F-15 AS Vs Su-35 Rusia Bisa Bentrok di Suriah, 2 Pesawat Ini Diincar RI, Siapa Berpeluang Menang?
Dua pesawat ini merupakan incaran Indonesia.Jika bentrok, siapa yang lebih unggul: Sukhoi 35 Rusia atau F-15 Amerika Serikat.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, DAMASKUS - Angkatan Udara Rusia telah melaporkan "pertemuan jarak dekat" antara jet tempur canggih Su-35 mereka dengan tiga drone MQ-9 Reaper yang dioperasikan koalisi pimpinan AS.
Dijelaskan Mayor Jenderal Yuri Popov, Wakil kepala Pusat Rekonsiliasi Rusia, insiden tersebut, yang terjadi di langit Homs, Suriah, beruntung dapat dicegah dengan tindakan cepat dari pilot Rusia.
Bukan menjadi rahasia umum bahwa Su-35, jet tempur tercanggih Rusia dikerahkan di Suriah, dan telah terlibat aktif dalam berbagai operasi militer.
Dilengkapi dengan senjata presisi dan terpandu, Su-35 telah melakukan banyak serangan terhadap sasaran darat. Pesawat tersebut sebelumnya telah menemukan aset militer AS, termasuk drone MQ-9 dan jet tempur F-35.
Dalam insiden terkait, Mayor Jenderal Popov melaporkan pelanggaran yang dilakukan pesawat Koalisi pimpinan AS di kawasan Al-Tanf. Dia mencatat, dua pasang pesawat tempur kelas berat F-15, sepasang pesawat tempur Eurofighter Typhoon, dan tiga pasang A-10 Warthog tercatat melakukan 12 pelanggaran sepanjang hari.
Selain itu, penembakan oleh teroris di zona de-eskalasi Idlib mengakibatkan seorang tentara Suriah terluka, hal ini menunjukkan ketidakstabilan yang sedang berlangsung di wilayah tersebut.
F-15, yang dioperasikan Angkatan Udara AS di Suriah, memiliki sejarah yang signifikan di wilayah tersebut. Pada November 2023, dua jet tempur F-15 menyerang fasilitas penyimpanan senjata di Suriah timur.
Serangan yang diklaim AS sebagai pertahanan diri presisi ini, menurut Menteri Pertahanan Lloyd Austin, adalah respons terhadap serangan terhadap personel AS oleh kelompok yang didukung Iran.
Hal ini menandai kejadian kedua dalam serangkaian serangan balasan terhadap fasilitas yang digunakan oleh kelompok-kelompok ini, dengan serangan sebelumnya pada bulan Oktober 2023 yang melibatkan jet F-15 dan F-16 yang menargetkan fasilitas yang terkait dengan milisi Iran.
Kehadiran pesawat tempur kelas berat seperti Su-35 dan F-15 menggarisbawahi tingginya risiko dan kompleksitas operasi udara di Suriah.
Potensi konfrontasi antara dua pesawat tempur tangguh ini tetap menjadi perhatian penting karena pasukan Rusia dan AS terus melintasi wilayah udara yang bergejolak.
Sukhoi 35 dan F-15 Eagle
Dua pesawat tempur terbaik yang sama-sama diminati TNI AU ini dianggap sebagai dogfighter terbaik di negaranya masing-masing.
Kedua jenis pesawat ini merupakan platform yang sangat serbaguna yang mampu menyerang target udara dan darat secara efektif.
Media lokal sering menyebut Su-35 Rusia sebagai pesawat tempur “generasi ke-4++”, menyoroti peningkatan dan modernisasi ekstensif yang dimilikinya.
Digambarkan sebagai pesawat tempur multi-peran yang sangat ditingkatkan dan dikembangkan dengan teknologi generasi kelima, Su-35 menawarkan avionik baru, komunikasi, teknologi radar, dan mesin vektor dorong yang canggih.
Mesin ini memungkinkan Su-35 mencapai kecepatan supersonik tanpa afterburner, sehingga meningkatkan kemampuan manuver, durasi misi, dan kinerja kecepatan tinggi di lingkungan yang diperebutkan.
Di pihak Amerika, versi terbaru dari F-15, F-15EX Eagle II, adalah pesawat tempur multiperan tangguh yang dirancang untuk skenario pertempuran jarak dekat.
"Meskipun tidak memiliki kemampuan siluman seperti F-22 Raptor dan F-35 Lightning II, F-15EX mengimbanginya dengan mampu membawa amunisi seberat 30.000 pon, hampir delapan kali lebih banyak daripada pembom B-17 Flying Fortress yang bersejarah," ujar Master Studi Asia Timur, Ashish Dangwal, dalam tulisannya di Eurasian.
Ia mengatakan, kemampuan ini memungkinkan F-15EX untuk mengamankan superioritas udara atau melancarkan serangan darat yang dahsyat, sesuatu yang sangat penting jika perang terjadi.
Pentingnya strategis F-15EX telah membuat Kongres AS mendorong peningkatan produksi dan perpanjangan waktu operasional, yang mencerminkan meningkatnya kekhawatiran atas meningkatnya ketegangan dengan Tiongkok.
AS tampaknya berusaha menghindari terulangnya situasi yang terjadi pada jet tempur siluman F-22 Raptor, di mana penutupan jalur produksi yang terlalu dini menyebabkan tantangan besar dalam mempertahankan armada operasional.
Perbandingan Performa, Daya Tahan & Kemajuan Teknologi
Kedua pesawat yang kerap diklaim sebagai dogfighter terbaik di dunia, membuat spekulasi sering muncul tentang bagaimana konfrontasi antara Su-35 Rusia dan F-15 Amerika akan terjadi.
Kemampuan radar sangat penting dalam pertempuran udara. Su-35S dilengkapi dengan radar array pemindaian elektronik pasif Irbis-E yang kuat, memiliki jangkauan hingga 400 kilometer dan efektif terhadap target darat.
Namun, radar APG-63 V3 Active Electronically Scaned Array milik F-15 dianggap lebih unggul karena ketahanannya terhadap jamming, resolusi lebih tinggi, dan kesulitan pelacakan.
"F-15 tidak dirancang dengan mempertimbangkan kemampuan siluman, karena memiliki penampang radar rata-rata lima meter persegi. Su-35, yang diklaim Rusia memiliki kemampuan siluman terbatas, dilaporkan memiliki penampang radar berkisar antara satu hingga tiga meter persegi," ujar Ashish.
Meskipun Su-35 mungkin muncul di radar agak terlambat, luas penampang radar satu meter persegi masih tergolong dapat terdeteksi pada jarak jauh oleh radar modern dan tidak melindunginya dari penargetan rudal jarak jauh.
Mengenai muatan senjata, versi terbaru dari F-15 yaitu F-15EX telah meningkatkan kapasitas muatan senjatanya. Pesawat ini sekarang dapat membawa 12 rudal udara-ke-udara, sebanding dengan Su-35.
Boeing juga telah mengusulkan peningkatan rak quad-rail untuk menggandakan muatan F-15 menjadi 16 rudal, sehingga memungkinkan F-15 bertindak bak truk pengangkut bom.
Kedua pesawat dipersenjatai dengan rudal udara-ke-udara jarak jauh yang dipandu radar: AIM-120D (dengan jangkauan 160 kilometer) untuk F-15 dan K-77M (dengan jangkauan yang diklaim 200 kilometer) untuk Su-35.
Rudal-rudal ini berada di kelas yang sama, meskipun efektivitas komparatif pencarinya masih harus ditentukan sepenuhnya.
Biasanya, rudal-rudal ini akan ditembakkan pada jarak maksimum terhadap pesawat tempur untuk meningkatkan kemungkinan terjadinya pembunuhan.
Selain itu, Su-35 dapat mengerahkan rudal R-37M jarak super jauh (300-400 kilometer), yang dirancang khusus untuk menargetkan pesawat pendukung yang lebih besar dan kurang bermanuver.
Sementara itu, Amerika Serikat dan Rusia secara historis mengambil pendekatan berbeda dalam desain pesawat.
AS berfokus pada produksi pesawat mahal dengan masa pakai yang lama, sementara Uni Soviet dan kemudian Rusia sering kali mengembangkan pesawat yang lebih terjangkau dengan masa pakai lebih pendek dan kebutuhan perawatan yang lebih tinggi.
Pesawat tempur Rusia sebelumnya, seperti Su-30 Flanker, menghadapi masalah keandalan yang penting.
Namun Su-35 menunjukkan peningkatan di bidang ini, dengan perkiraan masa pakai enam ribu jam terbang.
Sebagai perbandingan, model F-15C dan E masing-masing memiliki durasi delapan ribu enam belas ribu jam terbang, dan F-15C kemungkinan memiliki opsi untuk menjalani program perpanjangan umur.
Meskipun merupakan pesawat tempur berat, F-15 memiliki kemampuan manuver yang mengesankan. Desainnya memungkinkan belokan yang sempit dan hemat energi serta akselerasi yang berkelanjutan saat mendaki, berkat beban sayap yang rendah dan rasio daya dorong terhadap berat yang tinggi. Hal ini membuktikan bahwa seorang petarung berat bisa lincah dan mumpuni dalam bertempur.
Namun, Su-35 membawa kemampuan manuver ke tingkat yang lebih tinggi. Ia dilengkapi dengan turbofan dorong vektor, yang memungkinkan nozel mesinnya bergerak secara mandiri.
Hal ini memungkinkan Su-35 untuk melakukan tikungan tajam, yaw, dan mempertahankan sudut serang yang tinggi, di mana hidung pesawat mengarah ke arah yang berbeda dari jalur penerbangannya—manuver yang tidak dapat ditandingi oleh F-15.
Dalam pertempuran udara kecepatan rendah, Su-35 jelas memiliki keunggulan dibandingkan F-15.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan pada F-15EX telah meningkatkan kemampuannya.
Pengembang Boeing melaporkan bahwa Prosesor Inti Tampilan Lanjutan F-15EX dapat melakukan 87 miliar fungsi komputasi per detik.
Hal ini, dikombinasikan dengan kecepatan F-15EX, yang sebanding dengan Su-35, dan peperangan elektronik canggih serta pemrosesan data ancamannya, memungkinkannya untuk memanfaatkan radar Active Electronically Scaned Array dengan lebih baik.
Menentukan pesawat mana yang lebih unggul pada akhirnya bergantung pada beberapa faktor, termasuk jangkauan sensor, ketepatan penargetan, ketepatan panduan senjata, dan berbagai kemampuan lainnya.
Dalam kemungkinan pertemuan antara kedua pesawat ini, penggunaan sumber daya yang tersedia oleh pilot akan menjadi faktor penentu yang penting.
Setelah Indonesia dipastikan gagal mengakuisisi Su-35 karena berbagai faktor, termasuk ancaman sanksi AS, pilihan mendapatkan F-15EX adalah hal yang sangat rasional, mengingat potensi bentrok dengan AU dari "utara" yang juga tak kalah modern.