Mantan Menteri Israel Ragukan Kemampuan Negaranya: Kami Gagal Menaklukkan 'Musuh Terlemah' di Gaza
Mantan menteri Israel meragukan kemampuan negaranya dalam melawan perlawanan Palestina di Jalur Gaza.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.com - Mantan menteri Israel, Haim Ramon, mengatakan dalam sebuah wawancara pada Jumat (31/5/2024), negaranya gagal menundukkan apa yang dia gambarkan sebagai 'musuh terlemah'.
Ia juga menyebut Israel berada di ambang kekalahan strategis yang belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza.
Pernyataan serupa juga disampaikan Penasihat Keamanan Nasional Israel, Tzachi Hanegbi, yang mengatakan Israel belum mencapai tujuan apapun di Gaza.
"Kami tidak melenyapkan Hamas, kami tidak memberikan syarat untuk kembalinya para sandera, dan kami tidak mengembalikan penduduk di wilayah Gaza ke rumah mereka dengan selamat," ungkapnya, dilansir Palestine Chronicle.
Israel sendiri sebelumnya sempat mengklaim, Divisi ke-98 mereka telah menderita karena sepuluh perwira dan prajurit tewas.
Korban luka akibat serangan perlawanan Palestina di divisi itu juga tak kalah banyak.
Sebelumnya, Juru Bicara Al-Quds, Abu Hamzah, memperingatkan Israel soal serangan rezim Zionis itu ke Jalur Gaza.
Ia mengingatkan pasukan Israel untuk tidak mendengarkan para pemimpinnya.
Abu Hamzah juga menyebut anggota IDF hanya bisa kembali ke rumah mereka masing-masing jika serangan di Jalur Gaza dihentikan.
"Entitas kriminal Zionis melakukan genosida terhadap orang-orang yang tidak bersenjata," kata dia, Sabtu (1/6/2024).
"Kami memberi tahu (pasukan) Israel, jangan dengarkan pemimpin Anda. Kepulangan Anda ke rumah hanya mungkin dilakukan jika perang di Gaza dihentikan," imbuh dia.
Baca juga: Al-Quds Bentrok dengan IDF di Gang Kamp Jabalia, Habisi Tentara Israel dari Jarak Dekat
Abu Hamzah juga mengungkapkan, hampir setiap hari pejuang Al-Quds menargetkan pasukan Israel di Rafah, Jabalia, dan poros Netzarim.
Ia juga mengklaim pejuangnya berhasil mengebom wilayah Bir Sabi', Sderot, dan menduduki Asqalan sekaligus menghadapi pasukan Israel.
"Hampir setiap hari kami menargetkan pasukan musuh dan pertemuan mereka di Rafah, Jabalia, dan Netzarim, menggunakan lusinan mortir dan roket 107 mm."
"Dalam beberapa hari terakhir, kami telah mengebom wilayah Bir Sabi', Sderot, dan menduduki Asqalan sekaligus menghadapi pasukan Israel yang putus asa di Rafah," urainya.
Abu Hamzah mendesak Israel untuk secepat mungkin menarik pasukannya dari Jalur Gaza jika ingin membebaskan para sandera.
Ia pun menegaskan, apabila Israel terus melancarkan serangan ke Jalur Gaza, Al-Quds menjamin akan memukul mundur anggota IDF hingga meninggalkan wilayah kantong itu dengan rasa malu.
"Satu-satunya cara untuk mendapatkan kembali tawanan Anda adalah dengan menarik diri dari Gaza, melakukan kesepakatan pertukaran, dan mengakhiri agresi," kata Abu Hamzah.
"(Apabila serangan berlanjut) di masa yang akan datang, akan memaksa musuh (pasukan Israel) meninggalkan Gaza dengan rasa malu," tegasnya.
Serangan Israel di Rafah Picu Protes Global
Israel diketahui tengah menghadapi kecaman paling keras setelah serangan mematikan terhadap kamp-kamp pengungsi di Rafah pada Minggu (26/5/2024) dan Selasa (28/5/2024).
Baca juga: 17 Negara Larang Warga Israel Masuk Wilayah Mereka, Murka atas Genosida di Gaza
Serangan yang menewaskan puluhan warga sipil Palestina yang mengungsi itu memicu kemarahan dunia.
Seperti yang terjadi di Australia, ribuan orang memblokir persimpangan utama di Melbourne.
Mereka mengatakan "kota ini menjadi saksi atas apa yang terjadi di Gaza."
Dikutip dari Al Mayadeen, para pengunjuk rasa juga menyalakan suar dan melambaikan rudal serta drone tiruan, sedangkan sebagian dari pengunjuk rasa berbaring di tanah, tergeletak seperti martir.
Selain itu, Kota Karachi di Pakistan menjadi lokasi "Gaza Million March" yang dihadiri para pengunjuk rasa untuk menyatakan solidaritas mereka terhadap Gaza.
Di Meksiko, pengunjuk rasa terus melakukan aksi protes di luar Kedutaan Israel dan Amerika Serikat (AS) di Mexico City.
Aksi pro-Palestina juga diketahui terjadi di California; Manchester, Inggris; Seoul, Korea Selatan; hingga Dusseldorf, Jerman.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)