Dua Wajah AS, Tak Setuju Penyerbuan Rafah Tapi Setuju Kirim 2.300 Bom dan 25 Jet F-35 ke Israel
AS dilaporkan menentang niat Israel menyerbu Rafah namun dalam beberapa hari terakhir mengizinkan pengiriman bom dan jet tempur miliaran dolar
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
"Tidak ada tempat bagi orang-orang itu untuk pergi,” ujar Harris, mengacu pada warga sipil Palestina yang mengungsi di Rafah.
Diperkirakan 1,4 juta warga Palestina berbondong-bondong ke Rafah selama serangan Israel.
Pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berpendapat bahwa Rafah adalah salah satu benteng terakhir Hamas di wilayah kecil Palestina tersebut.
Netanyahu telah mengisyaratkan tekad untuk melakukan serangan ke Rafah sendirian tanpa izin dari pemerintahan Amerika.
Baca juga: Warga Palestina yang Antre Cari Makan Ternyata Juga Diseruduk Tank Israel, AS Tunjukkan Dua Muka
Pejabat tinggi pemerintahan AS seperti Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan, telah berulang kali menekankan tuntutan mereka agar Israel terlebih dahulu memiliki rencana yang kuat untuk warga sipil selama operasi semacam itu.
Ketika Harris ditanya apakah Amerika akan mempertimbangkan “konsekuensi” jika Netanyahu tetap melakukan hal tersebut, ia menjawab:
“Yah, kami akan mengambil langkah demi langkah, tapi kami sudah sangat jelas dalam hal perspektif kami mengenai apakah hal itu harus terjadi atau tidak,” jawab Harris, dikutip dari ABC News.
Pewawancara menambahkan, "Apakah Anda mengesampingkan bahwa akan ada konsekuensi dari Amerika Serikat?"
Baca juga: 60 Roket Katyusha Hizbullah Bombardir Pangkalan Rudal Israel, Brigade Golani Diserang saat Latihan
"Saya tidak mengesampingkan apa pun," jawab Harris.
Awal bulan ini, Biden mengatakan dia menentang pertempuran lebih lanjut di Rafah.
Biden menyebut invasi besar-besaran oleh Israel di wilayah tersebut adalah “garis merah” bagi pemerintahannya.
Minggu ini, delegasi dari Israel diperkirakan akan bertemu dengan para pejabat tinggi di DC untuk mendengar alternatif lain selain Rafah.
Biden dan Netanyahu berbicara pada Senin lalu untuk pertama kalinya dalam sebulan di tengah ketegangan di antara keduanya, yang biasanya merupakan sekutu kuat.
Ketegangan juga meningkat di dalam Partai Demokrat secara keseluruhan.