Banjir di Kenya: Lebih dari 170 Orang Meninggal, Kelompok HAM Sebut Pemerintah Kurang Tanggap
Banjir di Kenya menelan ratusan korban jiwa, pemerintah dinilai kurang tanggap.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Kelompok Hak Asasi Manusia Human Rights Watch (HRW) menuduh pihak berwenang Kenya tidak memberikan respons yang memadai terhadap banjir yang menerjang negeri tersebut.
Dilansir AP, banjir di Kenya telah menewaskan lebih dari 170 orang sejak awal musim hujan, sekitar pertengahan Maret lalu.
HRW, yang berbasis di New York, mengatakan pemerintah Kenya memiliki kewajiban untuk mencegah dampak buruk yang sebenarnya dapat diperkirakan akibat perubahan iklim dan untuk melindungi masyarakat ketika terjadi bencana.
Departemen Meteorologi Kenya mengirimkan peringatan dini sebelum musim hujan dimulai.
Namun Presiden William Ruto baru membentuk komite tanggap pada tanggal 24 April.
Saat itu, hampir 100 orang sudah menjadi korban akibat banjir.
Kenya, bersama dengan negara lain di Afrika Timur, dilanda banjir.
Lebih dari 150.000 orang mengungsi dan tinggal di puluhan kamp.
Human Rights Watch mengatakan pemerintah Kenya tidak mengambil pelajaran dari musim hujan tahun lalu yang menyebabkan ratusan orang tewas.
Pada bulan Oktober tahun lalu, Departemen meteorologi telah memperingatkan bahwa Kenya akan mengalami peningkatan curah hujan akibat El Niño hingga awal tahun ini.
Namun Presiden mengatakan bahwa negaranya terhindar dari pola cuaca tersebut.
Baca juga: Afrika Timur Dilanda Banjir dan Longsor, Total 190 Orang Tewas di Tanzania dan Kenya
Pemerintah mengumumkan pada saat itu bahwa setidaknya 10 miliar shilling Kenya (Rp1,2 triliun) akan dikucurkan untuk mempersiapkan respons nasional.
Tetapi tidak jelas bagaimana dana tersebut digunakan.
Para kritikus menuduh pemerintah melakukan penyelewengan.
Mereka yang terkena dampak banjir di Mai Mahiu, di bagian barat Kenya, menuduh pemerintah lamban dalam memberikan tanggapan.
Setidaknya 45 orang tewas setelah sungai meluap dan menghancurkan rumah-rumah, dan lebih dari 80 orang hilang sejak Senin (29/4/2024).
Puing-puing belum dibersihkan sehingga belum bisa mencari mayat yang terkubur.
Pada hari Selasa, pemerintah memerintahkan warga yang tinggal di daerah rawan banjir untuk pindah atau dievakuasi secara paksa.
Hujan diperkirakan akan turun lebih banyak di seluruh negeri pada bulan Mei.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)