Israel Diam-Diam Sudah Lama Perangi ICC dengan Fitnah hingga Ancaman, Kasus Bensouda Contohnya
Israel sudah lama melancarkan kampanye atau perang rahasia melawan Mahkamah Pidana Internasional.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM – Media sayap kiri terkemuka asal Inggris, The Guardian, melaporkan bahwa Israel sudah lama melancarkan kampanye atau perang rahasia melawan Mahkamah Pidana Internasional atau ICC.
Bahkan, dengan mengutip sejumlah narasumber, The Guardian mengklaim perang rahasia itu sudah dilakukan selama hampir 10 tahun.
Media arus utama itu mewawancarai lebih dari dua puluh eks intelijen Israel dan pejabat Israel yang masih jadi intelijen, tokoh senior ICC, diplomat, dan pengacara yang mengetahui kasus itu.
Dalam kampanye itu Israel menggunakan badan intelijen guna “mengawasi, meretas, menekan, memfitnah, dan mengancam staf senior ICC agar mengganggu penyelidikan ICC”.
Investigasi yang dilakukan oleh The Guardian, majalah +972, dan Local Call menunjukkan bahwa intelijen Israel menyadap komunikasi banyak pejabat ICC.
Informasi yang disadap Israel termasuk panggilan telepon, pesan, surel, dan dokumen.
Adapun pejabat yang menjadi target termasuk Karim Khan yang menjadi kepala jaksa dan Fatou Bensouda, pendahulu Khan.
“Pengintaian dilakukan dalam beberapa bulan belakangan, memberikan informasi kepada Perdana Menteri Netanyahu tentang keinginan jaksa,” demikian laporan The Guardian dikutip dari Palestine Chronicle.
Salah satu informasi yang disadap memperlihatkan bahwa Khan menginginkan surat perintah penangkapan terhadap para pejabat Israel. Akan tetapi, Khan menghadapi tekanan besar dari Amerika Serika (AS).
“Bensouda, kepala jaksa saat membuka penyelidikan ICC tahun 2021, membuka jalan bagi pengumuman pekan lalu, juga dimata-matai dan diduga diancam,” tulis media itu.
Menurut laporan, Netanyahu mengikuti operasi intelijen Israel terhadap ICC. Bahkan, sumber intelijen menyebut Netanyahu terobsesi dengan penyadapan itu.
Baca juga: 8 Fakta Pembantaian di Rafah, Jumlah Korban hingga Komentar PM Benjamin Netanyahu
Dalam laporan lain, The Guardian menyebut operasi rahasia terhadap Bensouda diurus oleh sekutu dekat Netanyahu sekaligus direktur Mossad, yakni Yossi Cohen.
Cohen disebut meminta bantuan Josep Kabila yang saat ini menjadi Presiden Kongo.
Seorang juru bicara ICC juga mengonfirmasi adanya aktivitas intelijen terhadap ICC.
Sementara itu, juru bicara Netanyahu membantah semua tudingan itu.
“Pertanyaan yang dikirimkan kepada kami penuh dengan dugaan yang salah dan tak berdasar, dan dimaksudkan untuk melukai negara Israel,” kata juru bicara itu.
Kasus Bensouda
Kasus operasi rahasia ini sudah lama dilakukan oleh Israel.
Pada tahun 2015 ketika dikonfirmasi bahwa Palestina akan bergabung dengan ICC, pejabat Israel menyebut gabungnya Palestina itu sebagai “terorisme diplomatik”.
Bensouda membuka penyelidikan awal tentang “situasi Palestina” pada bulan Januari 2015.
“Pada bulan berikutnya, dua pria yang berhasil mendapatkan alamat kediaman pribadi para jaksa mendatangi rumah Bensouda di The Hague,” kata The Guardian.
Menurut lima sumber, intelijen Israel rutin memata-matai panggilan telepon Bensouda dan stafnya dengan warga Palestina.
Baca juga: Serukan Perang Vis a Vis Lawan Israel, Partai Nasser Mesir Desak Pembatalan Perjanjian Camp David
Pada bulan Desember 2019 Bensouda menyimpulkan hasil penyelidikan awalnya. Dia menyebut Israel dan Hamas telah melakukan kejahatan perang dan meminta adanya penyelidikan penuh.
Namun, Cohen berusaha membujuk Bensouda agar tidak melakukan penyelidikan itu.
Pada saat yang sama muncul “kampanye fitnah” terhadap keluarga Bensouda. Beredar fitnah di antara para diplomat untuk menjatuhkan nama baiknya.
Akan tetapi, menurut The Guardian, kampanye fitnah ini tidak berdampak besar.
Adapun pada tahun 2020 seorang delegasi Israel bertemu dengan pejabat Israel. Pertemuan itu terkait dengan “perlawanan Israel-Amerika” terhadap ICC.
Pada waktu yang sama pemerintah AS menjatuhkan sanksi kepada Bensouda.
Meski mendapat tekanan, Bensouda mengumumkan adanya penyelidikan penuh dalam kasus Palestina pada bulan Maret 2021 atau sebelum jabatannya berakhir.
(Tribunnews/Febri)