Handphone Bisa Buat Tentara Terbunuh dalam Peperangan Modern, Ungkap Jenderal AS
Seorang perwira Angkatan Darat AS mengatakan pelatih militer telah memperingatkan para tentara tentang bahaya penggunaan ponsel.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Perwira Angkatan Darat AS mengatakan bahwa handphone memiliki ancaman mematikan bagi tentara yang membawanya.
Mayor Jenderal Curtis Taylor mengatakan kepada Foreign Policy bahwa pelatih Angkatan Darat telah memperingatkan tentaranya tentang bahaya membawa ponsel dalam operasi militer.
“Kami telah menunjukkan kepada tentara, 'Hei, ponselmu bisa membuatmu terbunuh,'” kata Taylor, panglima Pusat Pelatihan Nasional dan Fort Irwin.
Taylor mengatakan dia dan timnya pernah menemukan helikopter siluman Apache yang tidak terdeteksi radar saat helikopter tersebut menerobos pertahanan udara mereka.
Mereka dapat mendeteksi helikopter itu karena terdeteksi telepon pilot yang bergerak dengan kecepatan 120 mil per jam.
Taylor membandingkan bahaya yang ditimbulkan oleh ponsel dengan bahaya merokok saat Perang Dunia II, ketika percikan api atau nyala rokok dapat membantu penembak jitu menentukan sasaran musuh.
“Ponsel adalah rokok baru di lubang perlindungan,” kata Taylor.
Ukraina telah menargetkan data seluler Rusia
Penggunaan data seluler untuk menargetkan posisi musuh dilaporkan pernah terjadi dalam perang Rusia-Ukraina.
Laporan bulan Januari oleh perusahaan keamanan siber Enea menyoroti serangan Ukraina terhadap barak Rusia di kota Makiivka di Ukraina timur pada Malam Tahun Baru 2022.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan serangan itu terjadi karena pasukan cadangan Rusia menyalakan ponsel mereka.
Akibatnya, agen intelijen Ukraina dapat mengidentifikasi lokasi mereka.
Baca juga: Israel, Ukraina, dan Taiwan akan Dapat Kucuran Dana 95 Miliar Dolar dari AS, Ini Pembagiannya
Daerah tersebut kemudian menjadi sasaran Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS) M142.
Sumber-sumber Rusia mengklaim 89 tentara tewas dalam serangan itu, sementara Ukraina menyebutkan jumlahnya sekitar 400 orang.
Dalam sebuah pernyataan setelah insiden tersebut, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan: