Ekstremis Israel Jarah & Bakar Truk Bantuan ke Gaza, Polisi Israel Malah Cekcok dengan IDF
Para ekstremis Israel di Tepi Barat mencegat dan membakar truk-truk pembawa bantuan kemanusiaan yang menuju ke Jalur Gaza.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM – Para ekstremis Israel di Tepi Barat mencegat dan membakar truk-truk pembawa bantuan kemanusiaan yang menuju ke Jalur Gaza pada hari Senin, (13/5/2024).
Truk itu berada di titik pemeriksaan Tarqumiyah setelah dicegat dan dijarah sehari sebelumnya.
Empat orang warga Israel dilaporkan ditangkap sehubungan dengan kasus itu
Setelah polisi pergi, para ekstremis Israel kembali ke tempat truk dan nekat membakarnya.
Menurut The Times of Israel yang mengutip laporan Haaretz, polisi dan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) saling menyalahkan dalam kasus itu.
Polisi menyebut IDF bertanggung jawab mengawal truk setelah polisi membubarkan para ekstremis yang melakukan aksi unjuk rasa.
Di sisi lain, IDF mengklaim seluruh peristiwa itu berada di bawah yurisdiksi polisi karena terjadi di pos pemeriksaan di sisi Israel.
Seorang pejabat keamanan senior berujar bahwa polisi Israel “tutup mata” atas kejadian itu.
“Polisi tutup mata atas kerusuhan para pelanggar hukum yang menjarah dan membakar bantuan itu setelah menerima informasi dari orang dalam tentang pergerakan truk itu,” kata pejabat tersebut.
Dia menyebut ada satuan di dalam kepolisian yang mengindari penindakan keras terhadap ekstremis sayap kanan yang menjarah bantuan.
“Ada perasaan bahwa mereka berusaha menyenangkan orang tertentu dalam pemerintahan,” katanya menambahkan.
Baca juga: Siapa Tsav-9? Ekstremis Israel yang Menjarah Truk Makanan untuk Anak-Anak yang Kelaparan di Gaza
Diduga orang dalam pemerintahan itu adalah Menteri Keamanan Israel Itamar Ben Gvir yang dikenal sebagai politikus sayap kanan.
Kementerian Keamanan bertugas mengawasi kepolisian Israel. Kementerian itu dilaporkan meminta para penegak hukum untuk tidak menindak tegas para pengunjuk rasa yang mencegat bantuan untuk Gaza.
Adapun para pengunjuk rasa menyebut bantuan itu seharusnya digunakan untuk mendesak dikembalikannya warga Israel yang disandera Hamas.
Melansir dari The New Arab, video di media sosial memperlihatkan para ekstremis Israel merusak kotak makanan dan melemparkan isinya ke jalanan.
Video lainnya memperlihatkan tepung, beras, dan gula tumpah di tenah. Sementara itu, truk-truk bantuan tampak terkena aksi vandalisme.
Salah satu video bisa dilihat di sini.
Para ekstremis itu adalah anggota kelompok sayap kanan bernama Tzav 9. Organisasi itu mengaku ingin menghentikan pengiriman bantuan ke Gaza karena masih ada warga Israel yang disandera Hamas.
Bulan ini Tzav-9 sudah dilaporkan beberapa kali mencegat dan menyabotase truk bantuan yang menuju ke Gaza.
Kelakuan kelompok itu disorot tajam oleh Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) Jake Sullivan.
“Adalah suatu kekejaman total bahwa ada orang-orang yang menyerang dan menjarah konvoi yang berasal dari Yordani menuju ke Gaza untuk mengirimkan bantuan kemanusaan,” kata Sullivan.
“Kami mencari sarana kami punyai untuk meresponsnya.”
Sullivan juga mengatakan pihaknya prihatin atas pemerintahan Israel.
Baca juga: Akhirnya AS Akui Israel Tak Akan Bisa Kalahkan Hamas Sepenuhnya, End Game Wajib Ada
“Ini tindakan yang sama sekali tak bisa diterima,” ucap dia.
Sejak perang di Gaza meletus, para ekstremis Israel sudah berusaha mencegah truk bantuan sampai di Gaza.
Padahal, warga Palestina di Gaza menghadapi krisis kemanusiaan yang parah.
Gaza hampir dikepung sepenuhnya oleh militer Israel sehingga warga di sana kesusahan mendapatkan kebutuhan penting, seperti air, makanan, dan bahan bakar.
Israel hanya mengizinkan sedikit bantuan yang masuk ke Gaza.
Dalam beberapa minggu terakhir, bantuan mulai kembali masuk ke wilayah itu.
Yordania mengirimkan truk bantuan mulai awal Mei. Bantuan itu dikirim lewat perlintasan Karam Abu Salem.
Pengiriman bantuan itu dihambat oleh para pengunjuk rasa Israel yang menghalangi pintu masuk.
Di samping itu, situasi keamanan yang berbahaya di sana juga mempersusah pengiriman bantuan.
(Tribunnews/Febri)