Tak Hanya Didemo, Netanyahu Dituding Ingin Khianati Tentara Israel & Kelas Menengah Zionis
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu disebut ingin mengkhianati tentara Israel.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM – Pemimpin oposisi di Israel bernama Yair Lapid melontarkan kritik pedas kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Lapid menyebut Netanyahu ingin mengkhianati para tentara Israel sehubungan dengan adanya rancangan undang-undang (RUU) wajib militer.
Dalam RUU itu ada penurunan usia wajib militer bagi siswa Haredi. Akan ada pemungutan suara untuk menentukan lolosnya RUU tersebut.
“Besok, Komite Urusan Luar Negeri dan Keamanan akan mulai membahas undang-undang penghindaran dan penolakan itu. Ini pengkhianatan terhadap para pejuang, pengkhiatan terhadap para tentara cadangan, pengkhianatan terhadap kelas menengah Israel, dan pengkhianatan terhadap IDF,” ujar Lapid di media sosial X pada hari Senin, (17/6/2024).
“Pemerintah israel juga mengganggu keamanan negara. Netanyahu menjuak tentara kita,” katanya menambahkan.
Dilansir dari I24 News, Lapid saat rapat faksi Partai Yesh Atid meminta koalisi anggota dewan untuk bergabung dengannya.
Dia mengimbau mereka untuk mengesahkan UU wajib militer yang “nyata dan efektif”.
“Sehingga para tentara kita tahu bahwa Knesset Israel (parlemen) berada di belakang mereka.”
Sejak perang di Gaza meletus pada bulan Oktober 2023, militer Israel terus mendaftarkan tentara cadangan untuk berdinas dalam kemiliteran.
Pada saat yang sama, koalisi di Israel berupaya mengamankan kebijakan yang isinya tidak mengikutsertakan kaum ultraortodoks dalam militer reguler.
Upaya ini muncul setelah ada tekanan dari pihak ultraortodoks dalam pemerintahan Israel.
Baca juga: Tak Hanya Anak Netanyahu, Putra Menteri Ben-Gvir Malah Piknik Leyeh-leyeh di AS saat Israel Perang
Pihak itu mengancam akan keluar dari pemerintahan jika kebijakan tersebut diubah.
“Setiap hari tentara tewas. Sejak kita bertemu di sini Senin lalu, kita sudah punya 16 tentara yang tewas, yang menyerahkan hidupnya demi negara ini,” ujar dia.
Unjuk rasa memprotes Netanyahu
Sementara itu, pada hari Selasa ada unjuk rasa di Yerusalem yang melibatkan puluhan ribu warga Israel.
Mereka meminta pemilu segera digelar di negaranya. Di samping itu, pengunjuk rasa mendesak perang di Gaza diakhiri.
Euro News melaporkan ada sembilan pengunjuk rasa yang ditangkap oleh polisi.
Banyak pengunjuk rasa yang marah karena pemerintah Israel masih gagal membebaskan semua sandera yang ditahan Hamas.
Mereka menuding Netanyahu lebih mengutamakan kepentingan politiknya di atas segalanya.
Selain itu, mereka menyebut pemerintah Israel telah kehilangan kendali atas perang berkepanjangan di Gaza dan meminta perang itu disudahi.
Di sisi lain, Netanyahu membantah semua tudingan itu dan mengklaim kepentingan negara ada di dalam benaknya.
Netanyahu bubarkan kabinet perang
Baca juga: Israel Pecah Suara, Pejabat Militer Stop Serangan Gaza PM Netanyahu Bersikeras Lanjutkan Perang
Netanyahu mengatakan kabinet perang Israel telah resmi dibubarkan, Minggu malam, (16/6/2024).
Adapun kabinet perang adalah forum kecil yang dibentuk tanggal 11 Oktober 2023 dan bertujuan untuk mengurus kampanye militer Israel melawan Hamas dan Hizbullah.
Times of Israel mengabarkan pembentukan kabinet itu adalah permintaan dari Ketua Partai Persatuan Nasional Benny Gantz sebagai syarat bergabung dalam koalisi pemerintahkan.
Namun, Gantz pada pekan lalu telah resmi mundur dari pemerintahan Israel.
Tak hanya Gantz, Gadi Eisenkot yang menjadi anggota dewan dari Partai Persatuan Nasional juga mundur.
Gantz dan Eisenkot mengklaim Netanyahu telah gagal membuat strategi dalam perang di Gaza.
Sementara itu, kantor Perdana Menteri Israel mengklaim kabinet perang tak lagi relevan.
Netanyahu dan Menteri Pertahnaan Yoav Gallant akan menggelar forum konsultasi kecil dengan beberapa pejabat terkait untuk membuat keputusan penting dalam perang di Gaza.
Sebelumnya, Netanyahu mendapat permintaan dari rekannya dalam koalisi, yakni Menteri Keuangan Bezalel dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, agar keduanya dimasukkan ke dalam kabinet perang.
Masuknya Bezalel dan Ben-Gvir itu akan memperburuk hubungan Israel dengan rekan internasionalnya, termasuk Amerika Serikat (AS).
Keduanya mendesak Israel untuk terus menyerang Gaza meskipun beberapa sekutunya meminta Israel untuk menahan diri.
"Kabinet ini adalah perjanjian koalisi dengan Gantz, berdasarkan permintaannya. Segera setelah Gantz keluar, tidak perlu ada kabinet lagi," kata Netanyahu.
Dengan keluarnya Gantz, kabinet perang itu tak lagi mempunyai kekuatan sayap tengah. Sebelumnya, Gantz sudah meminta adanya pemilu di Israel.
(Tribunnews/Febri)