Tentara IDF Akui Tak Lagi Pentingkan Sandera, Fokus Buru Yahya Sinwar demi Obsesi Netanyahu
Para petugas mengatakan kepada MEE bahwa perang telah menjadi masalah pribadi bagi Netanyahu, yang merencanakan pengaruh jangka panjang di Gaza
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Israel mengabaikan tujuannya untuk membebaskan para tawanan di Gaza, dan malah berusaha mengejar para pemimpin tinggi Palestina, kata perwira militer Israel kepada Middle East Eye.
Berbicara tanpa mau disebutkan namanya, tiga petugas IDF, salah satunya bertugas di Gaza, mempertanyakan strategi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam perang yang sedang berlangsung di Gaza saat ini.
Seorang petugas mengatakan kepada MEE bahwa tujuan pemerintah tidak jelas.
Ia mengatakan tujuan menyelamatkan tawanan dan menghancurkan Hamas sudah “runtuh”.
“Operasi Netanyahu di Gaza pada dasarnya ditujukan untuk memburu Yahya Sinwar,” kata petugas itu.
Ia menambahkan bahwa perang telah menjadi “masalah pribadi” bagi perdana menteri Israel.
Yahya Sinwar, pemimpin Hamas di daerah kantong tersebut, adalah target nomor satu Israel.
Ia belum pernah terlihat di depan umum sejak perang dimulai.
Perwira tersebut mengatakan kepada MEE bahwa militer Israel telah “terobsesi” dengan Sinwar dan pemimpin tinggi Brigade Qassam, sayap bersenjata Hamas.
Bulan lalu, seorang pejabat Hamas mengatakan Sinwar telah mengunjungi zona tempur dan mengadakan musyawarah dengan pimpinan kelompok tersebut di luar negeri.
Berbicara kepada outlet berita pan-Arab Al-Arabi Al-Jadeed (atau The New Arab), pejabat Hamas mengatakan Sinwar tidak selalu tinggal di terowongan, seperti yang diklaim oleh Israel.
Baca juga: Israel Lanjutkan Perburuan Pemimpin Hamas Yahya Sinwar, Terapkan Siasat Baru Buang Tawanan
Sinwar juga disebut menjalankan tugasnya di lapangan.
MEE tidak dapat memverifikasi secara independen laporan keberadaannya.
Petugas militer di Gaza tersebut mengatakan bahwa melakukan operasi khusus yang menargetkan orang-orang berpangkat tinggi di daerah padat penduduk berisiko membuat konflik “berkelanjutan”, dan tidak mungkin terjadi tanpa adanya korban dari Israel dan “pembalasan” berikutnya.