Sosok Panglima Israel Herzi Halevi, Berencana Mengundurkan Diri Akhir Tahun Ini
Letjen Herzi Halevi Panglima Pasukan Pertahanan Israel (IDF), berencana mengundurkan diri akhir tahun ini.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Febri Prasetyo
Pada tahun-tahun awal kariernya, ia bertempur dengan Hizbullah.
Ia bergabung dengan Sayeret Matkal, sebuah unit pasukan khusus yang melakukan operasi rahasia jauh di negara-negara Arab, yang akhirnya ia pimpin.
Halevi selanjutnya memimpin sebuah brigade di Tepi Barat yang diduduki.
Pada tahun 2009, ia memimpin pasukan terjun payung di Gaza, dalam serangan darat di kota-kota di utara kota Gaza di mana IDF bertempur sekali lagi.
Sebagai komandan Divisi Galilea mulai tahun 2011, Jenderal Halevi memimpin IDF di perbatasan dengan Lebanon.
Ia menjadi kepala intelijen militer pada tahun 2014 dan Komando Selatan pada tahun 2018, dengan tanggung jawab untuk menghalangi Hamas.
Setelah pengalamannya dalam perang Gaza tahun 2008-2009, yang menewaskan ratusan warga sipil Palestina, ia menjadi pendukung vokal perilaku perang yang legal dan etis.
Dalam pidatonya pada tahun 2009, Halevi mengkritik komandan lapangan Israel lainnya karena gagal menetapkan “standar moral” bagi tentara yang bertempur di daerah perkotaan yang banyak warga sipil.
“Seorang prajurit tidak dapat berperang dengan buku hukum,” katanya.
"Namun para komandan mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa standar moral dan hukum ditegakkan."
Pandangan Jenderal Halevi berasal dari tradisi militer Israel.
Baca juga: Panglima Israel Pecat 2 Komandan Senior IDF usai Bunuh 7 Pekerja Bantuan Asing di Gaza
Yitzhak Sadeh, pemimpin Haganah, milisi Zionis yang merupakan cikal bakal IDF, menciptakan istilah “kemurnian senjata” dan memperingatkan para pejuang agar tidak melakukan tindakan pembalasan yang tidak disengaja.
Namun IDF juga memiliki komandan yang mengabaikan prinsip-prinsip tersebut.
Pada tahun 1953, perwira komando muda Ariel Sharon, memimpin pembalasan di Qibya, sebuah desa di Tepi Barat, yang saat itu dikuasai oleh Yordania.