Efek Boikot Buntut Perang Israel di Gaza, Starbucks Timur Tengah Umumkan PHK Sebagian Karyawan
Starbucks di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara yang dikelola Alshaya Group mengumumkan PHK sebagian karyawannya.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Febri Prasetyo
Meski demikian, Schumacher menyebut pihaknya menganggap gangguan itu tak begitu penting.
"Jelas ada beberapa gangguan kecil untuk beberapa bahan utama dan pengiriman, dan sebagainya."
"Ada beberapa penundaan, tapi saya tidak akan menyebutnya penting," kata dia kepada Reuters.
"Kami bekerja sama dengan perusahaan ekspedisi dan operatos besar."
"Saya menyadari mereka mengambil rute yang lebih panjang (untuk menghindari Laut Merah)," imbuh dia.
Selain Unilever, Nestle juga melaporkan adanya "keraguan di kalangan konsumen" di Timur Tengah sejak dimulainya perang Israel yang menghancurkan Gaza.
Konsumen di Timur Tengah dilaporkan lebih memilih merek lokal dibandingkan membeli makanan atau minuman produksi Nestle, kata CEO Nestle, Mark Schneider, dikutip dari Middle East Monitor.
Baca juga: Warga di Gaza Hadapi Bencana Kelaparan akibat Blokade Israel, Bertaruh Nyawa demi Dapat Makanan
Pada pertengahan Oktober 2023 lalu, Nestle mengumumkan penutupan sementara salah satu pabrik produksinya di Israel sebagai "tindakan pencegahan".
Dampak boikot akibat dukungan terhadap Israel juga dirasakan restoran cepat saji asal Amerika, McDonald's.
Pada awal Februari, McDonald's melaporkan gagal mencapai target penjualan untuk pertama kalinya dalam hampir empat tahun pada kuartal terakhir.
Hal ini disebabkan oleh lemahnya pertumbuhan penjualan di cabang Timur Tengah, buntut gelombang boikot yang dipicu dukungan cabang Israel terhadpa pasukan Zionis.
CEO McDonald's, Chris Kempczinski, sendiri mengakui cabang di Timur Tengah dan beberapa kawasan lainnya mengalami "dampak nyata" akibat perang di Gaza.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.