Mengapa Israel dan Sekutunya Keder Diseret ke ICC? Ini Penjelasannya
Israel telah lama dituduh bertindak tanpa mendapat hukuman di wilayah Palestina yang didudukinya dan mengandalkan dukungan dari Amerika Serikat.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Israel telah lama dituduh bertindak sewenang-wenang di wilayah Palestina yang diduduki tanpa mendapat hukuman.
Tel Aviv lebih seperti berlindung di ketiak Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat dari dampak buruk atas perbuatannya.
Akan tetapi, baru-baru ini banyak laporan media dari Israel yang menyebut bahwa para pejabat Negeri Yahudi mulai takut bila benar-benar diseret ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Seperti dilaporkan, ada desas-desus bahwa ICC akan menggugat tokoh-tokoh militer dan politik Israel atas kejahatan perang dan kemanusiaan di Gaza.
Berdasarkan berita yang dipublikasikan oleh media Israel, surat perintah penangkapan bisa dikeluarkan secepatnya, bahkan minggu ini.
Merasa tersudut, Israel memohon bantuan Gedung Putih agar menahan ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan.
Al Jazeera belum bisa mengonfirmasi secara independen terkait potensi rilisnya surat perintah tersebut.
ICC sempat berbincang dengan staf medis di Gaza tentang temuan kejahatan perang, lapor Reuters pada Selasa (30/4/2024), pembicaraan tersebut pun menghidupkan kembali diskusi tentang kemungkinan surat perintah penangkapan.
Pada Maret 2021 kemarin, penyelidikan ICC atas tindakan Israel di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki serta Yerusalem Timur yang diduduki sejak 2014, diluncurkan di bawah kepemimpinan mantan Jaksa ICC, Fatou Bensouda.
Lalu, November 2023, Bangladesh, Bolivia, Komoro, Djibouti, dan Afrika Selatan kembali mengajukan tindakan Israel ke pengadilan.
Jaksa ICC saat ini, Karim Khan mengumumkan bahwa penyelidikan telah diperluas hingga mencakup kekerasan sejak perang terbaru Israel di Gaza dimulai pada bulan Oktober 2023.
Baca juga: Ada Perdana Menteri Baru di Israel, Netanyahu Telah Jadi Pelayan Majikannya Itamar Ben Gvir
Sebulan kemudian, saat berkunjung ke Tepi Barat dan Israel, Karim Khan mengatakan pengadilan akan menyelidiki kejahatan yang dilakukan Israel dan Hamas pada dan sejak 7 Oktober.
Yang menjadi pertanyaan, mengapa penyelidikan yang telah dilakukan selama tiga tahun tiba-tiba menimbulkan kekhawatiran di Israel?
Simak penjelasannya berikut ini:
Dikutip dari Al Jazeera, Israel tidak menandatangani Statuta Roma, perjanjian yang membentuk ICC.
Dengan demikian, otoritas Israel tidak diakui, begitu pula Amerika Serikat.
Biasanya, hal ini berarti pengadilan tidak dapat menyelidiki Israel.
Namun, yurisdiksi ICC mencakup kejahatan yang dilakukan oleh suatu negara anggota atau di wilayah salah satu negara anggotanya, yang mana Palestina merupakan salah satu negara anggotanya.
Palestina sendiri telah bergabung atas permintaan Otoritas Palestina pada tahun 2015.
Maka dari itu, pengadilan mempunyai wewenang untuk menyelidiki kejahatan berat dan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap siapa pun – termasuk tentara dan pejabat Israel – yang terlibat dalam melakukan kekejaman di Tepi Barat atau Gaza.
Menurut outlet berita Israel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Yoav Gallant dan Panglima Militer Herzi Halevi semuanya bisa diseret ke ICC dengan surat perintah penangkapan, cuma dalam hitungan hari.
Hal ini jelas dapat berdampak signifikan pada karir politik dan militer mereka.
Baca juga: Lindungi Netanyahu dari Buruan ICC, Israel Ancam Bakal Runtuhkan Otoritas Palestina
Pekan lalu, Netanyahu di media sosial mengungkapkan kalau Israel “tidak akan pernah menerima upaya apa pun yang dilakukan ICC untuk melemahkan hak membela diri”.
Pakar hukum yang berbicara kepada Al Jazeera percaya bahwa setiap dakwaan akan terkait dengan kebijakan Israel yang mempersenjatai makanan untuk membuat warga sipil kelaparan di Gaza dan keputusan Hamas untuk menawan warga Israel selama serangan mendadak mereka pada 7 Oktober.
“Kedua dakwaan ini paling mudah ditelusuri hingga ke pimpinan senior (kedua partai),” kata Adil Haque, profesor hukum di Rutgers University di New Jersey.
Israel menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), pengadilan tertinggi PBB, yang, seperti ICC, bermarkas di Den Haag.
Para ahli percaya bahwa dakwaan ICC dapat semakin melemahkan legitimasi perang Israel di Gaza dan mempersulit hubungan Israel dengan sekutu Eropa, yang merupakan anggota Statuta Roma.
“Ini akan menjadi momen besar bagi ICC sendiri, bagi Israel, dan sama pentingnya bagi sekutu Israel,” kata Hugh Lovatt, peneliti kebijakan senior dan pakar Israel-Palestina di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa.
“Hal ini jelas akan dilihat sebagai stigmatisasi lebih lanjut terhadap Israel… atas tindakannya di Gaza.”
Haque menerangkan ada 120 anggota (ICC) yang pada prinsipnya wajib menangkap mereka jika menginjakkan kaki di negara-negara tersebut.
"Ada argumen bahwa negara mana pun – bahkan jika mereka bukan pihak dalam pengadilan – dapat menangkap mereka," kata Haque.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)