Setidaknya 112 orang tewas dalam kekacauan tersebut.
Awalnya, pasukan Israel menyalahkan kerumunan atas kematian tersebut, sementara seorang pejabat militer Israel kemudian mengakui mereka "menembaki kerumunan" dengan dalih beberapa warga Palestina menuju ke arah mereka dengan cara yang "membahayakan".
- Hamas mengecam serangan itu sebagai "kejahatan perang yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Baca juga: Profil Aaron Bushnell, Pilot Prajurit AS yang Melakukan Aksi Bakar Diri di Depan Kedubes Israel
Otoritas Palestina (PA) menggambarkan insiden itu sebagai "pembantaian yang buruk".
- Militer Israel mengklaim mereka telah membunuh lebih dari 13 ribu pejuang Palestina di Gaza sejak 7 Oktober 2023.
- Penembakan yang dilakukan Israel terhadap kerumunan warga Palestina hingga menewaskan 112 orang, menuai kecaman dari negara-negara Arab dan Presiden AS, Joe Biden.
Biden menyatakan kkehawatirannya, beranggapan hal itu akan menambah kesulitan dalam merundingkan gencatan senjata.
- Menteri Luar Negeri Austria mendesak Israel dan Hizbullah agar tidak meningkatkan konflik di sepanjang perbatasan.
- Yaman juga mengutuk pembantaian yang dilakukan Israel terhadap lebih dari 100 warga Palestina dan menyebutnya sebagai "kejahatan perang dan hukuman kolektif terhadap orang-orang yang tidak bersalah".
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)