Giliran AS Obok-obok Pemerintahan Israel, Petinggi IDF Berontak Anggap Politisi Tel Aviv Tak Cakap
krisis politik di pemerintahan Israel semakin dalam di tengah munculnya gelombang kritik dan pemberontakan petinggi militer Israel (IDF).
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Giliran AS Obok-obok Pemerintahan Israel, Petinggi IDF Berontak Anggap Politisi Tel Aviv Tak Cakap
TRIBUNNEWS.COM - Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, mengutip sumber-sumber politik, baru-baru ini mengabarkan krisis politik di pemerintahan Israel semakin dalam di tengah munculnya gelombang kritik dan pemberontakan petinggi militer Israel (IDF).
Ulasan itu mengatakan, sejumlah perkiraan menunjukkan Kabinet Perang Israel yang ada saat ini kemungkinan tidak akan melanjutkan pemerintahannya.
Dengan kata lain, terjadi tanda-tanda yang menunjukkan terjadinya perubahan struktur di pemerintahan Israel di tengah Perang Gaza yang sudah berlangsung lebih dari lima bulan tersebut.
Baca juga: Bukan Cuma Gaza yang Jadi Puing-puing, Dua Pilar Utama Israel Juga Runtuh Karena Perang Lawan Hamas
Ulasan itu menjelaskan, satu di antara terjadinya perubahan itu ditunjukkan adanya kabar, seorang komandan militer Israel menyatakan bahwa politisi Tel Aviv 'tidak memenuhi standar yang layak diterima oleh para prajurit.'
Surat kabar itu menambahkan, dengan mengutip sumber-sumber politik ini, kalau perubahan politik yang signifikan diperkirakan akan terjadi di tengah krisis antara Menteri Perang Benny Gantz dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Baca juga: Kabinet Perang Pecah! Netanyahu Perintahkan Kedubes Israel di AS Agar Tak Ladeni Benny Gantz
Selain itu, surat kabar tersebut menyebutkan, pemerintah Israel berencana menutup Kementerian Intelijen, dan keputusannya mungkin akan diambil pada Minggu depan, Jo24 melaporkan.
Serangan dan Kritik Militer IDF Terhadap Politisi
Pada catatan lain, ulasan itu menyebut, komandan Divisi 98 Angkatan BErsenjata Israel menyerukan persatuan politik, menekankan kalau politisi Israel saat ini tidak memenuhi kebutuhan tentara yang kehilangan nyawa mereka di Gaza.
Dalam pernyataannya, sang komandan menyatakan kegagalan Israel pada 7 Oktober 2023 berdampak buruk bagi mereka.
Lebih lanjut, stasiun radio Angkatan Darat Israel melaporkan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah diberi pengarahan sebelumnya tentang pernyataan yang dibuat oleh komandan Divisi ke-98 tersebut.
Disebutkan juga, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, Herzi Halevi akan mendiskusikan kritik terhadap politisi bersama komandan yang menunjukkan gelagat pemberontakan tersebut.
Meskipun Channel 12 di Israel -mengutip Menteri Dalam Negeri Israel yang menerima pernyataan komandan tersebut dengan serius- menyatakan perlunya mengatasi perpecahan, juru bicara militer IDF mengklarifikasi bahwa pernyataan komandan tersebut tidak disetujui oleh atasannya dan dia akan dipanggil untuk klarifikasi.
Runtuhnya Pilar Politik dan Keamanan Israel, AS Ikut Cawe-cawe
Mengenai konsekuensi politik dan keamanan setelah tanggal 7 Oktober, Perusahaan Penyiaran Israel, KAN melaporkan kalau kepala departemen penelitian Angkatan Bersenjata Israel mengumumkan niatnya untuk mundur setelah menyelesaikan penyelidikan atas serangan 7 Oktober.
Sebagai informasi, penyelidikan itu untuk mengetahui secara menyeluruh kelemahan-kelemahan internal IDF sehingga operasi Banjir Al-Aqsa oleh Hamas bisa sukses besar.
Di sisi lain, Amerika Serikat (AS) mulai menunjukkan pengaruhnya dengan ikut campur memberikan tekanan terhadap pemerintahan Israel yang dipimpin Benjamin Netanyahu saat ini.
Penilaian yang dilakukan oleh komunitas intelijen AS mengungkapkan semakin kurangnya kepercayaan terhadap kepemimpinan Netanyahu di kalangan masyarakat Israel.
Assessment itu memperkirakan akan terjadi protes besar-besaran yang menuntut pengunduran Netanyahu dan menyarankan pembentukan pemerintahan yang lebih moderat.
Komunitas intelijen AS, yang terdiri dari 18 lembaga pemerintah federal AS, beroperasi secara independen untuk mendukung kebijakan luar negeri dan keamanan nasional AS.
Komunitas ini didirikan oleh mantan Presiden AS Ronald Reagan pada tanggal 4 Desember 1981.
Sebagai tanggapan, seorang pejabat Israel menyatakan kalau Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah memutuskan untuk berkonfrontasi dengan Presiden AS Joe Biden, yang mengindikasikan memburuknya hubungan antara kedua belah pihak.
Channel 12 di Israel mengutip seorang pejabat senior Israel yang mengungkapkan kemarahan Netanyahu atas laporan intelijen AS, yang menunjukkan potensi hilangnya kekuasaan dirinya.
Pejabat Israel menambahkan, Netanyahu bermaksud untuk terlibat dalam konfrontasi yang kuat dengan Biden menyusul laporan CIA tersebut.
Peristiwa ini terjadi dilatarbelakangi oleh agresi Israel yang terus berlanjut terhadap Gaza sejak 7 Oktober 2023, yang mengakibatkan banyak korban jiwa, rusaknya infrastruktur, dan krisis kemanusiaan yang mengancam.
(oln/jo24/jn/*)