Israel Paksa Warga Rafah Mengungsi, Kirim SMS & Jatuhkan Selebaran, Warga Palestina Berembuk Dulu
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mulai mengevakuasi warga sipil Palestina di Kota Rafah, Jalur Gaza, menjelang serangan ke kota itu.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM – Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mulai mengevakuasi warga sipil Palestina di Kota Rafah, Jalur Gaza, menjelang serangan ke kota itu.
Warga yang berada di permukiman Rafah bagian timur dievakuasi mulai hari ini, Senin, (6/5/2024).
Mereka dilaporkan akan dibawa ke buffer zone atau zona penyangga di Kota Muwasi yang sedang diperluas Israel.
“Zona kemanusiaan yang diperluas itu termasuk rumah sakit darurat, tenda, dan meningkatkan jumlah makanan, air, obat-obatan dan persediaan lainnya. Di samping itu, kerja sama dengan organisasi internasional dan negara lain, IDF mengizinkan perluasan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza,” kata juru bicara IDF, Letkol Nadav Shoshani, dikutip dari Walla.
Perintah evakuasi dari IDF itu disampaikan kepada warga Rafah melalui pengumuman, pesan SMS, panggilan telepon, dan siaran dalam bahasa Arab.
Dikutip dari Associated Press, Israel menganggap Rafah sebagai benteng terakhir Hamas.
Para pemimpin negara Zionis itu juga sudah berulang kali mengatakan harus melancarkan serangan darat ke Rafah guna mengalahkan Hamas.
Shoshani menyebut ada sekitar 100 ribu warga Rafah yang diminta mengevakuasi diri ke Muwasi.
Shosahni menyebut Israel sedang menyiapkan “operasi dengan cakupan terbatas”, tetapi tidak mengatakan apakah operasi itu adalah awal dari invasi besar ke Rafah.
Dia menyebut Israel merilis peta area evakuasi. Perintah evakuasi juga dikeluarkan lewat selebaran yang dijatuhkan dari langit.
Melalui media sosial X, Israel pada hari Senin mengaku akan menindak militan dengan “kekuatan ekstrem” dan memerintahkan warga Rafah untuk segera mengungsi.
Baca juga: Setelah Haifa, Milisi Irak Serang Pangkalan Udara Israel di Eilat dengan Rudal Jelajah
Rencana Israel menginvasi Rafah memicu kritik dari masyarakat dunia karena serangan itu mengancam lebih dari satu juta pengungsi Palestina.
Kini ada sekitar 1,4 juta warga Palestina atau setengah penduduk Gaza yang tinggal berdesak-desakan di Rafah.
Sebagian besar dari mereka pergi dari rumah guna menyelamatkan diri dari serangan Israel. Namun, kini mereka kembali menghadapi ancaman serangan Israel.
Mereka saat ini tinggal di tenda-tenda, tempat perlindungan yang dibangun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan apartemen yang penuh sesak.
Para pengungsi itu amat bergantung pada bantuan makanan yang dikirimkan oleh organisasi internasional dan yang lainnya.
Amerika Serikat (AS) yang menjadi sekutu dekat Israel sudah berulang kali menegaskan tidak mendukung rencana serangan besar Israel ke Rafah.
Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pekan lalu mengatakan akan tetap menyerbu Rafah guna melenyapkan Hamas.
Adapun mengenai perundingan gencatan senjata, Gallant mengklaim tidak menunjukkan keseriusan.
Gallant juga memperingatkan bahwa operasi militer besar akan segera dilakukan di Rafah
Di Rafah, warga Palestina mendapatkan selebaran berbahasa Arab yang isinya meminta mereka untuk mengungsi. Terdapat rincian mengenai zona kemanusiaan yang bisa ditinggal untuk sementara.
Setelah mendapat selebaran itu, mereka berkumpul untuk membahas langkah yang akan diambil.
Baca juga: Hamas Tidak akan Bisa Dikalahkan dalam Dua Hingga Tiga Tahun ke Depan, Kata Sumber Militer Israel
Mereka mengaku enggan mengungsi sendirian sehingga memilih mengungsi secara berkelompok.
“Ada banyak di sini yang mengungsi dan kini mereka harus berpindah lagi, tetapi tak ada yang akan tingga di sini karena tidak aman,” kata seorang warga bernama Nidal Azaanin kepada Associated Press.
Israel sudah memulai operasi
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant sudah berbicara kepada Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengenai serangan IDF ke Rafah.
Kepada Austin, Gallant mengatakan pihaknya telah memulai operasi militer di kota itu.
Gallant mengklaim Israel sudah melakukan banyak upaya agar sandera bisa dibebaskan dan gencatan senjata sementara bisa terwujud.
Namun, kata Gallant, Hamas menolak semua usulan yang mengarah kepada dua hal itu.
Dia kemudian mengatakan Israel tak punya pilihan selain menginvasi Rafah.
Selanjutnya, dia berterima kasih kepada Austin atas kerja sama antara Israel dan AS.
(Tribunnews/Febri)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.