Pemimpin Oposisi Israel: Kerusakan yang Ditimbulkan Netanyahu Terhadap Israel Tak Dapat Dibayangkan
Yair Lapid mengatakan, Benjamin Netanyahu menimbulkan kerusakan yang tidak terbayangkan pada negara Israel.
Penulis: Nuryanti
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, mengeluarkan kritik yang lebih keras terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Yair Lapid mengatakan, Benjamin Netanyahu menimbulkan kerusakan yang tidak terbayangkan pada negara Israel.
Lapid juga meramalkan pemerintahan Netanyahu akan segera jatuh dan pemilihan umum akan diadakan pada tahun 2024.
“Kerusakan yang ditimbulkan Netanyahu terhadap Israel tidak dapat dibayangkan dan kami memerlukan waktu bertahun-tahun untuk memperbaikinya,” kata Lapid dalam komentar yang dimuat oleh surat kabar Israel, Maariv, dilansir Al Jazeera, Kamis (20/6/2024).
“Ketika dia pergi, tidak akan ada air mancur yang diberi nama menurut namanya, apalagi jalan atau balai budaya."
“Dia hanya akan dikenang pada 7 Oktober," papar Yair Lapid.
Sebut Netanyahu Khianati Tentara Israel
Pada Senin (17/6/2024), Yair Lapid menuduh Benjamin Netanyahu merusak keamanan nasional dan mengkhianati tentara negaranya di tengah serangan tentara di Jalur Gaza.
Pernyataan Lapid disampaikan menjelang pertemuan komite parlemen urusan luar negeri dan pertahanan pada hari Selasa untuk membahas rancangan Undang-undang yang menurunkan usia pengecualian dari layanan wajib bagi siswa Haredi yeshiva yang akan dipilih pada sidang kedua dan ketiga sebelum menjadi Undang-undang.
Pertemuan tersebut bertepatan dengan protes yang diorganisir oleh “Saudara Seperjuangan,” sekelompok mantan tentara yang menuntut wajib militer bagi semua warga Israel.
Para pengunjuk rasa menyerukan penggulingan pemerintah dan pemilihan umum dini.
Baca juga: Warga Israel di Perbatasan Lebanon Takut Serangan Hizbullah: Tiba-tiba Ada Rudal, Kami Tak Tahan
Pada Senin lalu, parlemen Israel, Knesset, mengesahkan pembacaan pertama rancangan Undang-undang tersebut dengan suara 63-57.
“Komite Urusan Luar Negeri dan Keamanan akan memulai pembahasan mengenai Undang-undang penghindaran dan penolakan."
"Ini adalah pengkhianatan terhadap para pejuang, pengkhianatan terhadap pasukan cadangan, pengkhianatan terhadap kelas menengah Israel, dan pengkhianatan terhadap IDF (tentara)” tulis Lapid di X, dikutip dari Anadolu Agency.
“Pemerintah Israel melemahkan keamanan negara. Netanyahu menjual pesawat tempur kami. Dia dan senyumnya,” tambah Lapid.
Diketahui, lebih dari delapan bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional.
Adapun keputusan terbarunya memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasinya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserbu pada 6 Mei.
Update Perang Israel-Hamas
Tank dan pesawat tak berawak Israel menyerbu wilayah barat Rafah ketika serangan terhadap orang-orang yang menunggu truk bantuan menewaskan sembilan warga Palestina dan melukai 30 orang di dekat perbatasan Karem Abu Salem (Kerem Shalom) di Rafah, Gaza selatan.
Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA) memperkirakan hanya 65.000 orang yang tersisa di Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan sebelum melarikan diri dari serangan militer Israel di kota selatan tersebut.
Baca juga: Israel Kembali Bom Gaza, 11 Warga Palestina Tewas Kena Rudal
Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah memperingatkan bahwa “tidak ada tempat” yang terhindar dari serangan dalam perang skala penuh dengan Israel setelah Israel mengatakan rencana operasional serangan ke Lebanon telah disetujui.
Sebuah komisi PBB melaporkan bahwa pemerintah Israel bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Setidaknya 37.396 orang telah tewas dan 85.523 orang terluka dalam perang Israel di Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Revisi jumlah korban tewas di Israel akibat serangan yang dipimpin Hamas mencapai 1.139 orang, dengan puluhan orang masih ditawan di Gaza.
(Tribunnews.com/Nuryanti)