Israel Gunakan Buzzer, Habiskan Rp 33 Miliar untuk Kampanye Online dengan Ratusan Akun Medsos Palsu
Tel Aviv menghabiskan jutaan dolar untuk mempengaruhi anggota parlemen AS dengan kampanye online berbasis AI sebuah laporan menyebutkan.
Penulis: Muhammad Barir
Akun-akun ini terutama menyasar anggota parlemen AS, khususnya perwakilan kulit hitam dan Demokrat seperti Pemimpin Minoritas DPR Hakeem Jeffries dan Senator Raphael Warnock, yang mendesak mereka untuk terus mendanai militer Israel. Akun dan situs online palsu juga mempromosikan konten Islamofobia.
Menurut pakar Islamofobia terkemuka, Israel dan jaringan Zionis adalah salah satu dari lima pilar kebencian anti-Muslim yang sedang meningkat.
Empat pilar lainnya terdiri dari jaringan sayap kanan, lembaga pemikir neo-konservatif, aparatur negara, dan komentator liberal.
Kampanye pengaruh Israel juga memanfaatkan ChatGPT, chatbot bertenaga AI, untuk menghasilkan banyak postingan dan membuat tiga situs berita palsu berbahasa Inggris yang menampilkan artikel-artikel pro-Israel.
Keterkaitan pemerintah Israel dengan operasi pengaruh tersebut diverifikasi oleh empat anggota Kementerian Urusan Diaspora saat ini dan mantan anggota serta dokumen terkait kampanye tersebut.
Perwakilan Ritchie Torres, seorang Demokrat dari New York yang dikenal karena pandangannya yang pro-Israel dan menerima sumbangan dari American Israel Public Affairs Committee (AIPAC), termasuk di antara anggota parlemen yang menjadi sasaran kampanye tersebut.
Akun palsu menanggapi postingan Torres di X, mengomentari kebangkitan anti-Semitisme dan penganiayaan terhadap orang Yahudi.
Meskipun musuh-musuh Amerika, seperti Iran, Korea Utara, Tiongkok dan Rusia, sering menargetkan warga negara dan anggota parlemen Amerika melalui kampanye pengaruh, namun pengungkapan bahwa Israel, salah satu sekutu terdekat Amerika, telah terlibat dalam taktik serupa telah menimbulkan keheranan.
Pengungkapan kampanye ini menggarisbawahi sejauh mana Israel bersedia mempengaruhi opini Amerika mengenai serangannya di Gaza, yang tidak populer di kalangan banyak orang Amerika yang menyerukan Presiden Joe Biden untuk menarik dukungan untuk Israel mengingat meningkatnya jumlah korban warga sipil.
Lebih dari 36.000 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Israel juga sedang diselidiki oleh Mahkamah Internasional atas tuduhan genosida.
Keterlibatan pemerintah Israel dalam operasi pengaruh ini mendapat kritik, dan para ahli yang dikutip di Times menyebutnya “sembrono” dan “tidak bertanggung jawab”.
Insiden ini menimbulkan pertanyaan mengenai sifat hubungan AS-Israel dan sejauh mana pemerintah asing dapat mempengaruhi politik Amerika melalui cara-cara terselubung.
Ketika cerita ini terus berkembang, masih harus dilihat bagaimana pemerintah AS dan masyarakat Amerika akan menanggapi pengungkapan ini dan apa dampaknya terhadap masa depan hubungan AS-Israel.
Berita ini muncul sehari setelah Kongres AS meloloskan rancangan undang-undang kontroversial yang memberikan sanksi kepada Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) karena meminta surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
(Sumber: The Cradle, Middle East Monitor)