Kerap Diserang Houthi, Raksasa Pelayaran Maersk Terancam Bangkrut
Maersk mengungkap bisnis pengiriman peti kemas di Timur Jauh dan Eropa selama kuartal II 2024 mengalami penyusutan tajam, amblas sebanyak 15-20 persen
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, KOPENHAGEN – Serangan dan aksi blokade yang dilakukan milisi Houthi Yaman ke kapal-kapal mitra Israel di sekitar Laut Merah membuat bisnis Maersk anjlok hingga raksasa pelayaran asal Denmark itu terancam bangkrut.
Dalam laporan tertulisnya Maersk mengungkap bahwa bisnis pengiriman peti kemas di Timur Jauh dan Eropa selama kuartal kedua 2024 mengalami penyusutan tajam, amblas sebanyak 15-20 persen.
Memperpanjang kerugian perusahaan yang telah mengalami penurunan omset pengiriman peti kemas via Laut Merah sebanyak 13 persen hingga Maersk merugi 12,4 miliar dolar AS dan hanya sanggup membukukan laba bersih sebesar 177 juta dolar AS di kuartal pertama 2024.
Baca juga: Laut Merah Tidak Aman: Kapal Minyak Evergreen Tunda Berlayar, Maersk Imingi Gaji Kru Naik 2 Kali
“Zona risiko telah meluas, dan serangan semakin meluas ke luar negeri,” kata Maersk sebagaimana dikutip dari Al Arabiya.
“Gangguan ini telah menghambat bisnis pengiriman peti kemas di Laut Merah , mengurangi kapasitas industri antara Timur Jauh dan Eropa sekitar 15-20 persen pada kuartal kedua,” imbuh juru bicara Maersk.
Adapun konflik Laut Merah pertama kali pecah pada November lalu tepatnya setelah Houthi, milisi sayap kanan Iran melakukan serangan ke kapal – kapal yang terafiliasi dengan Israel di Laut Merah.
Pejabat Houthi beranggapan blokade dan penyerangan yang mereka lakukan adalah bentuk protes atas agresi Israel di Gaza, Palestina yang telah menewaskan lebih dari 34.000 jiwa.
Namun imbas serangan itu ratusan kapal dagang termasuk Maersk mulai menangguhkan semua perjalanan menuju Terusan Suez dengan alasan keselamatan.
Sebagai gantinya mereka yang akan melakukan perjalanan ke Israel harus putar balik mengelilingi Afrika menuju jalur Terusan Suez yang menghubungkan laut Tengah dengan Laut Merah.
Kendati cara ini dapat membuat para pengapal global selamat dari sasaran Houthi Yaman.
Akan tetapi akibat pengalihan rute para pengapal global harus menanggung lonjakan biaya transportasi pengiriman barang sebanyak dua kali lipat menjadi 4.000 dolar AS untuk kontainer berukuran 40 kaki.
Selain mengalami pembengkakan biaya, kekisruhan Houthi di Laut Merah juga membuat perusahaan pengiriman barang terhambat selama 2 -3 minggu.
Alasan ini yang menyebabkan bisnis pengiriman peti kemas Maersk merugi miliaran dolar selama dua kuartal berturut-turut hingga perusahaan terancam gulung tikar.